BORONG, BERITA FLORES- Hari itu sungguh melelahkan. Betapa tidak, badan terasa remuk usai melewati jalan berbatu dari cabang kampung Satar Teu menuju kampung Lengko Lolok. Maklum, ruas jalan menuju kampung ini masih jalan batu telford. Belum diaspal sama sekali. Apalagi dihotmiks. Hal itu mungkin mimpi indah bagi warga Lengko Lolok yang hingga kini belum terwujud.
Seusai bersepeda motor dari Reo melewati kampung Satar Teu menuju kampung Lengko Lolok dengan menaiki bukit terjal, kami pun tiba tepat pukul 11.30 di kampung yang terletak di atas bukit itu. Sesampai di kampung tua dan bersejarah itu, seperti biasa kami disuguhi kopi dan makan siang di rumah Yosualdus Jurdin (51). Kami disambut bak tamu istimewa di rumah itu.
Suasana di dalam rumah saat itu sangat cair. Sesekali kami bercanda usai makan siang bersama keluarga Yosualdus Jurdin. Sekitar tiga jam lamanya kami bercerita penuh akrab di rumah yang terletak di bagian kiri jika memasuki kampung tua itu. Usai lama bercerita, kami begegas menuju lokasi peternakan miliknya yang tak jauh dari kampung itu.
Hari semakin sore tepat pukul 16.00 waktu setempat, kami melakukan perjalanan dari kampung Lengko Lolok menuju lokasi Bea Mberong, tanah rata dengan luas ditaksir sekitar puluhan hektare tersebut terdapat di sebelah utara kampung tua dan bersejarah itu.
Saat itu, saya ditemani Isfridus Sota (54) dan Yosualdus Jurdin (51), warga kampung Lengko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur, NTT. Sebelum menuju lokasi Bea Mberong, kami menyusuri lokasi ternak sapi milik mereka yang terletak di sebelah timur tak jauh dari lokasi pemukiman mereka.
“Sebagian besar pendapatan kami di sini, dari hasil jual ternak sapi dan kambing, selain itu hasil tanaman jambu mete. Kami bisa menghidupi keluarga, dari hasil bertani dan beternak,” kata Isfridus kepada awak media pada Sabtu sore, 13 Juni 2020.
Usai menyambangi lokasi peternakan mereka, kami melanjutkan perjalanan menuju Bea Mberong dengan melintasi tanaman jambu mete milik Gabriel Hasan, tepat persis bersebelahan dengan lokasi Bea Mberong. Beruntung, saat itu kami bisa menemui Gabriel Hasan yang sedang berada di kebun jambu mete miliknya.
“Itu dia, lopo Gaba,” panggilan akrab Gabriel Hasan,” celetuk Isfridus saat menuntun kami dalam perjalanan.
Ratusan pohon jambu mete milik Gabriel Hasan membuat kami sangat kaget. Betapa tidak, ratusan pohon jambu mete ini tumbuh begitu subur di lahan seluas sekitar dua hektare lebih.
“Halo amang, selamat sore,” sapa kami saat mendekati Lopo Gaba. “Mai ga (Mari sudah),” kata Lopo Gaba menyambut penuh antusias saat kami hendak menemuinya di lokasi itu.
Sesaat kami menghampiri, Lopo Gaba sedang mengurusi ternak karena sehari sebelumnya dua ekor induk sapi miliknya baru saja melahirkan. Ternak sapi miliknya itu ia kandangkan di lokasi kebun jambu mete. Gabriel mengakui, dirinya khawatir dua ekor anak sapi yang baru saja melahirkan itu bisa digigit anjing bila tidak dimasuki ke dalam kandang. Luas kandang yang terbuat dari kayu dan bambu itu sekitar 3 kali 4 meter atau 12 meter persegi.
Kami pun berbincang-bincang bersamanya berbicara tentang kesepakatan harga jual per pohon jambu mete miliknya karena hendak dibeli investor tambang batu gamping PT Istindo Mitra Manggarai sebagai material pabrik semen, PT Semen Singa Merah NTT.
Gabriel mengaku, dirinya telah meminta ganti rugi yang wajar atas 150 pohon jambu mete di lahannya, yang biasa dipanen setiap tahun dengan hasil sebanyak satu setengah ton jambu mete.
“Perusahaan minta hanya Rp.500.000 saja per pohon, sedangkan saya minta satu tahun hasil panen satu ton setengah dikali dengan 60 tahun rencana eksploitasi tambang batu gamping. Harga jambu mete Rp.20.000 per kilogram, artinya 20 ribu dikali 1 ton setengah lalu dikali 60 tahun,” hitung Gabriel.
“Tetapi mereka bilang saya rugi kalau dijual begitu. Saya bilang, saya tidak mau seperti keinginan kalian itu,” tegas Gabriel.
Ia mengaku, selama ini, warga setempat menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian dan peternakan. Lahan yang subur menjadi andalan mereka dalam menghidupi keluarga secara turun temurun. Usai menemui Gabriel, kami melanjutkan perjalanan dan lansung menyusuri lahan rata Bea Mberong dengan luas sekitar puluhan hektare.
