KUPANG, BERITA FLORES — Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi NTT mengapresiasi “Jurnalisme Warga” sebagai program unggulan di Radio Manggarai 88,00FM.
Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) NTT, Maria Via Dolorosa Pabha Swan menjelaskan hal itu saat melaksanakan Evaluasi Uji Coba Siaran (EUCS) Radio Manggarai oleh Komisioner KPID NTT di Ruang Rapat Komisi I DPRD NTT di Kota Kupang pada Rabu, 20 Maret 2019.
“Saya sangat tertarik dengan program Jurnalisme Warga. Itu bagus sekali,” ujar Maria pada kesempaten tersebut.
Meski begitu, dirinya mempertanyakan upaya Radio Manggarai dalam melakukan filter informasi lansung dari warga. Dia pun mempertanyakan kesiapan RM untuk mengantisipasi atau menyaring kata-kata atau kejadian yang tidak diinginkan saat pendengar melaporkan peristiwa dalam program jurnalisme warga secara langsung di radio.
“Tapi, bagaimana cara (RM 88,00FM, red) memfilter informasi live dari warga. Katakanlah, tiba-tiba karena jengkel dengan pihak tertentu, pendengarnya maki-maki di radio, gimana itu?” kata Maria.
Selain itu, Koordinator Bidang Isi Siaran, Yeremias Pande turut mengajukan pertanyaan untuk mengatasi informasi hoax. Dia mengatakan, jurnalisme warga dalam bentuk live report juga bisa menjadi salah satu kesempatan oknum tertentu untuk menyebar hoax.
“Bagaimana kalau ada masyarakat menyebarkan berita bohong saat live report. Apakah bisa dipertanggungjawabkan?” tanya dia.
Menanggapi hal itu, Pemimpin Redaksi Radio Manggarai 88,00FM, Ino Jemadu menjelaskan, pihaknya mengakui ada kemungkinan terjadinya ujaran kasar atau makian serta kabar bohong. Oleh karena itu, dalam setiap siaran, penyiar wajib menyampaikan agar informasi jurnalisme warga harus sesuai dengan fakta dan dapat dipertanggungjawabkan.
“Dalam kondisi tertentu, tidak bisa dipungkiri muncul kata kasar dari pendengar. Bahkan menyampaikan kabar bohong,” kata Ino di hadapan KPID NTT.
Namun demikian, laporan langsung dari masyarakat ini sangat penting bagi masyarakat Manggarai yang masih memiliki keterbatasan media komunikasi. Misalnya, warga Manggarai Barat melaporkan longsor di Culu, warga dari tempat lain yang tidak memiliki Televisi, handphone canggih, dan signal internet bisa mendapatkan informasi lebih cepat.
“Kata-kata kasar ataupun hoaks bisa disebarkan melalui media apa saja. Tidak hanya di radio. Bahkan, di Televisi saja orang bisa buat hoax. Kemudian, bagaimana menyaring hal-hal tersebut? Pertama, Penyiar Radio Manggarai mengimbau kepada masyarakat agar menyampaikan informasi yang sesuai dengan fakta, dan dapat dipertanggungjawabkan, serta layak dikonsumsi publik. Kedua, masyarakat dihimbau agar sadar hukum, bahwa menyebarkan informasi bohong atau hoax, mengeluarkan kata-kata kasar, rasis, ataupun arasement adalah pelanggaran hukum. Melanggar UU ITE,” terang Ino menjawab sejumlah pertanyaan yang diajukan KPID NTT.
Berdasarkan ketentuan KPID, jelas Ino, bahwa Lembaga Penyiaran Publik ataupun Swasta wajib melaksanakan EUCS dan dilakukan selama enam bulan sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan izin penyiaran selama 5 tahun ke depan.
Hadir dalam kegiatan ini, enam Komisioner KPID NTT antara lain; Ketua KPID NTT, Eksi Edison Riwu, S.Pd; Wakil Ketua KPID, Maria Via Dolorosa Pabha Swan; Koordinator Bidang Kelembagaan, Onesimus Y.M Lauata, S.Pt; Koordinator Bidang Perizinan, Drs. Burhanudim Gesi,M.Hum; Koordinator Bidang Isi Siaran, Yeremias Pande, S.IP dan Anggota Bidang Isi Siaran, Logo A. Rudi Riwu Kaho, S.Sos.
Sementara dari Radio Manggarai diwakili Pemimpin Refaksi Ino Jemadu dan Staf Redaksi, Titin Dullah. Juga jajaran redaksi salah satu radio peserta EUCS dari Kabupaten Sabu Raijua yakni Radio Musafir Voice. (AN/NAL/BEF).