JAKARTA, BERITA FLORES – Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) mendesak Polres Ende untuk membuka kembali kasus dugaan gratifikasi oleh PDAM Ende kepada sejumlah anggota DPRD Ende.
Hal itu disampaikan Koordinator TPDI Petrus Selestinus kepada Beritaflores.com melalui siaran pers Rabu, 7 Maret 2018.
Menurut Petrus, kasus gratifikasi PDAM kepada anggota DPRD Kabupaten Ende, Kapolres Ende, Direktur PDAM dan Ketua DPRD Ende Menelikung kewenangan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Ia pun mempertanyakan alasan pemberian sejumlah uang oleh pihak PDAM kepada anggota DPRD Ende.
“Ada apa antara Direktur PDAM Kabupaten Ende, Soedarsono, BSC SKM, M. Kesling dengan Ketua DPRD Kabupaten Ende, Herman Yosef Wadhi, ST dan KAPOLRES Ende, terkait dengan pengembalian uang yang diduga sebagai pemberian Gratifikasi atau Suap yang dilakukan oleh Direktur PDAM Kabupaten Ende, Soedarsono, BSc SKM, M. Kesling kepada Ketua dan Anggota DPRD Kabupaten Ende, masing-masing : Herman Yosef Wadhi, ST. (Ketua DPRD Ende), Oktavianus Moa Mesi, ST (Anggota DPRD), Yohanes Pela, SH. (Anggota DPRD), Mohamad K Orba Imma, ST (Anggota DPRD), Sabri Indradewa, SE. (Anggota DPRD) dan Abdul Kadir Hasan (Anggota DPRD),” ujarnya.
Lebih lanjut kata Petrus, apapun alasannya yang namanya gratifikasi hanya boleh dikembalikan kepada KPK tidak kepada si pemberi dan juga tidak kepada Polisi. Padahal fakta-fakta tentang adanya aliran dana PDAM Kabupaten Ende yang diberikan kepada Ketua dan Anggota DPRD Kabupaten Ende sudah jelas masuk dalam kualifikasi Gratifikasi dan sudah termasuk Tindak Pidana Korupsi.
“Yang patut dipertanyakan mengapa uang itu kemudian dikembalikan lagi oleh para anggota DPRD Ende kepada Direktur PDAM Ende setelah kurang lebih 2 (dua) bulan uang gratifikasi itu dinikmati oleh Anggota DPRD Ende,” tandasnya.
Petrus menyebut, pengembalian uang itu tidak akan menghilangkan perilaku tindak pidana korupsinya, karena tidak pernah dikembalikan uang gratifikasi itu kepada KPK dalam tempo 30 hari. Padalah kata dia, masyarakat Ende sudah melaporkan sebagai tindak pidana korupsi kepada Polres Kabupaten Ende disertai dengan bukti-bukti lengkap. Walupun demikian, tetapi Polres Ende telah membekukan penyelidikan kasus tersebut.
TPDI mengkritisi ada yang salah kaprah dengan pengembalian uang gratifikasi yang diterima oleh 7 (tujuh) Anggota DPRD Ende kepada PDAM oleh 7 (tujuh) Anggota DPRD Kabupaten Ende yang menerima uang biaya perjalanan dinas untuk keperluan penyusunan Perda Penyertaan Modal Pemda Ende ke dalam PDAM. Petrus menegaskan secara hukum uang gratitifikasi itu hanya boleh dikembalikan kepada KPK sebagai laporan hanya dalam tempo 30 hari sejak diterima.
“Dan oleh KPK dalam tempo 30 hari harus menentukan apakah uang Graifikasi itu milik penerima ( Anggota DPRD) atau menjadi milik negara,” jelasnya.
Dari data yang diperoleh TPDI, uang gratifikasi yang diterima 7 (tujuh) anggota DPRD Ende ini sudah lebih dari 1 (satu) bulan dinikmati pihak penerima dan selama 1 (satu) bulan sejak diterima 7 (tujuh) anggota DPRD Ende tidak ada seorangpun yang mau melaporkan hal ihwal penerimaan gratifikasi ini ke KPK.
Maka secara hukum lanjut dia, peristiwa penerimaan uang gratifikasi oleh 7 (tujuh) anggota DPRD Ende ini serta merta telah menjadi Tindak Pidana Korupsi atau Suap.
Advokat senior ini menjelaskan sifat pidana korupsi terkait gratifikasi hanya bisa hilang jika uang yang diterima oleh 7 (tujuh) orang Anggota DPRD Ende dikembalikan ke KPK dalam tempo 30 hari kerja.
Oleh karena itu, tegasnya, sikap Kapolres Ende menghentikan penyidikan kasus gratifikasi 7 (tujuh) Anggota DPRD Ende dengan alasan anggota DPRD sebagai penerima telah mengembalikan kepada PDAM Ende emrupakan sikap konspiratif atau persekongkolan guna melindungi pelaku yang sesungguhnya. Sikap demikian juga sekaligus menggambarkan bahwa Penyidik Polres Ende tidak paham atau mau membodohi masyarakat Ende.
TPDI mendesak Polres Ende harus segera membuka kembali penyidikan kasus Gratifikasi 7 (tujuh) anggota DPRD Ende terseut. “Menyita segera uang gratifikasi dimaksud dan memberi status tersangka kepada 7 (tujuh) anggota DPRD Ende bersama Direktur PDAM Soedarsono, BSc. SKM. M. Kesling,”
“Bahkan uang Rp. 100 juta yang sudah dibayarkan kepada Yayasan Karsa Mandiripun harus dipertanggung- jawabkan secara pidana oleh Direktur PDAM dan Ketua Yayasan Karsa Mandiri,” tegas Petrus lagi.
Petrus mengingatkan jika tidak ditindaklanjuti oleh Polres Ende, maka satu-satunya jalan KPK harus mengambilalih penyidikan kasus gratifikasi tersebut, karena model penyidikan yang dilakukan oleh Kepolisian Polres Ende selama ini diduga bertujuan untuk melindungi pelaku korupsi yang sebenarnya. Bahkan berkategori Big Fish dengan melahirkan KKN baru. Karena sejak diterima gratifikasi dimaksud tidak ada satupun Anggota DPRD Ende sebagai penerima gratifikasi berinisiatif melaporkan penerimaan gratifikasi itu kepada KPK dalam 30 hari terhitung sejak tanggal 21 September 2015 hingga sekarang, sehingga sifat pidana korupsinya tidak hilang dan harus diproses lebih lanjut. (NAL/FDS/BEF).