Pada suatu malam, tepatnya tanggal 20 Oktober 2020, saya bergegas ke sebuah rumah di Kampung Sapen, Yogyakarta. Rumah itu diberi nama Kontrakan Cataluna. Nama itu diadopsi dari sebuah kota megah nan indah di Spanyol, Kota Cataluna atau yang dikenal dengan nama lain yaitu Kota Barcelona. Nama itu diadopsi karena salah seorang penghuni rumah itu dikenal sebagai fans fanatik klub FC Barcelona. Walaupun demikian, rumah tersebut juga didiami oleh seseorang yang bukan merupakan fans FC Barcelona.
Pada malam itu, saya mengunjungi seseorang yang bukan fans FC Barcelona itu. Orang tersebut bernama Olan Atisubati. Sejak dua tahun terakhir, dia memutuskan untuk tinggal di rumah tersebut karena baginya rumah tersebut mempunyai sejarah tersendiri dalam perjalanannya mengenyam pendidikan di kota pelajar ini. Tulisan ini merupakan hasil rekaman bincang-bincang malam itu.
Abang Olan (begitu kami menyapanya), menuturkan pengalaman-pengalaman inspiratif perjalanannya sebagai mahasiswa dengan penuh antusias. Daya ingatnya masih sangat kuat. Gaya ceritanya masih segar dan bergairah untuk direkam. Jalan pikirannya pun sangat tajam dan kritis. Beberapa kali dia memberi penekanan tentang kedudukan dan tujuan Kelompok Studi Tentang Desa (KESA) sebagai wadah belajar bagi mahasiswa/i yang mengenyam pendidikan di Kota Yogyakarta. Jejaknya sebagai seorang senior dan mantan Kepala Desa KESA masih terlukis jelas dari kalimat-kalimatnya yang runut, runtut, dan sistematis dalam menuturkan pengalamannya bersama KESA.
Abang Olan telah mengukir kisah tersendiri buat Kelompok Studi Tentang Desa. Nama Abang Olan selalu dikenang oleh siapa pun yang pernah menjadi kader KESA karena dia merupakan salah satu senior yang setia mendampingi, membimbing serta memberi masukan yang konstruktif demi masa depan KESA.
Perkenalan Awal dengan KESA
Awal kisah bermula saat Abang Olan menginjakkan kaki pertama kali di Yogyakarta pada medio Mei 2015. Waktu itu dia melakukan segala sesuatu serba sendiri dan tidak tahu siapa yang akan dia jumpai di Yogyakarta. Pada saat itu, beliau bahkan belum mempunyai bayangan sama sekali tentang kampus yang akan menjadi tempatnya belajar dan program studi apa yang akan dia pilih.
Tetapi setelah dua minggu berada di Yogyakarta, dia mendapat informasi dari salah seorang teman SMP sewaktu bersama-sama mengenyam pendidikan di SMP Seminari Pius XII Kisol, Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, namanya Kar Beda. Teman itu memberi informasi kepada beliau bahwa di Yogyakarta terdapat abang-abang yang juga sealmamater sewaktu mengenyam pendidikan di SMP dan SMA Seminari Pius XII Kisol. Beberapa abang tersebut dapat membantu mengatasi kesulitan dan kebingungan beliau dalam memilih kampus dan teman bergaul serta teman berdiskusi.
Setelah mendengar informasi tersebut, Abang Olan langsung bergegas ke Kontrakan Fransiskus Jansen (sebelum berubah nama menjadi Kontrakan Cataluna) di Kampung Sapen. Di rumah tersebut, dia berjumpa dengan seorang senior yang sama-sama berasal dari Manggarai, Nusa Tenggara Timur, namanya Evan Lahur. Perjumpaan Abang Olan dengan Abang Evan Lahur awalnya memang hanya untuk membicarakan tentang tujuan Abang Olan datang ke Yogyakarta serta meminta referensi kampus yang cocok dengan minat Abang Olan, serta menanyakan pengalaman Abang Evan Lahur selama berkuliah di Yogyakarta.
