Oleh: Yonas Nebho
Pakem Pemikiran Tentang Perempuan
Posisi perempuan dalam sistem sosial merupakan salah satu topik yang menarik untuk dikaji. Posisi yang dimaksudkan adalah kedudukan dalam sistem sosial yang menerangkan keterlibatan dan atau keberpihakan perempuan dalam memengaruhi terciptanya perubahan-perubahan sosial. Landasan keterlibatan perempuan dalam sistem sosial memang belum terlalu dimunculkan. Keterlibatan perempuan selalu dikaitkan dengan keberadaan perempuan secara fungsional.
Secara antropologis, masyarakat kebanyakan mengamini bahwa fungsi perempuan berbeda dengan laki-laki baik secara fisik maupun pisikisnya. Misalnya, perempuan berfungsi untuk melahirkan, menyusui, merawat dan mengurus rumah tangga. Fungsi perempuan ini memang menjadi fungsi nyata. Dalam kehidupan masyarakat, perempuan sering dilihat sebagai makhluk yang lemah, lembut, sensitif, dan melankolis. Pandangan seperti ini adalah fondasi bagi ketakterlibatan perempuan dalam berbagai aspek, terutama dalam sistem sosial yang kemudian berpengaruh pada minimnya upaya menciptakan kesejateraan sosial.
Membaca Peluang Perempuan
Kecenderungan melihat perempuan dari segi fungsional tidak dilakukan oleh semua lapisan masyarakat. Di perkotaan pembagian fungsi dan peran perempuan dan laki-laki tidak lagi didasari atas pembagian kerja secara seksual. Kondisi ini terjadi karena perkembangan akan pengetahuan dan kemajuan teknologi yang tidak lagi memandang perempuan terbatas pada sektor domestik semata serta tuntutan emansipasi dan kesetaraan gender oleh kaum permpuan terhadap dominasi kaum laki-laki. Hal ini mendorong perempuan untuk berani dan terbuka berperan di luar rumah.
Di samping itu kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia di perkotaan dimana kota tidak mampu menyediakan lapangan kerja yang dapat menampung para pencari kerja untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Sehingga pada akhirnya, mereka (baik itu laki-laki maupun perempuan) memilih pekerjaan sendiri di sektor informal. Sektor informal di sini maksudnya lahan yang selama ini banyak digarap oleh kaum perempuan sebagai tempat aktivitasnya.
Saat ini, kita dapat menyakisakan bahwa cukup banyak perempuan yang terlibat aktif dalam sistem pengambil kebijakan. Selain karena tuntutan ekonomi keluarga juga karena tuntutan sosial yang mendorong kaum permpuan untuk ikut serta berperan aktif dalam mengatasi berbagai permasalahan sosial. Kenyataan ini adalah peluang besar bagi perempuan untuk sepenuhnya terlibat dalam upaya mencapai kesejataeraan sosial itu sendiri.
Perempuan Sebagai “Rumah” Kesejahteraan Sosial
Dominasi laki-laki terhadap permpuan adalah realita yang hidup hampir di setiap elemen masyarakat. Arah pemikiran kita setidaknya linear dengan kenyataan tersebut, lebih-lebih jika melihat ruang keterlibatan perempuan yang begitu sempit. Pada titik ini, dengan kembali merujuk pada pakem pemikiran mengenai perempuan dan peluang perempuan di atas, maka saya sendiri percaya bahwa perempuan sesungguhnya memiliki beragam potensi untuk terlibat aktif dalam sistem sosial yang menjamin kesejateraan sosial.
Permasalahan sosial sangat beragam seperti ketimpangan kehidupan, kemiskinan, ketidaksetaraan, ketidakbebasan berpendapat, kekerasan, dan lain sebagainya. Permasalahan-permasalahan ini kerap dijumpai dalam kehidupan kita. Maka, kesejataeraan sosial adalah situasi yang lepas dari permasalahan-permasalahan tersebut. Dalam GBHN (Garis Besar Haluan Negara), semua lapisan masyarakat bertanggungjawab menciptakan kesejateraan sosial dengan meretas permasalahn-permasalah sosial yang ada. Dalam konteks ini, kehadiran perempuan sebagai salah satu dari lapisan masyarakat sangat dibutuhkan. Perempuan perlu mengafirmasi keberpihakan, saling mendukung, mencari dukungan mereka sendiri untuk mengekesekusi niatnya.
