Oleh: Vincent Fendi
“Keinginan hidup bahagia dan bermakna merupakan impian setiap orang”
Segala usaha dan aktivitas dari siapa pun selalu mengarah ke tempat kebahagian itu. Kesuksesan dan kebahagian itu menjadi kebutuhan semua orang. Namun demikian, usaha untuk mencapai kesuksesan dan kebahagian itu membutuhkan skill, baik pengetahuan tentang diri maupun tentang lingkungan di luar diri kita, agar kita dapat menjawab kesemuanya dalam segala usaha yang dilakukan.
Dalam segala usaha-usaha yang kita lakukan, kadang kita tidak mengetahui bagaimana kita keluar dari suatu situasi yang menghampiri permasalahan hidup kita, terutama di saat hidup kita penuh dengan penderitaan (Sufering). Kepasrahan dan keputusasahan pasti selalu menghampiri kita. Diri kita seolah berada di dasar jurang. Kesuksesan dan kebahagian seolah jauh di atas puncak Gunung, diri kita hanya membayangkan seandainya kita punya sayap seperti puisi burung merak Ws. Rendra yang tinggal mengepakkan sayap untuk terbang menuju puncak kebahagiaan itu, tapi itu hanya khayalan, hidup kita tetap dalam penderitaan (Sufering).
Dalam Penderitaan itu, hidup kita seolah tanpa makna (Meaningleslife). Di saat kita menyadari, hidup kita tidak ada makna atau berarti lagi, berbagai persoalan lain muncul, seperti bunuh diri, dan sebagainya. Ini disebabkan karena harapan akan adanya kesuksesan, kebahagian tidak ada, sehingga menganggap hidupnya sudah tidak bermakna, maka jalan pintas sering kali diambil.
Peristiwa bunuh diri yang terus terjadi di Manggarai Raya akhir-akhir ini menjadi alarm bagi kita semua, bahwa apa yang menyebabkan peristiwa bunuh diri tersebut. Apakah benar para korban sedang hidup dalam penderitaan sehingga hidupnya menjadi tidak bermakna? Jika benar demikian, siapa yang bertanggung jawab atas persoalan tersebut ?
Untuk keluar dari situasi hidup tanpa makna (Meaningleslife), peran pemerintah daerah (pemda), lembaga pendidikan, tokoh Agama, lembaga swadaya masyarakat (LSM), tokoh masyarakat dan kita semua sangat diperlukan. Berbagai hal harus digalakkan bersama seperti kegiatan seminar terbuka, pelatihan-pelatihan keterampilan lainya serta kepedulian terhadap orang-orang di lingkungan sekitar kita. Usaha ini semuanya merupakan usaha untuk peningkatan kualitas manusia (Human Quality) dan pengubahan sikap (Changing Attitude) dalam rangka usaha bersama untuk mengentaskan hidup dari penderitaan yang bermuara pada hidup tanpa makna.
Berbagai Seminar dan pelatihan-pelatihan keterampilan di berbagai level masyarakat dapat membantu kita semua untuk dapat menemukan makna (Finding Meaning) dalam penderitaan yang pernah kita alami; usaha peningkatan kualitas manusia dan perubahan sikap, baik yang dilakukan dari dalam diri maupun dorongan dari luar merupakan satu kesatuan pola pengentasan permasalahan yang harus dilakukan.
Namun penemuan makna (Finding Meaning) yang kita peroleh dari usaha – usaha yang kita lakukan itu dapat menjadi tidak begitu arti atau seonggokan emas yang berubah jadi sampah apabila kita tidak memenuhi makna yang telah diperoleh (Fulfiling Meaning). Maka dengan demikian, segala usaha yang diperoleh baik pengetahuan dari dalam diri maupun pengetahuan dari luar diri harus diterapkan agar hidup kita menjadi bermakna (Meaning Full Life Happiness).
*Penulis merupakan putra asal Kabupaten Manggarai Timur kini berdomisili di Jakarta*