KUPANG, BERITA FLORES – Sidang gugatan lingkungan yang diajukan oleh dua warga Lengko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda Kabupaten Manggarai Timur, NTT kini menunggu putusan dari majelis hakim PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) Kupang yang memeriksa dan mengadili perkara gugatan lingkungan bernomor perkara nomor,5/G/LH/2021/PTUN.KPG.
Dua warga Lengko Lolok, Bonefasius Uden dan Isfridus Sota mengajukan gugatan ke PTUN pada Maret 2021 lalu untuk merespon kebijakan pemerintah yang telah menerbitkan IUP batu gamping di tengah masifnya penolakan masyarakat setempat, mahasiswa, dan beberapa organisasi lainnya.
Dalam memutus perkara ini, majelis hakim PTUN Kupang dijadwalkan akan membacakan putusan terkait gugatan warga atas izin tambang batu gamping di Lengko Lolok, Desa Satar Punda pada Kamis besok, 11 November 2021. Adapun Kuasa Hukum Para Penggugat antara lain; Marthen Jenarut, S.Fil, SH, MH, Vitalis Jenarus, SH, Valentinus Dulmin, SH, MH, Elias Sumardi Dabur, A.Md, SH, dan Anselmus Malofiks, SH.
Romo Marthen Jenarut, Koordinator Komisi Justice, Peace and Integrity of Creation (JPIC) Keuskupan Ruteng sekaligus menjadi salah satu dari pengacara penggugat mengatakan, adapun fakta-fakta hukum dalam persidangan yang seharusnya menjadi bahan pertimbangan majelis hakim dalam memutuskan perkara gugatan lingkungan tersebut demi terjaminnya keselamatan lingkungan.
Ia menjelaskan, gugatan terhadap IUP batu gamping sebagai bahan mentah pabrik semen yang diterbitkan oleh Gubernur NTT, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Izin Lingkungan yang diterbitkan oleh Bupati Manggarai Timur, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Manggarai Timur termasuk dalam gugatan lingkungan dengan nomor perkara, No.5/G/LH/2021/PTUN.KPG adalah Majelis Hakim yang memiliki kompetensi sertifikat lingkungan.
“Majelis Hakim yang memeriksa Perkara tersebut adalah hakim-hakim yang telah memiliki kompetensi sertifikat lingkungan,” ujarnya kepada wartawan melalui siaran pers Selasa, 9 November 2021.
Romo Marthen menegaskan, izin lingkungan dan IUP produksi batu gamping PT. Istindo Mitra Manggarai terbukti bertentangan dengan rencana Perda Nomor 6 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Manggarai Timur. Lokasi izin lingkungan dan IUP produksi batu gamping wilayah pertanian lahan kering dengan luas 500,4590 ha.
Selain itu, lokasi objek sengketa tidak
diperuntukan untuk industri besar. PT. Istindo Mitra Manggarai tergolong industri besar mengingat jumlah tenaga kerja yang akan dipekerjakan berjumlah 183 orang tenaga kerja dan memiliki nilai investasi lebih dari Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) sebagaimana tertuang dalam dokumen Amdal PT. Istindo Mitra Manggarai.
Hal ini sesuai ketentuan Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 64/M-IND/PER/7/2016 tentang besaran jumlah tenaga kerja dan nilai investasi untuk klasifikasi usaha industri pada pasal 2 sampai pasal 5 yang menetapkan tentang jenis industri dan ketentuan yang harus dipenuhi oleh industri untuk mengetahui industri tersebut masuk dalam industri kecil, sedang, atau besar.
Lebih lanjut Romo Marthen menegaskan, lokasi diterbitkannya izin lingkungan dan IUP produksi batu gamping di Lengko Lolok terbukti adalah daerah karst yang harus dilindungi. PT. Istindo Mitra Manggarai dalam dokumen Amdal mengakui bahwa tahapan pengeboran dan peledakan untuk penambangan batu gamping akan mengakibatkan morfologi dan berkurangnya akuifer batu gamping dan hilangnya batu gamping permukaan yang mempunyai porositas besar sehingga berdampak pada penurunan kuantitas air tanah karena hilangnya zona batu gamping rekahan intensif.
