Ruteng, Beritaflores – Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, Kabupaten Manggarai, Wensiuslaus Sedan, buka suara perihal kasus dugaan kekerasan yang melibatkan guru dan siswa di Sekolah Dasar Inpres (SDI) Muwur, Kecamatan Rahong Utara.
Diketahui, insiden pada Selasa 18 Februari 2025 lalu itu belakangan memantik perhatian publik lantaran sikap brutal yang diduga telah dipertunjukan seorang guru bernama Aven Gandu terhadap Jefrianus Jelahu, salah satu siswanya yang masih duduk di bangku kelas IV.
Guru Aven yang kala itu tersulut emosi lantas disebut-sebut tega menganiaya Jefrianus menggunakan dua tangan hingga siswanya itu terkapar pingsan di dalam kelas.
Menanggapi itu, Wensiuslaus berkata jika pekan depan pihaknya telah mengagendakan pemanggilan terhadap kepala sekolah dan guru Aven untuk dimintai keterangan.
“Untuk nanti lebih jelas, maka agendanya kami hari senin memanggil kepala sekolah dan guru itu, supaya kita dapatkan informasi lebih lanjut”, kata Wensislaus merespon wawancara wartawan di ruang kerjanya pada Jumat 21 Februari.
Wartawan kemudian menyinggung soal hasil visum Jefrianus sebagai imbas dari kejadian kala itu, Wensiuslaus menjawab jika belum mengetahuinya.
“Kami tidak tau soal itu, kecuali hasil visumnya diberi tembusan kepada kami, mungkin kami bisa beri komentar. Lebih baik untuk hasil visum ditanyakan langsung kepada pihak yang bersangkutan”, ucapnya.
Kekerasan Terhadap Anak di Lingkungan Sekolah Tidak Dapat Dibenarkan
Walau demikian, Wensiuslaus menengaskan jika tindakan kekerasan bentuk apapun terhadap anak di lingkungan sekolah sangat tidak dapat dibenarkan.
Dikatakan, tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru terhadap siswa merupakan bentuk pelanggaran hukum sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak dan Perempuan.
Karenanya, kata Wensiuslaus, jika suatu tindakan dianggap sebagai kekerasan dan merugikan pihak tertentu, maka aparat penegak hukum yang punya wewenang dalam memastikan apakah itu benar-benar tindakan kekerasan.
“Saya sebagai kepala Dinas Pendidikan tentu mengutuk keras kalau betul kejadian itu, betul seorang guru, katakanlah melakukan tindakan kekerasan”, tegasnya.
Sebelumnya juga, terang dia, Dinas PPO pernah mengeluarkan surat edaran kepada satuan pendidikan di wilayah Kabupaten Manggarai untuk melarang segala bentuk kekerasan, baik fisik, verbal maupun perundungan terhadap siswa.
“Artinya, ini mesti menjadi rujukan semua sekolah, semua bapak dan ibu guru untuk mereka hadir di sekolah sebagai pelindung untuk anak, hadir untuk betul memberikan pendidikan yang baik terhadap peserta didik, generasi cerdas bangsa kita”, serunya.
Diwawancara terpisah, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Manggarai, Yohanes Don Bosko, saat dimintai tanggapan mengenai kasus itu mengaku belum mengetahui detail peristiwa yang terjadi.
Walau demikian, Yohanes berkata sudah meminta ketua PGRI Cabang agar mencari informasi detail untuk kemudian dilakukan pertemuan secepatnya dengan pengurus PGRI.
“Saya tidak mengetahui kejadian tersebut. Kalaupun ada pemberitaan mengenai kejadian tersebut, tetapi tidak pernah disampaikan ke cabang ataupun ke saya”, timpal Yohanes.
“Secepatnya, kami akan menggelar rapat bersama dengan pengurus PGRI termasuk PGRI Cabang guna membahas persoalan tersebut,” Sambungnya.
Sebagaimana diwartakan Beritaflores edisi Rabu 19 Februari, Kalistus G. Mulia, selaku salah satu pihak keluarga Jefrianus menginformasikan adanya dugaan tindak kekerasan yang dilakukan guru Aven terhadap Jefrianus.
Aksi kekerasan itu disebutnya buntut dari keributan para siswa di dalam kelas saat jam pelajaran kosong alias tidak ada kegiatan belajar mengajar oleh guru.
Guru Aven yang tersulut emosi atas keributan siswa itu lalu meninju korban di area pelipis kanan dan kiri hingga jatuh tak sadarkan diri di dalam kelas.
Parahnya lagi, meski mengetahui korban jatuh terkapar, sang guru brutal ini enggan perduli. Ia lalu pergi tanpa beban, meninggalkan korban begitu saja.
“Awalnya semua siswa ribut di kelas karena tidak ada pelajaran, guru tidak masuk ke kelas. Namun, saat pak guru Aven Gandu datang dan menanyakan siapa yang ribut di kelas, teman korban melaporkan bahwa si korban yang ribut”, kata Kalistus meniru pengakuan korban Jefrianus.
Usai kejadian, lanjut Kalistus, Korban kemudian dibawa ke ruangan kantor sekolah oleh beberapa rekan guru Aven dengan meminta bantuan dari petugas kesehatan untuk mengecek kondisi korban.
Ada Retak Halus di Kepala
Terbaru, kasus tersebut telah masuk ke meja SPKT Kepolisian Resort Manggarai lantaran merujuk kepada delik hukum.
Dalam laporan pengaduan yang dilayangkan, pihak keluarga Jefrianus menyertakan hasil visum Jefrianus, dampak kekerasan fisik yang dialami.
Menyitir VIVA.co.id, bahwa sehari setelah kejadian, Jefrianus baru dibawa ke Rumah Sakit (RS) Ruteng untuk menjalani pemeriksaan karena mengalami pusing yang hebat dan susah tidur.
Hasil rontgen menunjukkan, Jefrianus mengalami trauma kranium akibat retak halus pada bagian kepala sehingga dianjurkan untuk CT Scan wajah lagi.
Dalam surat keterangan hasil pemeriksaan radiologi RSUD Ruteng yang dilihat VIVA, tertulis beberapa keterangan medis di mana terdapat suspek garis faktur hairline di Os Zygoma kiri dengan penebalan jaringan di sekitarnya.
Sehingga dokter bedah menyarankan anak korban mesti menjalani pemeriksaan CT Scan wajah rekonstruksi 3D non kontras. (**)
Laporan: Yondri Ngajang
Editor: Andy Paju