RUTENG, BERITAFLORES – “Membuat perencaaan bersama Tuhan itu baik, namun jangan lupa hargai hari ini sebagai pemberian Tuhan. Tiap hari itu berharga, kerjakan tiap hari sebaik-baiknya.
Jangan sia-siakan waktu terutama khawatir untuk hari esok, karena hari esok punya kesusahannya sendiri. Hidup kita hanya sementara dan singkat, jangan dibuat rumit dan kompleks.
Kerjakan apa yang hari ini Tuhan percayakan. Manusia harus melibatkan Tuhan dalam perencanaan, ada kalimat Jika Tuhan menghendaki. Ini adalah kalimat doa. Berdoalah dalam menyusun rencana dan pasrahkan itu kepada Tuhan”.
Kutipan singkat atas pandangan Pdt. Dr. Daniel Ronda di atas merupakan sebuah gambaran keyakinan yang saat ini dijadikan pedoman dalam kehidupan seorang pria bernama Bernadus Ncuang.

Perjumpaan dirinya dengan Beritaflores belum lama ini, menerangkan betapa menarik kisah pria kelahiran Makassar 10 September 1981 itu.
Dirinya memberitahukan Beritaflores agar datang ke rumah pribadinya di Rado, tepat bersebalahan dengan Lembaga Pendidikan SMPN 7 Cibal untuk menikmati secangkir kopi khas asli Manggarai sembari berkisah pengalaman.
Pukul 08.00 Wita saya tiba di kediamannya. Di sana tampak puluhan orang sangat sibuk. Ada yang menata puluhan bibit tanaman yang tampak banyak berjejer di sekitar area pekarangan rumah.
Beberapa juga diantaranya tampak bercerita sembari mencatatkan sesuatu yang terkesan penting di dalam sebuah buku pegangan mereka, seolah mereka sedang meneliti sesuatu.
Saya memperhatikannya sepintas sebelum kedatangan saya diketahui Bernadus dan istri. Sambutan hangat keluarga ini pun membuat saya penasaran dengan apa yang saya lihat sejak saya tiba di sana.

Sapaan hangat Bernadus dan istri kemudian mengalihkan perhatian saya dari aktifitas orang-orang itu. Saya dan Bernadus sudah mengenal sejak lama, jauh sebelum dia menjabat sebagai kepala desa wilayah itu.
Sembari menikmati kopi, saya terus penasaran dengan hiruk pikuk aktifitas orang-orang itu di rumahnya. Saya kemudian mulai bertanya ke Bernadus, ada kesibukan apa dari orang-orang tersebut?.
“Mereka Mahasiswa PKL (Praktik Kerja Lapangan) dari Unika Santu Paulus Ruteng. Mereka praktik di sini dan saya dipercayakan kampus jadi pembimbing mereka”, jawab Bernadus.
Jawaban itu membuat saya penasaran. Lantas, selain menjabat kepala desa, apa yang menyebabkan dirinya bisa membangun kerjasama dengan Unika Santu Paulus, satu-satunya Perguruan Tinggi Swasta terbesar yang ada di Manggarai raya.

Ternyata, sejak tahun 2019 lalu, Bernadus telah membangun kerjasama dengan 3 Perguruan Tinggi di NTT seperti Undana Kupang, Politani Negeri Kupang, dan Unika St. Paulus Ruteng, sebagai Pembimbing lapangan untuk peserta Mahasiswa Praktik Kerja Lapangan (PKL) dan magang Jurusan Pertanian dan Peternakan.
Melayani Banyak Orang
Pengakuan menarik Bernadus membuat saya begitu menyimak. Suami dari ibu Mina Teresia ini mengisahkan bagaimana dirinya meyakini jika menjadi pelayan bagi banyak orang merupakan sebuah karunia besar dari Tuhan yang dipercayakan kepada dirinya.
Bermula sejak lulusan sekolah tinggi dengan meraih gelar Sarjana Kehutan (S.HUT) di Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Satria Makassar, Sulawesi Selatan pada tahun 2000, Bernadus mulai merintis kisah bagaimana Bernadus mulai meniti kariernya.
Sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan sesuai disiplin ilmu yang diraih kala itu, mengharuskan Bernadus merubah pikiran untuk beralih melanjutkan studi di Universitas Hasannudin, Makassar, dengan mengambil program Akta IV, salah satu program yang dijadikan syarat khsusus agar seseorang sarjana bisa mengajar pada satuan pendidikan.
Bernadus kemudian berhasil meraih predikat itu pada tahun 2010.
Ia lalu memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya di Rado. Berbekal akta mengajar, ia kemudian melamar sebagai pengajar di SMPN 7 Cibal dan diterima mengampuh mata pelajaran IPA, Pertanian Organik dan Prakarya.
“Sejak mulai mengajar, saya juga mulai aktif mendampingi kelompok tani untuk pengembangan tanaman holtikultura di desa Rado”, kisahnya.
WVI Jembatani Pengalaman
Bernadus kemudian ditemui oleh anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Wahana Visi Indonesia, ADP Manggarai.

