Berita Flores
No Result
View All Result
  • POLITIK
  • HUKUM
  • GAGASAN
  • SOSIAL BUDAYA
  • EKBIS
  • PARIWISATA
  • DESA
  • ADVERTORIAL
Saturday, 24 May 2025
  • POLITIK
  • HUKUM
  • GAGASAN
  • SOSIAL BUDAYA
  • EKBIS
  • PARIWISATA
  • DESA
  • ADVERTORIAL
No Result
View All Result
Berita Flores
No Result
View All Result
Home OPINI

Ketika Perempuan Harus Berpaling Dari Ranjang

by Berita Flores
21 April 2025
in OPINI
0
Ketika Perempuan Harus Berpaling Dari Ranjang

Margareta Kartika, Ketua Presidium Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Ruteng Sanctus Agustinus Periode 2024/2026 (foto: berita flores).

Share on FacebookShare on Twitter

Oleh: Margareta Kartika

Ranjang adalah satu dari sekian identitas metaforik yang menstereotipkan posisi perempuan di dunia.

Ranjang adalah ruang dimana perempuan dianggap merasa tidak berdaya dan tersiksa. Ekspolitasi terhadap perempuan muncul karena paradigma “Perempuan sebagai insan yang melayani laki-laki dan tempat perempuan adalah ranjang”.

Perempuan sebagai insan yang melayani merupakan stigma yang menghilangkan eksistensi perempuan sebagai manusia atau makhluk yang berakal budi dan tempat perempuan adalah rajang merupakan stigma yang mendekriminasi perempuan.

Perempuan kerap kali menjadi sasaran empuk ekspolitasi seksual.Tubuh perempuan diperalat untuk memenuhi hasrat laki-laki. Tubuh perempuan diperalat menjadi prositusi dan perdagangan seks.

Baca Juga

Lantik Kepala Daerah, Pidato Prabowo Dangkal

Bulan Bahasa: Ajang Tumbuhkan Minat Bakat Siswa SMAK St. Ignatius Loyola Labuan Bajo Berliterasi

Telinga kita juga pasti sudah akrab dengan adagium  “tubuh perempuan adalah pasar”, yang mana dari ujung rambut sampai ujung kaki perempuan itu bernilai komoditi bagi barang konsumsi.

Rambut perempuan menjadi sasaran produksi sampo, bibir perempuan dijadikan sasaran produksi lipstik, wajah perempuan menjadi sasaran produksi bedak, kulit perempuan menjadi sasaran body lotion dan aneka cream lainya.

Perempuan dianggap sebagai objek pasif sehingga keberadaan perempuan betul-betul hanya untuk melayani laki-laki.

Dalam tataran kehidupan budaya, politik, ekonomi, dan sosial keberadaan perempuan dianggap sebagai yang kedua setelah laki-laki. Hal Ini muncul akibat dari dikotomi yang berlaku dalam masyarakat di mana perempuan diasosiasikan sebagai pemilik lahan dan laki-laki dianggap sebagai pemilik budaya.

Mirisnya Kaum perempuan terpenjara dalam dikotomi masyarakat. Perempuan tidak diperbolehkan menyampaikan pendapatnya dan mengejar mimpinya karena harus tunduk kepada suami dan ayah yang egois dan otoriter.

Dalam konteks relasi sosial masyarakat kerap kali melabelkan perempuan yang sering bergaul dengan laki-laki dengan kata perempuan nakal.

Perempuan yang menjadi korban pelecehan seksual dan kekerasan seksual sering kali disudutkan oleh masyarakat, padahal korban sebetulnya harus dibantu untuk kemudian mampu bangkit dari masalah yang dihadapi.

Dalam berbagai jenis budaya ada banyak hal yang kemudian menindas keberadaan perempuan, sebagai contoh dalam konteks budaya belis di Manggarai.

Belis adalah bentuk penindasan tehadap permpuan yang tersirat, yang walaupun sebelumnya nilainya dianggap sebagai bentuk penghargaan tehadap martabat perempuan sebagai manusia.

Saat ini belis dimaknai untuk menindas perempuan. Perempuan dianggap bagaikan peliharaan yang ketika sudah besar dijual dengan harga yang telah disepakati, lalu perempuan mengikuti suami dan harus melayaninya serta menjadi ibu (Jika tidak bisa mengadung pasti dianggap perempuan yang tidak berguna oleh keluarga dan masyarakat), “Tubuh yang sudah dibeli (Ata poli weli wekim)” adalah ungkapan yang menindas perempuan secara keji.

Ungkapan ini sering kali dipakai oleh suami (laki-laki) pun masyarakat terhadap perempuan ketika perempuan melakukan hal yang tidak sesuai dengan tuntutan suami yang otoriter.

Ruang lingkup perempuan dibatasi dengan berbagai macam cara dan alasan. Pandangan masyarakat mengenai perempuan seringkali menyudutkan keberadaan perempuan.

Perempuan dianggap sebgai individu yang paling lemah dalam segala hal dan perempuan hanya mampu bergerak di sekitaran ranjang dan dapur.

Tidak hanya pada ranah budaya terjadi pendeskreditan terhadap perempuan, dalam ranah politik saat ini juga terjadi dan sangat nampak. Negara dan masyarakat meragukan perempuan untuk menjadi pemimpin.