Menurut Advokat Peradi itu, kuantitas air memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dari aspek sosial maupun ekonomi. Selain itu penambangan di perbukitan karst dikhawatirkan akan merusak fungsi karst dan juga menyebabkan daya serap air hujan ke dalam tanah menjadi jauh berkurang.
Selain itu, lanjut dia, rekomendasi TKPRD Kabupaten Manggarai Timur tentang pemanfaatan ruang telah membuktikan dan membenarkan bahwa ketentuan umum peraturan zonasi pada lokasi objek sengketa I dan objek sengketa II adalah bahwa pola ruangnya merupakan kawasan resapan air dengan luas 75,6335 ha karena di sana terdapat batu gamping dengan fungsi sebagai resapan air.
Pengacara lainnya yang mendampingi warga Lengko Lolok Valens Dulmin mengatakan, lokasi yang diterbitkan izin lingkungan dan IUP produksi batu gamping di Lengko Lolok terbukti ada daerah ekoregion karst yang harus dilindungi sebagaimana ketentuan SK.8/MENLHK SETJEN/PLA.3/2018 tentang Penetapan Wilayah Ekoregion Indonesia menjelaskan bahwa Flores, Nusa Tenggara Timur, memiliki empat tipe ecoregion, yakni pegunungan struktural, vulkanik, karst dan fluvial. Ecoregion yang dominan di Flores adalah structural dan vulkanik.
Sementara ekoregion minor adalah karst dan fluvial. Ekoregion karst dan fluvial hanya berada di wilayah Manggarai dan sebagian Kabupaten Ngada. Letak kedua ekoregion ini berdampingan yang menunjukkan bahwa suplai air yang kaya di dataran fluvial ditopang oleh ekosistem perbukitan karst. Lampiran I
SK.8/MENLHK SETJEN/PLA.3/2018 tentang Penetapan Wilayah Ekoregion
Indonesia No. 117 sebaran Ekoregion Kompleks Dataran Fluvial Flores berada pada titik kordinat 118022’1,2’’ BT – 121021’3,6” BT dan 8024’28,8”LS – 8040’8,4”LS yang mencakup wilayah Ngada dan nomor 118 sebaran Ekoregion Kompleks Perbukitan Karst Flores berada pada titik kordinat 119046’55,2’’ BT – 12100’46,8” BT dan 8015’25,2”LS – 8031’19,2”LS yang mencakup wilayah Manggarai Barat, Manggarai Timur, Ngada, Nagekeo, Ende, Sikka, Flores Timur, Lembata dan Alor. Berdasarkan lampiran I daftar koordinat IUP operasi produksi batu gamping untuk semen, daftar koordinat IUP operasi produksi berada pada 120031’3.60’’ BT – 120031’3,60” BT dan 8017’49,60”LS – 8017’54”LS dan itu berarti lokasi yang diterbitkan izin lingkungan dan IUP produksi batu gamping di Lengko Lolok berada di wilayah ekoregion karst Flores yang harus dilindungi.
Valens menguraikan, pentingnya ekosistem karst, ekoregion karts, dan fungsi karst (batu gamping) sebagai akuifer air untuk menangkap, menyimpan dan mengeluarkan air dalam bentuk mata air permanen atau sungai-sungai bawah tanah, bagian penting dari karst adalah zona epikarst (batu gamping permukaan) yang selama musim hujan mengisi lebih dari 50% pelepasan air pada mata air.
“Fenomena ini seharusnya menjadi konsekuensi penting dalam perlindungan dan pengelolaan akuifer karst. Ada keterkaitan yang erat antara karst (batu gamping) dengan ketersediaan air bagi manusia dan mahluk ciptaan lainnya saat ini dan masa depan. Merusak karst (batu gamping) berarti menghilangkan sumber air bagi manusia dan kehidupan lainnya,” kata Valens.