Wahana Visi Indonesia adalah organisasi kemanusiaan Kristen yang hadir melayani dan berkolaborasi dalam pemberdayaan anak, keluarga dan masyarakat yang paling rentan melalui pendekatan pengembangan masyarakat, advokasi dan tanggap bencana untuk membawa perubahan yang berkesinambungan tanpa membedakan agama, ras, suku, dan gender.
“Saya ditawar untuk bermitra dengan mereka. Lalu saya di kirim belajar ke PERMACULCER Kabupaten Ubud di Bali pada tahun 2016 lalu untuk belajar tentang Pertanian berkelanjutan”, katanya.
Ambil Resiko pada Dua Pilihan
Tak sampai di situ, setahun setelah kegiatan itu juga, pada tahun 2017 LSM Wahana Visi Indonesia juga mengutus Bernadus untuk belajar di Peguyupan Petani Merbabu, Kabupaten Magelang, Yogyakarta terkait Manajemen Organisasi Petani bersama kelompok Asosiadi Petani Holtikultura Kecamatan Cibal (APH).
“Sejak itu mereka pake saya sebagai Tutor/Narasumber pelatihan-pelatihan terkait Pertanian Organik dan Teknik Budi Daya Tanaman Hortikultura di sekolah-sekolah dan di desa-desa wilayah Kabupaten Manggarai, Manggarai Barat dan Manggarai Timur. Walau begitu, saya tidak mengabaikan jam mengajar saya sebagai guru di SMPN 7 Cibal karena saya mengatur waktu dengan cermat”, kisahnya.
Pengalaman ini jadi petunjuk Bernadus untuk mengasah wawasannya lebih luas agi. Ia kemudian mulai membangun jejaring dengan pihak OPD pemerintahan, mencari peluang agar bantuan program pemerintah bisa mengalir ke desa Rado.

“Pada tahun 2017 itu juga saya mulai melobi sejumlah program di setiap Dinas agar bisa masuk ke Desa Rado. Hasilnya, Dari Dinas Pertanian dapat program SIMANTRI, dari Dinas Kehutanan dapat program KBR, daru Dinas PU dapat Program PPIP untuk bangun jalan tani dan air minum bersih”, terangnya.
Bernadus juga akan menerima kunjungan tamu Internasional dan lokal tahun ini. Ia telah dikonfirmasi sejumlah pihak bahwa desanya bakal dikunjungi oleh beberapa tamu asal Korea pada 5 Maret 2025 mendatang.
Jalan Mulus Ikut Politik Pilkades
Berangkat dari praktik pengalaman yang digeluti itu, Bernadus lalu diminta keluarga dan kelompok masyarakat agar cuti dari tugasnya sebagai guru untuk mengikuti kontestasi pemilihan kepala desa di desa Rado pada tahun 2021 lalu.
Pilihan ini, bagi Bernadus, bukanlah sesuatu yang mudah. Butuh pertimbangan matang, baik dari segi mental, pengalaman, maupun biaya. Apalgi ia berhadapan dengan petahana, kepala desa sebelumnya yang kembali maju sebagai rival Bernadus.
“Saya belajar dan terus belajar. Politik bagi saya adalah juga pilihan yang tidak bisa saya pungkiri. Merujuk dukungan luar biasa dari keluarga dan masyarakat saat itu membuat rasa optimis saya menebal untuk kemudian saya mulai mengabdi dan harus bisa melayani orang-orang di desa saya sendiri dengan mengerahkan segala pengalaman dan pengetahuan yang saya miliki”, katanya.
Hasilnya, warga desa Rado memutuskan pilihan kepada Bernadus sebagai kepala desa terpilih, melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan di desa Rado hingga tahun 2029 mendatang.
Memulai jabatan baru ini, anak bungsu dari 6 bersaudara, pasangan Alm. mama Elisabeth lahung dan Alm. bapak Kornelis Embo ini kembali mengukir catatan baru dalam karier politiknya hingga saat ini.
Berbagai inovasi kemudian ia tuangkan melalui berbagai program pemerintahan desa yang dipimpinnya hingga saat ini.
Rangkap Jabatan sebagai Ketua Dewan Stasi
Keinginan warga desa terhadap Bernadus juga tidak hanya cukup menghantarkan dirinya menjadi kepala desa wikayah itu.
Tiga tahun berlalu menjabat sebagai kepala desa, ia kemudian kembali dipercayakan oleh warga desanya sebagai Ketua Dewan Stasi.

