RUTENG, BERITA FLORES – Lembaga Swadaya Masyarakat Insan Lantang Muda (LSM-ILMU) bersama Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI), LPPDM, Kesatuan Pemangku Hutan (KPH), dan masyarakat peduli alam sukses menggelar reboisasi (penghijauan kembali) hutan lindung Wae Kebong, Kecamatan Cibal, Kabupaten Manggarai, Provinsi NTT.
Dalam reboisasi kali ini kelompok dari lintas elemen ini berhasil menanam sebanyak 500 anakan pohon di hutan lindung RTK 18 tersebut. Adapun jenis anakan yang ditanam diantaranya, pohon Ara, Beringin, dan Ndingar atau kayu manis serta beberapa pohon endemik dari berbagai pelosok Manggarai.
Ketua LSM ILMU, Doni Parera, usai kegiatan reboisasi mengatakan, kegiatan ini merupakan bagian dari skema
Persembahan untuk ibu bumi (PRIBUMI).
“Hari ini adalah tahun ke sepuluh LSM ILMU menanam anakan pohon di Manggarai Raya, dalam skema kali ini 500 anakan pohon Ara, Beringin, Nara, Ndingar ditanam di hutan Lindung Gapong RTK 18 Kecamatan Cibal,” kata Doni, Sabtu (19/12).
Doni menjelaskan, para peserta kegiatan bertolak dari Ruteng sekitar pukul 08.30 WITA dan tiba di lokasi pukul 10.30. Saat tiba di lokasi kegiatan, petugas dari Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) sebagai tuan rumah sudah menunggu di pos kehutanan dalam area hutan lindung.
“Di sana sudah ada anakan kayu yang telah didrop sehari sebelumnya ke lokasi. Sebelumnya anakan ini dikumpulkan di Ruteng, dari berbagai tempat di pelosok Manggarai Raya di mana program PRIBUMI dijalankan”, ungkap Doni.
Menurut Doni, anakan pohon yang ditanam di lokasi Wae Kebong terdiri dari beragam jenis, seperti anakan pohon lokal yang sudah langka karena keberadaannya hampir punah.
“Ada Kayu Nara, kayu lokal yang sudah langka diangkut dari Desa Mbuit, Kecamatan Boleng, Kabupaten Manggarai Barat. Di Boleng, kayu ini ditanam oleh 8 KK, terutama janda-janda yang masuk dalam keluarga miskin”, ujarnya.
Doni menguraikan, sementara anakan pohin Beringin diangkut dari beberapa desa di Manggarai Timur, seperti Desa Lidi dan Nanga Labang. Anakan pohon Ara diambil dari beberapa rumah tangga di Kabupaten Manggarai.
Dia menuturkan, saat tiba di lokasi mereka mendapati kondisi embung Wae Kebong dengan debit air yang banyak, karena saat ini sedang memasuki musim penghujan. Selain itu masih terlihat bongkahan pohon kayu yang ditebang beberapa tahun lalu untuk membangun embung, hingga menghasilkan daya rusak begitu masif seluas 4,5 ha hutan lindung.
“500 anakan kayu kemudian ditanam melingkari embung, dengan jarak tertentu sehingga menjadi dua lapisan lingkaran, selama hampir dua jam. Anakan kayu yang ditanam, kami pilih yang sudah berusia dua tahun ke atas dalam polybag”, jelas dia.
Anakan pohon yang berusia dua tahun ke atas, kata dia, dimaksudkan karena anakan pohon dengan usia itu memiliki kemampuan untuk bertahan tumbuh hingga menjadi pohon besar, walaupun menghadapi musim kemarau dan perawatan yang minim.
Doni berharap, upaya reboisasi ini bisa bersumbangsih menekan laju deforestasi yang saat ini terjadi hampir di seluruh dunia. Meski demikian, dia meyakini aksi reboisasi tidak cukup mengimbangi laju deforestasi yang kian masif.
“Laju deforestasi hutan dunia tidak dapat diimbangi dengan kemampuan kita manusia untuk menanam kembali hutan yang hancur dan rusak. Kegiatan hari ini mungkin ibarat memberikan setetes air ke tengah samudera”, cetus Doni.
Doni mengajak semua pihak, setidaknya terus berupaya untuk bersama-sama di belahan bumi lain agar memerangi pemanasan global, dan menjadikan bumi sebagai rumah bersama, dengan begitu menjadi lebih baik dalam menunjang kehidupan di atasnya. (R11/TIM).