LABUAN BAJO, BERITA FLORES – Konflik tanah adat (agraria) di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat dan sekitarnya terus mencuat.
Terbaru, konflik tanah adat ini menyeret salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bernama Ilmu.
LSM yang dipimpin seseorang bernama Doni Parera ini dituding menjadi biang kerok oleh Tua Golo Rareng, Belasius Panda.
Bagi Panda, tudingan yang sengaja dialamatkan kepada LSM Ilmu ini bukan tanpa alasan.
Dugaannya, Doni Parera selaku pimpinan LSM Ilmu bersama seorang lainnya bernama Bona Abunawan telah mengklaim sembarangan mengenai tanah ulayat Rareng yang ada di Lengkong Warang.
Musababnya, terang Panda, setiap kali persoalan tanah ulayat Rareng yang ada di Lengkong Warang selalu muncul LSM Ilmu.
LSM Ilmu pimpinan Doni Parera ini, kata Panda, muncul bak pahlawan di siang bolong ‘membela’ Bona Abunawan. Panda lalu menyebut jika ada yang bermain api dibalik itu.
Selain itu, sebut Panda, LSM Ilmu juga turut terlibat dalam kisruh hak ulayat Terlaing yang ada di Lingko Nerot dan Lingko Bale.
“Aneh. Orang ini (merujuk LSM Ilmu Pimpinan Doni Parera) yang tidak ada sangkut-pautnya dengan ulayat kami, kok bikin statement pecah belah,” ujar Panda saat berbicara dengan Beritaflores pada Kamis 18 September.
“Apa tujuan LSM Ilmu campur tangan urusan ulayat Rareng? Ini ulayat kami, bukan ulayat Mbehal yang diklaim Bona dan tidak ada urusan dengan Doni Parera,” Sambungnya menanyakan.
Panda juga dengan tegas mengingatkan jika Gendang Rareng tidak akan pantang surut terhadap bentuk klaim Bona Abunawan yang “diback up” LSM Ilmu atas Lengkong Warang.
“Sampai titik darah penghabisan kami tetap mempertahankannya. Karena itu tanah leluhur kami,” tegasnya.
Klarifikasi Laporan dan Penetapan Tersangka
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, laporan polisi dengan nomor LP/B/113/ VII/ 2025/ SPKT/ Polres Mabar, Senin 14 Juli 2025 lalu sudah pada tahap dari penyelidikan ke penyidikan.
Berdasarkan informasi yang diperoleh media belum lama ini, penyidik Polres Mabar telah diterbitkan SP2HP (surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan) dengan nomor SP2HP/320/IX/Res.1.24/2025/Sat Reskrim, 9 September 2025 dan Gabriel Johang ditetapkan sebagai tersangka.
Sementara disisi lain, tokoh muda Gendang Rareng, Mersi Mance dilaporkan ke Polres Mabar dengan nomor LP/B/141/IX/2025/Res Mabar, pada 2 September 2025.
Berkaitan laporan atas dirinya, Mersi Mance siap dengan segala konsekuensi.
“Saya siap diperiksa. Bahkan saya dipenjara jika terbukti saya salah demi mempertahankan ulayat leluhur kami,” tuturnya.
Sementara Mersi Mance membantah tuduhan yang dilaporkan Karel Ngotom dan mengklarifikasi beberapa hal.
Mersi berkata, pada 18 Juni 2025, sebelum masuk lokasi lengkong Warang dirinya dan seluruh warga ulayat Gendang Rareng langsung dihadang oleh kelompok Bonaventura Abunawan, dibawah pimpinan Gabriel Johang.
“Kami dihadang sekitar 200 meter sebelum masuk ke arah timur Lengkong Warang dengan gaya arogan dan premanisme. Namun mobil yang kami tumpangi tetap memaksa masuk ke lokasi yang dituju yaitu Lengkong Warang. Gebi (Gabriel Johang) dan kelompoknya membuntuti kami”, bebernya.
Diterangkan, setiba di Lengkong Warang warga ulayat Rareng turun dari mobil sedangkan Gebi masih mengomel.
Pada saat itu, jelas dia, Gabriel Johang sedang menenteng parang panjang dan sebilah kayu di tangan kirinya dan mengeluarkan kata-kata: “kalau kamu bagi ini tanah, kita baku bunuh dan tumpah darah disini“, serta mengatakannya berulang kali.
“Jadi, saya tidak pernah bertatapan muka secara langsung dg saudara Karolus Ngatom, sebagai pelapor apalagi berbicara dengannya, kecuali saudara Gebi,” kata Mersi.
“Tidak benar yang dituduhkan kepada saya bahwa pada saat itu, saya membawa tombak. Yang saya bawa itu, kayu bukan tombak. Benar, bahwa kami semua membawa parang, karena kami mau bagi tanah dan mau berkebun. Masa kami mau berkebun, lalu kami membawa sendok dan garpu. Kan itu lucu,” sambungnya.
Mersi juga menyebut, tidak boleh membalikkan fakta yang sesungguhnya karena Kebenaran tetaplah kebenaran.
“Dan ingat, satu jengkal pun tanah kami tidak akan dibiarkan untuk dirampok oleh perampok , mafia dan pembohong besar. Yang suka ngarang cerita palsu,” tandasnya.
Ia juga mempertanyakan kapasitas Doni Parera sebagai orang LSM yang suka menebar narasi provokatif tentang ulayat atau tanah adat Gendang Rareng.
“Saya patut bertanya kepada si Doni ini. Siapa sih Doni Parera ini. Orang asing bagi kami orang Rareng. Saya tidak yakin bahwa si Doni ini orang Manggarai. Bicara seenaknya saja. Seolah-olah dia orang Mbehal. Setiap kali ada persoalan hukum yang dilakukan oleh kelompoknya Bonaventura Abunawan, maka Doni Parera muncul bak pahlawan disiang bolong. Hadir sebagai pembela, dan berkoar-koar di media,” tuturnya.
Mersi juga mengingatkan Doni Parera yang menuding Polres Mabar mengkriminalisasi warga adat Mbehal agar hati-hati dalam menyampaikan sesuatu yang belum tentu fakta.
“Saya tahu maksud si Doni itu yaitu memengaruhi pihak penegak hukum, agar pelaku dibebaskan dari jeratan hukum. Doni mengaku sebagai pimpinan dari LSM ilmu. Itu LSM sampah dan tidak jelas,” katanya.
Terkait tudingan dua tokoh adat Gendang Rareng tersebut, Doni Parera selaku pimpinan LSM Ilmu saat dikonfirmasi via saluran WhatsApp pribadinya irit bicara.
Ia lantas menyebut jika kometar kedua tokoh adat itu ngawur lantaran tidak mengerti soal sehingga disebutnya dungu.
“Saya enggan berkomentar banyak. Karena dari penilaian mereka terhadap kami, saya pahami ini dua dungu yang tidak mengerti soal. Mereka tidak mampu cermati dengan jernih apa yang kami kerjakan, sehingga komentarnya ngawur. LSM Ilmu tidak terpengaruh dengan itu. Kami abaikan orang dungu. Tetap pada komitmen kami pada lingkungan hidup, advokasi masalah2 sosial, dan selalu bersama yang lemah, terpinggirkan, kelaparan dan butuh pendampingan,” singkatnya.**
Laporan: Adrianus Paju dan FS