Merujuk informasi yang dipublikasikan e-jurnalstpbonaventura.ac.id, Dewan Pastoral Stasi adalah umat awam yang merelakan diri sepenuhnya demi kegiatan menggereja. Dewan Pastoral Stasi dipilih, diangkat, dan dilantik oleh Pastor Paroki, untuk memimpin, membimbing dan menggembalakan umat stasi.
Sebagai pemimpin di Stasi, Dewan Pastoral Stasi bertanggung jawab dalam pemberdayaan dan pengembangan umat yang dipimpinnya.
Salah satu cara yang ditempuh oleh Dewan Pastoral Stasi agar umatnya dapat mengalami kemajuan, berkembang dan aktif, menumbuhkan sikap dan semangat sebagai pemimpin yang baik dan bijaksana serta sikap dan semangat tersebut akan tumbuh dan berkembang, apabila Dewan Pastoral Stasi dapat mengembangkan gaya kepemimpinan yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu kepemimpinan yang mengikutsertakan (partisipatif). kepemimpinan mengembangkan (transformatif), dan kepemimpinan member- dayakan (empowering).
Dalam situs Katolik.com, menerangkan istilah ‘Stasi’ berdasarkan Pedoman Dasar Dewan Paroki (PDDP) KAJ 2014, menyebutkan dalam pasal 19 bahwa stasi adalah bagian dari paroki, yang karena situasi dan pertimbangan tertentu memerlukan pengaturan reksa pastoral khusus.
Yang dimaksud situasi dan pertimbangan tertentu itu misalnya, karena lokasi yang jauh dari pusat paroki atau umat yang berada di lingkungan khusus seperti lingkungan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polisi RI, atau lingkungan khusus yang lain.
Dalam PDDP itu juga dicantumkan tentang pembentukan stasi yang dilakukan Dewan Paroki Harian, setelah mendapat persetujuan Uskup. Hal ini tentu untuk menjamin reksa pastoral berjalan optimal. Pembentukan stasi bukan pertama-tama untuk memisahkan diri dari paroki induk dan berdiri sebagai paroki mandiri.
Pendirian stasi bertujuan agar umat semakin terlayani dengan maksimal dan reksa pastoral berjalan. Maka, untuk menjalankan reksa pastoral di stasi perlu dibentuk pengurus atau dewan stasi.
Tugas-tugas pengurus atau dewan stasi juga di sebut kan secara rinci dalam PDDP ini. Sementara untuk tata administrasi, seperti Baptis, Krisma, perkawinan, kematian, serta harta benda stasi masih tergabung dengan induk paroki.
Pembentukan stasi, yang pertama dan utama adalah untuk menghadirkan komunitas umat beriman yang merujuk kepada kesadaran diri Gereja semesta sebagai communio, persekutuan menuju Kerajaan Allah.
Komunitas umat beriman juga menjadi sarana untuk menghadirkan wajah Kristus di tengah dinamika hidup bermasyarakat; Gereja yang terus dan semakin berarti bagi umat, serta kian bermakna bagi masyarakat.
“Tahun 2024 mereka juga meminta saya untuk merangkap tugas selain kepala desa, saya juga diminta menjadi Ketua Dewan Stasi St. Ignasius Loyola Rakas untuk masa bakti 2025-2029”, tururnya.
Bagi Bernadus, tugas dan pelayanan merupakan satu kesatuan yang tak terpisakan dalam diri seorang pemimpin untuk selalu melayani para warganya, tak terkecuali. (**)
Penulis: Adrianus Paju