RUTENG, BERITA FLORES – Keterbatasan fisik bukan sebuah halangan bagi Fransiskus Gantu (39), seorang kaum disabilitas tuna daksa untuk terus berkarya. Sebab karya dan semangat mereka menjadi inspirasi bagi orang lain.
Tuna daksa adalah kondisi orang yang memiliki anggota tubuh tidak sempurna atau kerap disebut sebagai disabilitas fisik. Kondisi itulah yang dialami Fransiskus Gantu, warga Popor, RT.010/RW.005, Kelurahan Wae Belang, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) itu.
Frans begitu ia akrab disapa mengisahkan, dirinya mengalami keterbatasan fisik sejak tahun 1997. Kala itu ia masih berusia 14 tahun. Frans menuturkan, awalnya ia mengalami demam, tak lama berselang kaki kirinya hancur dan mulai melepuh.
Saat itu, ia bersama keluarganya pun berupaya melakukan pengobatan di Rumah Sakit St Rafael Cancar. Karena kondisinya semakin parah, sehingga kaki kirinya harus dilakukan amputasi.
”Saya menjalankan operasi pada tahun 1997 di Rumah Sakit St Rafael Cancar. Saat itu saya masih berumur 14 tahun,” ujarnya kepada wartawan belum lama ini.
Ia mengaku, saat lahir ia dalam kondisi normal. Kini, selain menjalankan rutinitasnya sebagai penjahit profesional, kini dirinya bergabung dengan Tim STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) Kecamatan Ruteng sejak Mei 2021 lalu. Ayah lima anak itu merasa senang dan bangga karena bisa bergabung dalam Tim STBM Kecamatan Ruteng.
“Awalnya saya ikut pertemuan membahas tentang kelompok disabilitas, lalu diajak oleh Provincial Coordinator Plan Indonesia untuk bergabung dalam Tim STBM Kecamatan,” jelas dia.
Suami dari Beatrix Leo itu mengaku bahwa, meskipun awalnya ia merasa ragu dengan ajakan Plan Indonesia untuk bergabung dalam Tim STBM, karena merasa memiliki keterbatasan fisik. Namun, saat itu pihak Plan Indonesia memberikan edukasi tentang kelompok disabilitas.
“Selama ini kami tidak pernah diundang dan dilibatkan dalam setiap kegiatan dan saat itu baru saya ikut pertemuan seperti ini. Oleh karena itu, saat diundang kami yang berkebutuhan khusus ini merasa bangga, karena bisa bergabung dengan mereka, lalu bisa bergabung dengan orang yang tidak memiliki hambatan atau non disabilitas,” imbuh dia.
Karena itu, dirinya merasa bangga sebab masih ada perhatian dari Yayasan Plan International Indonesia (YPII) maupun pemerintah. Bahkan baru-baru ini ia diundang untuk menggelar pertemuan dengan pihak pemerintah Provinsi NTT meskipun melalui zoom meeting. Ia mengaku, saat bergabung dalam Tim STBM, dirinya ditugaskan untuk mendata masyarakat mengenai pelaksanaan program STBM di Kecamatan Ruteng.
“Saat menjalankan aktivitas, saya menggunakan kaki palsu. Kami berharap ada perhatian khusus dari pemerintah khususnya pemerintah daerah Manggarai mengenai masa depan kami ini,” harap Frans.
Ia juga mengaku sangat antusias bergabung dalam Tim STBM karena selalu mengedukasi masyarakat tentang pola hidup sehat. Terutama berkomitmen melaksanakan program 5 pilar STBM di Kabupaten Manggarai, NTT antara lain: pertama, stop buang air besar sembarangan, kedua, cuci tangan pakai sabun di waktu penting seperti sebelum dan sesudah makan, setelah dari toilet, sebelum menyusui anak.
“Ketiga, pengolahan air minum dan makanan rebus air sebelum diminum dan tutup makanan agar terhindar dari lalat, keempat, pengelolaan sampah rumah tangga: memilah sampah daur ulang dan mengelolah sampah (dikumpulkan petugas kebersihan), kelima, pengelolaan limbah cair rumah tangga agar tidak mengotori lingkungan,” terang dia.
Terpisah, Field Officer Yayasan Plan International Indonesia, Andreas Wotan mengatakan, Fransiskus terlibat aktif dalam kegiatan monev STBM 5 pilar di Kelurahan Wae Belang, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai. Saat melaksanakan kegiatan, kata dia, sosok Frans merupakan seorang pekerja keras meski mengalami keterbatasan fisik.
“Om Frans melakukan monev hanya di rumah teman-teman disabilititas Kelurahan Wae Belang. Karya dan semangat mereka menjadi inspirasi bagi kita semua,” ujar Andreas.
Andreas menambahkan, selama ini teman-teman disabilitas di tingkat kecamatan dan desa jarang dilibatkan dalam berbagai kegiatan STBM. Karena itu, Plan Indonesia turut melibatkan teman-teman disabilitas dalam kegiatan STBM. Kini, setiap kegiatan kaum disabilitas selalu dilibatkan baik dalam kegaitan STBM tingkat kecamatan maupun tungkat desa.
“Maka sekarang mereka aktif dalam berbagai kegiatan STBM. Setelah mereka ikut kegiatan STBM, sehingga mereka semakin memahami pentingnya berperilaku hidup bersih dan sehat meskipun dengan keterbatasan mereka,” terang Andreas. (NAL/RED).