Menurut saya, langkah substansial yang harus dilakukan perempuan adalah menolak pakem pemikiran mengenai fungsi mereka dan membaca serta meraih peluang keterlibatan mereka di masyarakat. Jika mereka lepas dari pemikiran ini, maka perempuan akan mendapatkan ruang yang luas untuk peduli dan mengatasi permasalah-permasalahan sosial yang ada. Selebihnya, untuk mendukung langkah tersebut, saya menambahkan dan memperkuat fondasi keterlibatan perempuan dengan beberapa usulan.
Pertama, menjadi agen perubahan sosial. Dalam banyak kasus, setiap masyarakat memang perlu mendedikasikan dirinya sebagai agen perubahan sosial. Pemikiran dan aktivitas yang menjadi terobosnya harus mampu menjawab penyelesain persoalan-persoalan sosial. Membaca kenyataan ini, saya mengamini jika perempuan di banyak tempat kemudian memberikan dirinya sebagai agen perubahan sosial tersebut. Menjadi agen perubahan sosial adalah menjadi agen bagi terciptanya kesejateraan sosial, menjauhkan masyarakat dari berbagai bentuk ketimpangan kehidupan.
Dalam frame ini, saya melihat bahwa perempuan adalah rumah bagi kesejateraan sosial. Ketika memutuskan untuk menjadi agen perubahan sosial, maka dengan sendirinya ia menjadi rumah bagi mereka yang mengalami persoalan sosial. Perempuan adalah rumah bagi kehidupan, bukan hanya untuk pulang melainkan juga untuk tinggal. Dalam rumah yang adalah perempuan tersebut, setiap orang akan mendapatkan perhatian, cinta kasih, dan dukungan sehingga mereka menemukan arti kehidupan serta kebahagiaan.
Kedua, mendiskursuskan perasaan. Usaha mendiskursuskan perasaan tercipta dari kehendek untuk menalarkan rasa yang dirasakan. Pakem pemikiran tentang perempuan tentu saja sangat menganggu dan memperkecil perasaan berpihak pada perempuan. Oleh karena itu, sembari menolak pakem tersebut maka perempuan harus mampu menalarkan perasaannya. Ia adalah makhluk yang kuat, pribadi yang tegas, dan mampu berpikir kritis menciptakan solusi untuk persoalan sosial. Perempuan adalah rumah yang mampu menalarkan perasaan sehingga ia bukan hanya menjadi tempat tinggal melainkan juga tempat di mana banyak orang menemukan jalan keluar bagi persoalan-persoalannya.
Ketiga, merehabilitasi masalah-masalah sosial dengan melibatkan diri pada ruang publik (sistem sosial). Perempuan sudah memiliki peluang dan telah saya pahami sebagai “rumah”. Oleh karena itu, seyogyanya dapat memperkuat keinginan perempuan untuk terlibat dan melibatkan diri dalam sistem kebijakan publik yang berfungsi sebagai pengambil kebijakan. Melibatkan diri dalam ruang publik memang tidak mudah. Namun, dengan adanya niat baik, maka dengan sendirinya para perempuan mengusahakan inisiatifnya tersebut. Keterlibatan perempuan dalam ruang publik (sistem) adalah upaya merehabilitasi masalah-masalah sosial. Merehabilitasi masalah sosial adalah menciptakan ruang bagi terciptanya solusi (formulasi strategis) bagi setiap persoalan sosial tersebut dan kemudian diikuti dengan implementasi strategis.
Ketiga aspek ini adalah rekomendasi bagi kaum perempuan. Menurut saya, integritas kaum perempuan perlu dibangun berdasarkan pola pemikiran ini tanpa menghilangkan dampak positif yang diberikan perempuan selama ini dalam berbagai aspek kehidupan bersama.
Penulis merupakan anggota Kelompok Studi Tentang Desa (KESA)