LABUAN BAJO, BERITA FLORES –
Kisruh tanah adat di Lengkong Warang, Desa Tanjung Boleng, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) telah memasuki tahap penyidikan dengan menetapkan terlapor Gabriel Jahang sebagai tersangka pengancaman dan penyerobotan tanah oleh Polres Mabar, pada 16 September 2025.
Polres Mabar Telah Bertindak Profesional
Melansir berita Suara Nusantara pada 19 September 2025 dengan judul “Lengkong Warang Memanas, Ulayat Mbehal Ajukan Perlindungan Hukum ke Polda NTT” adalah upaya ‘kambing hitam’ dengan mengabaikan subtansi proses hukum yang berlangsung di Polres Mabar.
“Ini namanya cengeng (merujuk ke Bona Abunawan yang mengklaim diri sebagai pemangku ulayat Mbehal). Kok cari perlindungan hukum ke Polda dengan tujuan mengkambing-hitamkan Polres Mabar. Ya, nggak fear-lah,” ujar Praktisi Hukum Benediktus Janur ketika dimintai pendapat atas pengajuan perlindungan hukum ulayat Mbehal tersebut, di Labuan Bajo, Sabtu 20 September 2025.
Menurut pria yang biasa disapa Bene ini, upaya ulayat Mbehal mencari perlindungan hukum ke Polda akan memposisikan Polres Mabar sebagai pihak yang disalahkan dan tidak bertanggung jawab dalam proses penyelidikan laporan pengancaman tersangka Gabriel Jahang.
“Jadinya diluar konteks. Hal paling netral untuk dihadapi saat ini adalah dengan mengikuti proses sesuai standartnya,” katanya.
Bene berkata, upaya yang ditempuh oleh ulayat Mbehal itu pada akhirnya akan sia-sia karena diluar kaidah hukum acara peradilan.
“Kalau boleh saya berpendapat, karena sudah ada penetapan tersangka; silahkan tempuh jalur yang sebenarnya yaitu upaya praperadilan,” ucapnya.
Penasihat Hukum Belasius Panda sebagai pelapor, Petrus Pice justru apresiasi kepada Polres Mabar karena telah bertindak profesional dalam menangani laporan dugaan pengancaman dan penyerobotan tersebut yang terjadi pada 18 Juni 2025 lalu.
“Bahwa penyidik tentu punya dasar hukum yang sangat kuat untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka yaitu telah memiliki minimum dua alat bukti,” ujarnya.
Pice berkata, sejauh dirinya mendampingi pelapor Belasius Panda, dalam hal ini Polres Mabar sama sekali tidak menemukan adanya kejanggalan dan upaya kriminalisasi yang dituduhkan oleh Bona Abunawan dan LSM Ilmu pimpinan Doni Parera.
“Ini bentuk kepanikan karena sudah ada tersangka. Ya, bisa jadi mereka (Bona Abunawan dan LSM Ilmu) terusik,” katanya.
Lebih lanjut dia berkata, semua saluran hukum telah tersedia bagi yang berhak jika ada keberatan dalam penetapan tersangka.
“Silakan buktikan secara hukum apakah penetapan tersangka tersebut berdasarkan bukti atau sewenang wenang. Silakan mereka yang merasa keberatan buktikan secara hukum sesuai mekanisme yang telah diatur dalam hukum acara,” tandasnya.
Pice menegaskan, Polres Mabar telah menegakkan hukum sesuai hukum untuk memberikan kepastian hukum bagi para pihak khususnya pihak pelapor yang merasa dirugikan atas tindakan pengancaman dan menghalang-halangi upaya ulayat Rareng untuk menggarap tanah milik mereka.
Memohon perlindungan hukum ulayat Mbehal ke Polda, menurut Pice sah-sah saja. Namun jangan sampai mengaburkan subtansi proses hukum yang sedang berlangsung di Polres Mabar.
“Dan kami pun akan mengirimi surat ke Polda NTT dan Mabes Polri bahwa apa yang dilakukan oleh Polres Manggarai Barat in casu Reskrim sudah tepat,” katanya.
Pice juga menanggapi berita sebelumnya di Suara Nusantara, bahwa dirinya selaku kuasa hukum ulayat Rareng dituding oleh Doni Parera telah melampaui kewenangan penyidik dalam mempublis penetapan tersangka Gabriel Jahang.
“Saya mau mengatakan bahwa pihak terlapor tidak paham dan kurang mengeri kerja Advokat. Sok bicara etik, emang tau apa kau bicara etik. Sekolah dibawah pohon aja sok ngomong kode etik terhadap advokat yang sedang menjalankan tugas profesi. Silahkan persoalkan. Saya dalam menjalankan tugas profesi sangat menjunjung tinggi moralitas dan kejujuran. Saya 25 tahun di gerakan tepatnya di PRD (partai rakyat demokratik). Siang dan malam hidup saya hanya untuk membantu dan mengadvokasi masalah buruh pabrik, petani dan kaum miskin kota. Saya keluar masuk penjara karena bela petani, buruh dan masyarakat miskin lainnya,” katanya.
“Jadi jangan sok mengajari saya soal keberpihakan. Saya dalam menjalankan tugas profesi tidak pernah menggunakan cara-cara yang tidak benar. Saya murni bertarung argumen, bukti dan pengalaman selama menjadi aktivis,” sambungnya.
Sebagai diberitakan sebelumnya, kisruh tanah adat Lengkong Warang diklaim dan dijadikan rebutan oleh kedua masyarakat hukum adat; antara ulayat Rareng dengan ulayat Mbehal yang berujung pada laporan pidana di Polres Mabar. Laporan pidana dilayangkan oleh Tua Golo Rareng Belasius Panda dengan dugaan pidana pengancaman dan penyerobotan. Selanjutnya Polres Mabar telah menetapkan Gabriel Jahang sebagai tersangka.**
Laporan bersama: Adrianus Paju dan FS