Hal ini dibuktikan dengan porsi atau kuota keterwakilan perempuan dalam parlemen masih kecil dibandingkan dengan laki-laki. Dari seratus persen kuota untuk perempuan hanya tiga puluh persen. Apakah ini menunjukan adil? Mengapa tidak disamaratakan?. Padahal perempuan dan laki-laki punya hak yang sama.

Ada banyak praktik-praktik sosial yang kemudian menjadikan permpuan sebagai sasaran empuk. Lalu Apakah kita pantas menerima semua penindasan itu? padahal nilai-nilai budaya itu sejatinya sebagai norma untuk mengatur tingkah laku masyarakat (Laki-laki dan permpuan). Apakah perempuan memang hadir hanya untuk melayani laki-laki? padahal kita adalah sama-sama manusia yang hadir dengan kemampuan dan talenta yang lebih. Dan apakah kita terus menjadi individu yang tidak mampu bersuara? Padahal ruh perempuan dalam sejarah peradaban adalah nyata dan sangat besar (hanya sering kali dilupakan bahkan tidak dicantumkan).

Sebagai ibu kehidupan yang dapat melahirkan kehidupan-kehidupan baru, di tengah gejolak zaman yang penuh modus ini, perempuan mesti harus menempatkan diri sebagai nafas kehidupan yang bisa meniupkan ketentraman dan keadilan. Ini bukan berarti hanya cukup dengan tampil cantik dan mempesona secara fisik, akan tetapi perempuan harus berani tampil di hadapan publik untuk menyuarakan gerakan kehidupan yang memihak pada kaum tertindas, keadilan dan kesetaraan.

SELAMAT HARI KARTNI! Mari menjadi kartini-kartini masa kini.

 

 

 

Tags: HARI KARTINIKARTINI MASA KINIKESETARAAN GENDERMARGARETA KARTIKAPEREMPUANPMKRI Ruteng

Related Posts

Lantik Kepala Daerah, Pidato Prabowo Dangkal
OPINI

Lantik Kepala Daerah, Pidato Prabowo Dangkal

21 February 2025
OPINI

Bulan Bahasa: Ajang Tumbuhkan Minat Bakat Siswa SMAK St. Ignatius Loyola Labuan Bajo Berliterasi

31 October 2024
𝐏𝐚𝐮𝐬 𝐘𝐚𝐧𝐠 “𝐅𝐫𝐚𝐧𝐬𝐢𝐬𝐤𝐚𝐧”
OPINI

𝐏𝐚𝐮𝐬 𝐘𝐚𝐧𝐠 “𝐅𝐫𝐚𝐧𝐬𝐢𝐬𝐤𝐚𝐧”

10 September 2024
OPINI

Dampak Positif dan Negatif Media Sosial Bagi Generasi Muda: Sebuah Analisis Mendalam

18 May 2024
HEADLINE

Peran Komunitas dalam Mengatasi Perubahan Iklim

5 May 2024
HEADLINE

Konsep Pendidikan Pasca Pandemi

4 May 2024

ARTIKEL TERKINI

Natalius Pigai Ajak Masyarakat Manggarai Jaga Budaya Lima Lampek sebagai Wujud Penghormatan HAM

Natalius Pigai Ajak Masyarakat Manggarai Jaga Budaya Lima Lampek sebagai Wujud Penghormatan HAM

22 May 2025
Menteri HAM Sentil Proyek Geotermal Poco Leok: ‘Tak Bisa Anggap Persetujuan Bupati Sebagai Persetujuan Warga’

Menteri HAM Sentil Proyek Geotermal Poco Leok: ‘Tak Bisa Anggap Persetujuan Bupati Sebagai Persetujuan Warga’

22 May 2025
Pemenang Putri Manggarai, Cintya Tegok, Wakili NTT di Putri Indonesia 2026

Pemenang Putri Manggarai, Cintya Tegok, Wakili NTT di Putri Indonesia 2026

20 May 2025
Glow Printing Dukung Sesi Sportwear Competition dalam Pemilihan Putri Manggarai 2025

Glow Printing Dukung Sesi Sportwear Competition dalam Pemilihan Putri Manggarai 2025

18 May 2025

BANYAK DIBACA

Menteri HAM Sentil Proyek Geotermal Poco Leok: ‘Tak Bisa Anggap Persetujuan Bupati Sebagai Persetujuan Warga’

Pemenang Putri Manggarai, Cintya Tegok, Wakili NTT di Putri Indonesia 2026

Natalius Pigai Ajak Masyarakat Manggarai Jaga Budaya Lima Lampek sebagai Wujud Penghormatan HAM

Glow Printing Dukung Sesi Sportwear Competition dalam Pemilihan Putri Manggarai 2025

Kevin Suwandi, Mahasiswa Unika Paulus Ruteng yang Wakili NTT di Ajang Putra-Putri Budaya Indonesia 2025

Puncak Final Pemilihan Putri Manggarai 2025 Digelar Hari Ini di MCC Ruteng

Copyright ©2017-2025 Beritaflores.com

  • Redaksi
  • Pedomaan Media Siber
Facebook Twitter Youtube
No Result
View All Result
  • POLITIK
  • HUKUM
  • GAGASAN
  • SOSIAL BUDAYA
  • EKBIS
  • PARIWISATA
  • DESA
  • ADVERTORIAL

© 2024 Berita Flores