RUTENG, BERITA FLORES –Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia, Natalius Pigai menyoroti pentingnya keterlibatan warga dalam setiap proyek investasi, termasuk dalam kasus panas bumi Poco Leok di Kabupaten Manggarai, NTT, yang belakangan ini menuai penolakan.
Hal ini ia sampaikan saat menjawab pertanyaan mahasiswa Universitas Katolik Indonesia (Unika) Santu Paulus Ruteng dalam kuliah umum bertema ‘Pembangunan HAM di Indonesia’ Rabu, 21 Mei 2025.
Ayentoinia Indra Kurnia, mahasiswa D3 Kebidanan semester empat, menanyakan tanggapan Pigai terkait konflik sosial yang ditimbulkan oleh proyek panas bumi di Poco Leok.
Menanggap itu, Natalius Pigai menegaskan delapan prinsip yang menurutnya wajib dipenuhi oleh setiap investor agar tidak melanggar hak-hak dasar manusia dalam pelaksanaan investasi.
Prinsip pertama yang ia tekankan adalah Right to Know Warga yakni partisipasi aktif masyarakat adat sebagai pemilik ulayat.
Ia menambahkan bahwa keterbukaan informasi menjadi salah satu aspek yang penting untuk dipenuhi baik oleh investor maupun pemerintah.
“Kalau dia tidak terbuka, dia hanya datang ketemu camat, bupati, lalu persetujuan bupati itu dianggap atau ditempatkan sebagai persetujuan warga, tidak bisa, itu menentang apa yang namanya partisipasi atau Right to Know, karena dalam konteks Hak Asasi Manusia, partisipasi itu adalah sangat penting dan nomor satu,” tegasnya.
Namun, pernyataan tegas dari Menteri HAM tersebut terasa menyentil langsung kebijakan Bupati Manggarai, Herybertus G. L. Nabit.
Pasalnya, sejak SK Penetapan Lokasi (Penlok) pengembangan geotermal Ulumbu di Wilayah Poco Leok yang disahkan pada 1 Desember 2022 lalu justru tidak melibatkan partisipasi masyarakat adat.
Disitir dari Floresa.co, Masyudi Onggal salah satu pemuda poco leok menyinggung keputusan bupati Hery Nabit yang menetapkan lokasi proyek geotermal secara sepihak pada 2022 tanpa adanya sosialisasi dan persetujuan masyarakat adat Poco Leok.
“Proyek ini dipaksakan tanpa meminta kesepakatan dan persetujuan seluruh masyarakat adat Poco Leok. Kami merasa diabaikan, bahkan diberlakukan tidak adil oleh pemerintah yang seharusnya melindungi hak-hak kami,” ujarnya.
Lebih lanjut, Pigai menegaskan jika investasi berada di wilayah hunian masyarakat maka komunitas lokal harus terlibat, baik dalam perencanaan, pengelolaan, maupun dalam mendapatkan manfaat ekonomi.
“Karena investasi masuk di wilayah hunian masyarakat, maka nilai-nilai budaya yang dianut turun-temurun termasuk penghormatan terhadap compang daring, gendang one, lingko peang tidak boleh dirusak,” tambahnya.
Ia juga menekankan pentingnya perlindungan terhadap budaya lokal dan lingkungan hidup.
Menurutnya kehadiran perusahaan mesti dalam rangka melestarikan budaya, melindungi nilai budaya, bukan sebaliknya untuk mengancam, meniadakan atau mematikan nilai budaya lokal.
“Perusahaan datang dalam rangka memberdayakan ekonomi yang sudah eksis secara turun-temurun, yang sudah ada, jadi jangan perusahaan datang merka substitusi usahanya,” lanjutnya.
Dalam aspek manfaat, ia menerangkan bahwa investasi harus mendatangkan keuntungan bagi masyarakat, negara dan perusahaan itu sendiri.
“Masyarakat harus mendapat untung, minimal dari ukuran tingkat pendidikan lebih maju, kesehatan lebih baik, kapasitas sosial ekonomi masyarakat berkembang dan pendapatan mereka dilipat gandakan,” Pungkasnya.
Penulis : Yondri Ngajang