Selain itu, lanjut dia, lokasi perbukitan karst yang ada di objek sengketa I dan objek sengketa II merupakan wilayah ekosistem hidrologi karst di mana ada keterkaitan yang era tentang karst (batu gamping) dengan persediaan air. Karena merupakan wilayah ekosistem hidrologi karst maka karst (batu gamping) harus dilindungi sebagaimana juga ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang RTRW Nasional yang menyebutkan perlindungan terhadap ekosistem karst.
Lokasi diterbitkannya izin lingkungan dan IUP produksi batu gamping di Lengko Lolok terbukti adalah daerah Cekungan Air Tanah (CAT) sebagaimana Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2011 tentang Penetapan Cekungan Air Tanah dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 2 Tahun 2017 tentang Cekungan Air Tanah di dalam lampiran I, Daftar Cekungan Air Tanah (CAT) di Indonesia menjelaskan bahwa “Cekungan Air Tanah (CAT) Reo-Riung dengan No CAT 278 (Vide Bukti P – 23) yang terletak pada titik kordinat Bujur 120030’ 1210 4’ 5.904” 23.85”, titik kordinat Lintang -8014′ -8032’ 40.2” 58.91” adalah sumber tanah dengan debit yang paling tinggi yakni lebih dari 10 liter per detik. Luas CAT Reo-Riung adalah 813 KM2 atau 81.300 ha dan merupakan cekungan air tanah lintas kabupaten/kota”.
Sebagian dari lokasi diterbitkannya izin lingkungan dan IUP produksi batu gamping di Lengko Lolok, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur berada dalam Kawasan Cekungan Air Tanah (CAT) Reo-Riung. Jika pertambangan PT. Istindo Mitra Manggarai dilakukan akan merusak cekungan air tanah yang menjadi wadah air tidak saja untuk Kabupaten Manggarai Timur tetapi juga untuk kabupaten lainnya seperti Kabupaten Ngada, Kabupaten Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat. Berdasarkan lampiran I daftar koordinat IUP Operasi produksi batu gamping untuk semen, daftar koordinat IUP operasi produksi berada pada 120031’3.60’’ BT – 120031’3,60” BT dan 8017’49,60”LS – 8017’54”LS dan itu berarti lokasi diterbitkannya izin lingkungan dan IUP produksi batu gamping di Lengko Lolok terbukti berada pada Cekungan Air Tanah.
Valens menjelaskan, dokumen AMDAL PT. Istindo Mitra Manggarai terbukti tidak layak lingkungan hidup karena cacat administrasi karena tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Manggarai Timur yang bertentangan dengan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup karena wilayah Lengko Lolok sudah ditetapkan sebagai wilayah ekoregion Flores dan tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Manggarai Timur.
“Tidak dilampauinya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dari lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan, dalam hal terdapat perhitungan daya dukung dan daya tampung lingkungan dimaksud. Karena tidak layak lingkungan hidup maka Ijin Lingkungan seharusnya tidak boleh diterbitkan,” ujarnya.
Ia menegaskan, masyarakat yang terkena dampak langsung terbukti tidak dilibat/diabaikan dalam proses analisis lingkungan hidup dan izin lingkungan. Keputusan menerbitkan izin lingkungan dan IUP produksi batu gamping dilakukan tanpa koordinasi dan tinjauan lapangan/lokasi dan itu berarti keputusan tersebut terbukti melanggar asas-asas pemerintahan yang baik.
Keterangan saksi yang dihadirkan tergugat menerangkan pada intinya adalah menerbitkan keputusan tanpa melakukan cek dan recek atas dokumen-dokumen persyaratan untuk mendapatkan objek sengketa; tanpa melakukan koordinasi dengan atasan maupun dengan dinas-dinas terkait; tanpa melakukan verifikasi lapangan untuk membuktikan kebenaran atas dokumen-dokumen persyaratan yang diajukan oleh tergugat II intervensi.
