BORONG, BERITAFLORES – Kepala desa Golo Ros, Kecamatan Rana Mese, Manggarai Timur, Herman Jegaut, menuding warga desanya sendiri sebagai sumber perusak proyek air minum desa itu.
Tudingan Herman terhadap warga desanya ini sebagai bentuk respon atas keluhan warga soal masalah tidak adanya aliran air minum bersih pada jaringan perpipaan proyek.
Herman lalu mengklaim kualitas proyek Pamsimas dan proyek desa sama sekali tidak bermasalah, tetapi perilaku warga desanya sendiri yang jadi biang kerok.
“Pamsimas 2017 yang sekarang airnya tidak jalan. Tapi bukan karena salah kerja, itu karena masyarakat potong pipanya di sana-sini. Kita juga tidak tahu apa motivasi masyarakat sampai potong pipa itu, di daerah hutan itu, ada juga yang di kebun dipotong pipanya oleh masyarakat,” kata Herman.
Proyek Pamsimas yang dimaksud Herman adalah proyek air minum bersih yang kerjakan tahun 2017 dan 2020 lalu.
Proyek tersebut belakangan dikeluhkan oleh warga dusun Kawit, salah satu dari empat dusun yang ada di desa tersebut.
Warga menyebut, kehadiran proyek bukan lagi menjawab kebutuhan akan air minum bersih mereka, namun malah menimbulkan soal lantaran air tak kunjung mereka nikmati.
Walau demikian, Herman bergeming jika masalah utama dari proyek air minum Pamsimas dan proyek yang bersumber dari anggaran dana desa bukan soal kualitas pekerjaan.
Lagi-lagi, kekehnya karena ulah warga desa yang sengaja merusak fasilitas dari proyek air minum di desa itu.
“Pamsimas tahun 2020 itu tidak bermasalah, Pamsimas tahun 2017 juga tidak bermasalah. Yang menjadi masalah ketika masyarakatnya merusak fasilitas air minumnya itu,” katanya.
Herman menjelaskan, proyek Pamsimas tahun 2017 mengerjakan tiga sumber mata air.
Dua dari sumber mata air itu masih berfungsi dengan baik sampai sekarang, sementara satu sumber lainnya sedang bermasalah soal debit air.
Ia menerangkan jika kawasan dusun Kawit yang letaknya jauh dari sumber mata air atau titik akhir lokasi jaringan perpipaan proyek menjadi soal mengapa aliran air tidak bisa menjangkau warga dusun itu.
“Di Kawit itu bukan PAMSIMAS di baknya itu, itu dana desa, dan sudah diatur. Ada tiga pipa keluar, mengingat supaya ada keadilan dengan air, dipasang stok keran, lalu dibuat bak pengamannya, tapi itu dirusak. Sehingga satu wilayah di Munde sangat sulit sekali, memang tidak menikmati air minum bersih selama beberapa bulan ini,” terangnya.
Pihaknya juga tidak mengetahui siapa oknum yang melakukan pengerusakan terhadap fasilitas yang dibangun itu.
“Iya, saya juga tanya ini, tidak ada yang kasih tahu namanya, siapa pelakunya. Kalau kami tahu kan ya, kami tinggal panggil Babinsa dan bisa diberikan pembinaan,” kata Herman.
Berbeda dengan pengakuan Herman, Bendahata desa, Oswaldus Gapung, membantah klaim warga soal air tidak jalan.
Gapung mengatakan, jika sebelumnya aliran air di desa itu lancar-lancar saja, hanya saat ini jadi terkendala akibat di bagian mata air terdapat pohon tumbang.
Kondisi lokasi mata air yang curam, lanjutnya menjelaskan, mengharuskan proses perbaikan ditunda, menunggu musim kemarau.
“Wae ho memang olo main lancar, terus gah, le wae ulun gah manga doal haju, tapi one ngampang, gereng lena musim kemarau, baru bisa diperbaiki”, kata Gapung menggunakan bahasa daerah setempat, yang jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia; “Air ini memang dari dulu lancar. Lalu, di bagian mata airnya ada pohon tumbang, tapi dekat jurang, tunggu musim kemarau baru bisa di perbaiki)”.
Tudingan serupa juga disampaikan Gapung, yang menyebut ulah warga dengan sengaja memotong pipa usai diperbaikan oleh 8 orang petugas Operasioal perbaikan air minum (Opam).
“Eme nggo poli perbaik Lise gah, ce Ise gah manga kole ata, ata beti nai so paki dungka Lise pipa le, bocor kole le, ceing ata toe kecewa nggitun”. (Kalau mereka sudah perbaik, dan petugasnya sudah pulang, ada orang yang sakit hati dan potong pipanya, sehingga bocor lagi, siapa yang tidak kecewa kalau seperti itu) ,” ceritanya.
Walau mengaku tidak mengetahui anggaran proyek, Gapung juga mengklaim jika masalahnya bukan soal proyek, apalagi Rancangan Anggaran Belanja (RAB), melainkan karena soal mental masyarakat.
“Eme soal masalah di proyek, toe manga salah proyek, toe manga salah yang buat RAB, yang masalah ho ce mentalnya masyarakat, itu yang harus diperbaiki”. (Kalau soal masalah, bukan salah proyek, bukan yang buat RAB. Masalahnya di sini mentalnya masyarakat yang harus diperbaiki)”, ujarnya.
Seperti diwartakan Beritaflores edisi sebelumnya, proyek Pamsimas di desa itu dikeluhkan warga.
Warga dusun Kawit mengaku kurang mendapat manfaat dari proyek air minum yang ada di desa itu.
Musababnya, jaringan perpipaan proyek yang telah tersambung ke wilayan dusun ini tidak teraliri air.
Satu-satunya sumber air warga dusun ini hanyalah sungai. Walau begitu, jauhnya lokasi sungai itu menimbulkan masalah pelik bagi sebagian warga dusun yang tidak memiliki kendaraan bermotor.
Di sisi lain, kondisi ini dijadikan ladang bisnis oleh warga lain yang memiliki kendaraan bermotor dengan menjual kembali air sungai yang ditimba kepada warga lain yang tak mampu menjangkau ke lokasi.
Padahal di daerah dusun Kawit ini juga terdapat sejumlah lembaga-lembaga penting pemerintahan seperti sekolah, Pustu, termasuk kantor desa.
“Kami kesulitan. Kalau yang punya motor, mereka bisa langsung mengambil air di sungai. Tapi bagi yang tidak punya, terpaksa harus membeli,” kata seorang sumber yang enggan dimediakan namanya saat berbincang dengan wartawan melalui sambungan telepon pada Selasa 4 Maret 2025.
Anehnya, kata sumber itu, pemerintah desa setempat tetap saja nekat mengucurkan anggaran dana desa untuk menggaji para petugas operasional pemeliharaan air minum (Opam) tiap bulannya, walau air tidak mengalir. (**)
Laporan: Laporan: O.Y. Saputra Ngajang
Editor: Adrianus Paju