RUTENG, BERITA FLORES— Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Nusa Komodo mendesak Mahkamah Agung (MA) untuk mencopot Ketua Pengadilan dan para hakim Pengadilan Negeri (PN) Ruteng, Nusa Tenggara Timur.
Seruan itu muncul menyusul dugaan pelanggaran kode etik dalam penanganan perkara perdata yang dinilai bertentangan dengan prinsip keadilan serta hukum adat yang berlaku di wilayah Manggarai.
Dalam aksi demonstrasi yang digelar di depan Kantor PN Ruteng pada Senin (5/5/2025) pagi, Ketua LBH Nusa Komodo, Marsel Nagus Ahang, S.H., menyampaikan tuntutan tersebut secara terbuka di hadapan publik.
Unjuk rasa itu merupakan bentuk protes atas putusan PN Ruteng dalam perkara Nomor 42/Pdt.G/2024/PN.Rtg tertanggal 29 April 2025, yang dalam amar putusannya menolak eksepsi tergugat.
Ia menyoroti bahwa putusan tersebut tidak konsisten dan justru bertolak belakang dengan putusan sebelumnya dalam perkara Nomor 11/Pdt.P/2024/PN.Rtg.
“Putusan yang saling bertentangan ini menunjukkan lemahnya integritas dalam proses pengambilan keputusan hukum”, ujarnya dengan nada kecewa.
Tidak hanya Mahkamah Agung, LBH Nusa Komodo juga mendesak Komisi Yudisial agar segera turun tangan memeriksa para hakim yang terlibat dalam penanganan perkara tersebut.
Di sisi lain, ia menegaskan bahwa putusan PN Ruteng telah mencederai prinsip-prinsip keadilan, kejujuran, kemandirian, integritas, serta profesionalisme yang seharusnya dijunjung tinggi oleh hakim.
Lebih lanjut, LBH Nusa Komodo menyampaikan keberatan atas sikap pengadilan yang dinilai mengabaikan nilai-nilai hukum adat Manggarai, terutama terkait pewarisan tanah dan rumah adat kepada keturunan laki-laki dalam sistem hukum adat Gendang Tenda.
Masih dalam pernyataannya, Marsel menekankan bahwa PN Ruteng telah mengesampingkan fakta penting dari putusan sebelumnya yang menyatakan tergugat, Viktoria Patiati De Wanggut, tidak memiliki hubungan keperdataan dengan Maksimus Wanggut. Namun anehnya, dalam putusan terbaru, justru penggugat dibebankan biaya perkara sebesar Rp 1.150.000.
Atas dasar tersebut, ia menilai putusan ini mengindikasikan keberpihakan kepada tergugat.
“Situasi ini kami anggap sebagai upaya untuk tetap memberikan ruang kepada tergugat guna menguasai tanah sengketa”, imbuhnya.
Menutup pernyataannya, Marsel menyampaikan pesimismenya terhadap upaya hukum lanjutan yang akan ditempuh.
“Meskipun banding dilakukan, kami yakin hasilnya tidak akan berubah karena arah keputusan hakim sudah jelas sejak awal”, pungkasnya.
Penulis : Yondri Ngajang