Sungguh Memesona
Bea Mberong, begitulah masyarakat di sana menyebutnya. Sebuah lokasi dengan penuh keindahan tersendiri. Udaranya yang segar dan panorama alamnya yang begitu memesona dan hamparan padang rumput hijau yang begitu luas, menjadi ciri khas padang rumput Bea Mberong, Lengko Lolok.
View hamparan Bea Mberong sungguh mengagumkan. Bahkan memanjakan mata kami sebagai para para petualang. Salah satu hewan ternak di Bea Mberong ini adalah sapi. Warga Lengko Lolok menyebutnya “piara japi wa Bea Mberong” (pelihara sapi atau ternak sapi di Bea Mberong).
Di lokasi ini, terdapat berbagai macam rumput liar sebagai pakan ternak sapi maupun kambing. Sungguh menakjubkan saat menyusuri lokasi ciptaan Tuhan ini, ternyata ada lahan rata di kampung Lengko Lolok dengan luas puluhan hektare lebih.
Di lokasi ini pulalah, kami menemukan beberapa tempat genangan air. Maklum, saat ini sedang memasuki musim penghujan.
Menurut Isfridus, lokasi ini merupakan harta karun yang sangat berharga salah satu lahan peninggalan sang tokoh pendiri kampung Lengko Lolok, Petrus Delo yang merupakan nenek moyang mereka.
“Manfaat lahan ini bisa membuat sawah tadahan dan tempat padang rumput sapi. Sementara air ini digunakan untuk air minum ternak sapi,” ujarnya.
Baca: Kisah Sukses Peternak Sapi di Lengko Lolok Lamba Leda
Ia mengaku, nenek moyang mereka sempat memelihara puluhan ekor kerbau dan lokasi Bea Mberong itulah yang dijadikan tempat beternak mereka selama puluhan tahun.
Berdasarkan pantauan kami di lokasi itu, setidaknya ada puluhan bahkan ratusan ekor sapi milik warga setempat diternakan di sana. Beberapa ekor saat itu sedang merumput di padang rumput terbesar di kampung itu.
Ayah empat anak itu menuturkan, lokasi Bea Mberong cukup banyak manfaatnya, karena selain dijadikan padang rumput ternak, juga bisa dimanfaatkan untuk mencetak sawah tadahan pada musim hujan.
Ia mengatakan, tidak semua warga kampung Lengko Lolok memiliki tanah di Bea Mberong, karena pembagian tanah di lokasi itu sudah sejak lama berlansung, saat Petrus Delo masih hidup.
Terancam Rusak
Lokasi Bea Mberong ini terus menggoda para investor karena memiliki kandungan mangan dan batu gamping. Bahkan di sana juga terdapat kandungan emas. Lokasi ini pun termasuk dalam penguasaan lahan seluas 599 hektare yang akan dieksploitasi untuk aktivitas penambangan batu gamping oleh PT Istindo Mitra Manggarai sebagai sumber material pabrik semen Luwuk, Desa Satar Punda oleh PT Semen Singah Merah NTT.
Isfridus menuturkan, dirinya mengaku sangat kesal dengan sikap sebagian warga kampung Lengko Lolok karena akan menyerahkan lahan ini kepada investor asing untuk dieksploitasi oleh perusahaan tambang batu gamping, PT Istindo Mitra Manggarai.
“Saya sangat sedih, kalau lahan ini diberikan ke perusahaan. Otomatis bisa rusak kalau digali atau dieksploitasi perusahaan tambang,” tutur Isfridus dengan mata berkaca-kaca.
Baca: Tambang Semen Ancam Kelestarian Karst hingga Krisis Air Pulau Flores
Daya Rusak Tambang
Berdasarkan pantauan Beritaflores.com pada Kamis sore, 16 April 2020 lalu sekitar pukul 17.00 waktu setempat, sejumlah lokasi sepanjang jalan menuju Lingko Neni, Serise dihiasi bekas penggalian tambang mangan. Baik di kiri maupun kanan jalan dipenuhi batu cadas, mulai dari batu berukuran kecil hingga batu berukuran besar. Lubang besar pun masih menganga di beberapa lokasi tanpa dilakukan reklamasi oleh perusahaan tambang mangan.
Kondisi terparah terdapat di Lingko Neni, Sirise bekas eksploitasi tambang milik PT Arumbai Mangan Bekti kini berubah nama menjadi PT Istindo Mitra Manggarai. Lokasi ini terdapat beberapa jurang yang cukup dalam akibat penggalian tambang mangan.
Bahkan, hingga saat ini tidak ditumbuhi rumput meski sudah memasuki musim hujan. Tampak juga bekas pos penjagaan petugas dan peralatan tambang bak kota mati dibiarkan begitu saja. Sungguh menyeramkan kondisi di lokasi bekas eksploitasi tambang mangan itu. (RONALD/TIM)