JAKARTA, BERITA FLORES-Tim Pembela Demokrasi Indobesia (TPDI) menilai proses hukum terhadap Aldo Febrianto lamban atau jalan di tempat. Aldo terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Propam Polda NTT pada 11 Desember 2017 lalu.
Hal itu ditegaskan Petrus Selestinus kepada wartawan melalui siaran pers Selasa, 1 Maret 2018.
“Kita tidak dapat menutupi kekecewaan publik NTT terhadap pelayanan keadilan oleh aparat penegak hukum di NTT,” ujar Petus.
Salah satu contoh kasus proses hukum yang lamban tersebut adalah Aldo Febrianto pelaku yang diduga melakukan pemerasan terhadap Yustinus Mahu Direktur PT. MMI.
“Ketika tertangkap tangan oleh Propam Polda NTT pada bulan Desember 2017 lalu ternyata adalah seorang Kasatreskrim Polres Manggarai Sdr. Iptu Aldo Febrianto,”
Meski pelaku terjaring OTT oleh Propam Polda NTT, namun perkembangam proses hukumnya baru sampai tahap penyelidikan pada hal peristiwa tangkap tangannya sudah terjadi 3 bulan lamanya.
“Maka sesungguhnya tidak ada yang perlu kita banggakan lagi dari peristiwa tertangkap tangannya Iptu Aldo Febrianto sebagai sebuah prestasi Polda NTT,” tegasnya.
Sebab menurut Petrus, ternyata ini tidak lebih dari sebuah proses pembodohan secara keji dari sejumlah oknum aparat Kepolisian mengatasnamakan Institusi terhormat negara ini yaitu Polri.
“Yang jati dirinya adalah melindungi, mengayomi, menegakan dan menertibkan demi kebaikan dan kemaslahatan masyarakat,” katanya.
Aldo Febrianto ternyata lebih beruntung dari Marianus Sae, karena meskipun sama-sama kena OTT tetapi (Aldo Febrianto) cenderung bebas dan kasusnya mengarah kepada jalan di tempat. Sedangkan Marianus Sae langsung ditahan dan diberi status tersangka.
Padahal lanjut Petrus, Hukum Acara yang menjadi acuan proses hukum kedua kasus tersebut sama yaitu KUHAP.
TPDI KRITIK KOMPOLNAS
Tak hanya mengkritisi proses hukum Aldo Febrianto di Polda NTT, TPDI juga mengkritisi lembaga Kompolnas (Komisi Kepolisian Nasional).
Kompolnas jelas dia adalah sebuah lembaga kepolisian nasional di Indonesia yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab pada Presiden Republik Indonesia.
Kompolnas harus menerima saran dan keluhan masyarakat mengenai kinerja kepolisian untuk diteruskan kepada kepada Presiden. Keluhan yang diterima Kompolnas adalah pengaduan masyarakat yang menyangkut penyalahgunaan wewenang, dugaan korupsi, pelayanan yang buruk, perlakuan diskriminasi, dan penggunaan diskresi kepolisian yang keliru.
“Kekecewaan kita juga terhadap kinerja Kompolnas yang tidak bisa mendorong Polda NTT agar segera memberi status yang jelas Aldo Febrianto terutama status tersangka,”
Sebab tutur dia, barang bukti saat OTT jelas ada dan disita, pelaku dan korban sama-sama mengakui kebenaran barang bukti, lalu mengapa Polda NTT tidak berani serta merta memberi status tersangka dan menahan Iptu Aldi Febrianto.
“Kompolnas bukanlah corong dan jubirnya Polda NTT sehingg hanya menjelaskan apa adanya,”
Pengaduan TPDI kepada Kompolnas bertujuan agar Kompolnas melaksanakan fungsinya sesuai UU yaitu antara lain menerima pengaduan masyarakat terkait penyalahgunaan wewenang aparat kepolisian dan melaporkan itu kepada Presiden.
“Jadi yang kita tunggu adalah bagaimana laporan Kompolnas ke Presiden tentang kinerja buruk Polda NTT khususnya pelayanan keadilan bagi rakyat dan mengapa penegakan hukumnya tumpul ke atas?,” tanya Petrus.
Advokat Peradi itu menyebut Polda NTT telah melakukan proses pembodohan tetapi ia yakin masyarakat NTT tidak lagi mau dibodohi dan akan terus melawan menuntut keadilan hukum. (NAL/BEF/BEF).