Selain itu, kata Valens, karena tidak melakukan verifikasi lapangan dan verifikasi dokumen baik Gubernur NTT maupun Bupati Manggarai Timur terbukti telah mengabaikan instruksi dari pemerintah pusat untuk tidak melakukan penerbitan izin baru dalam bidang pertambangan dan telah terbukti mengabaikan Surat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Arahan terhadap Proses Penilaian Amdal Terhadap Rencana Penambangan Batu Gamping di Kabupaten Manggarai Timur.
“Telah terbukti mengabaikan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan,” pungkas dia.
Menurut Valens, IUP tersebut juga telah terbukti mengabaikan Keputusan Gubernur Nusa Tenggara Timur tentang Moratorium Tambang; telah terbukti mengabaikan SK.8/MENLHK/SETJEN/PLA. Tentang Penetapan Wilayah Ekoregion Indonesia; telah terbukti mengabaikan Keputusan Presiden RI No 26 Tahun 2011 tentang Penetapan Cekungan Air Tanah tanggal 13 September 2011; telah terbukti mengabaikan Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 tentang Cekungan Air Tanah khususnya CAT 278 Reo-Riung; telah terbukti mengabaikan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 tahun 2012 tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan dan Ijin Lingkungan; telah terbukti mengabaikan Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Timur Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat.
“Telah terbukti mengabaikan Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Timur Nomor 6 Tahun 2012 tentang Rencana dan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Manggarai Timur; telah mengabaikan partisipasi masyarakat dalam memberikan saran pendapat dan tanggapan,” tegas dia.
Di samping itu, lanjut Valens, kesepakatan awal antara PT. Istindo Mitra Manggarai, PT. Semen Singa Merah NTT dengan masing-masing warga Kampung Lengko Lolok terbukti dan diduga penuh manipulasi dan penipuan. Bukti-bukti yang diajukan oleh PT IMM sama sekali tidak sesuai dengan fakta lapangan. Satu hal yang diabaikan oleh PT. IMM adalah mereka mengabaikan fakta bahwa masyarakat Lengko Lolok menolak untuk pindah kampung sebagaimana tercantum dalam kesepakatan awal tersebut.
“Dan dalam kesepakatan tersebut tidak tercantum tanda tangan isteri atau para istri tidak memberikan persetujuan terkait pelepasan aset, sedangkan objek perjanjian menyangkut harta bersama suami isteri dalam perkawinan sehingga perjanjian tersebut tidak sah,” jelas dia.
Valens juga membeberkan bahwa, penambangan batu gamping milik tergugat II intervensi sebagai bahan baku semen tidak perlu karena adanya pemerintah Indonesia tidak akan mengizinkan pembangunan pabrik semen baru. Bahwa pemerintah pusat melalui BKPM dan Menteri BUMN telah menyepakati moratorium pabrik semen baru karena produksi semen di Indonesia sudah over produksi. Oleh karena itu rencana operasi penambangan batu gamping sebagai bahan dasar pembuatan semen di lokasi objek sengketa I dan objek sengketa II di wilayah Kampung Lengko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur, bertentangan dengan rencana program nasional pemerintah pusat dan karenanya Keputusan A quo harus dibatalkan.
“Atas dasar fakta-fakta hukum tersebut kami berharap kepada Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini untuk membatalkan dua keputusan A quo demi keselamatan lingkungan alam di Kabupaten Manggarai Timur khususnya dan Indonesia umumnya. Kami yakin Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Kupang yang memeriksa
perkara ini dan telah memiliki kompetensi sertifikat lingkungan akan menjadi penentu bagi penegakan hukum demi terwujudnya keutuhan ciptaan, terwujudnya lingkungan hidup yang sehat dan nyaman tidak hanya untuk manusia tetapi juga untuk mahluk ciptaan Tuhan yang lainnya,” pungkas dia. (RED).