Setelah perjumpaan dan perkenalan itu, Abang Olan mulai mengikuti beberapa dinamika dengan Abang Evan Lahur serta teman-temannya. Abang Olan menuturkan bahwa ada suatu malam dimana dia menyaksikan bagaimana Abang Evan Lahur bersama teman-temannya berdinamika. Abang Olan menceriterakan bahwa Abang Evan Lahur bersama teman-temannya begitu serius membicarakan sesuatu dan masing-masing memegang teks di tangan mereka. Mereka juga saling memberi tanggapan dan masukan satu sama lain. Tetapi, sebagaimana mahasiswa baru pada umumnya, beliau merasa bingung dengan pembicaraan dan dinamika Abang Evan Lahur bersama teman-temannya. Dalam hati, Abang Olan bertanya, “apa yang sedang mereka bicarakan?”
Di tengah kebingungan tersebut, Abang Evan Lahur berkata “kamu ikut saja dinamika yang sedang dan akan kami jalani. Pada akhirnya, kamu akan tahu tentang dinamika yang kami jalani ini”. Namun, Abang Evan Lahur tidak memberi gambaran lebih lanjut terkait dinamika yang sedang dan akan mereka jalani itu. Abang Olan menuturkan bahwa bahkan pada saat itu, Abang Evan Lahur tidak memberitahu dia bahwa mereka adalah sebuah kelompok studi.
Mendengar kata-kata dari Abang Evan Lahur tersebut, dalam hati, Abang Olan berkata “sepertinya ini bukan diskusi yang main-main. Ini bukan perbincangan yang hanya sekadar berbagi pengalaman. Sepertinya ada sesuatu yang sedan mereka bangun”. Tetapi, pada prinsipnya, dia hanya mengikuti saja dinamika tersebut dan dinamika tersebut selesai tepat pukul 21.00 WIB.
Selepas dinamika tersebut, Abang Olan pun berinsiatif untuk bertanya. “Apa yang sebenarnya tadi kalian bicarakan? Apakah isi pembicaraan kalian tadi mewakili sebuah kelompok? Apa nama kelompok tersebut?”.
Mendengar rentetan pertanyaan tersebut, Abang Evan Lahur pun mulai menjelaskan dan memperkenalkan dinamika yang telah mereka jalani kepada Abang Olan. Abang Evan Lahur menjelaskan bahwa mereka berkumpul sebagai sebuah organisasi yang diberi nama Kelompok Studi Tentang Desa (KESA). Selanjutnya, Abang Evan Lahur menjelaskan tentang KESA kepada Abang Olan.
Apa Itu KESA?
Abang Olan menuturkan bahwa Kelompok Studi Tentang Desa (KESA) adalah suatu wadah belajar bagi mahasiswa/i yang sedang berkuliah di berbagai kampus di Yogyakarta. KESA didirikan pada 25 Oktober 2014 oleh beberapa mahasiswa/i yaitu Evan Lahur, Efrem Ery Gius, Johan Mantul, Nirmala Alang, Romo Jerry Ranus dan Romo Erpin Hormat. Mereka mendirikan KESA dengan maksud dan tujuan untuk memberikan wadah bagi teman-teman lainnya untuk bisa lebih mengetahui tentang desa. Dengan kalimat lain, KESA merupakan organisasi belajar dan pengkaderan dengan tujuan agar teman-teman yang berkuliah di Yogyakarta, dari latar belakang mana saja, dari disiplin ilmu mana saja pun sama-sama belajar di sini (KESA) untuk mempersiapkan mereka terjun ke masyarakat. Secara khusus, KESA menyiapkan kader-kader yang diharapkan mampu ikut membangun desa lebih sejahtera. Hal seperti itulah, yang kita persiapkan sejak awal melalui organisasi ini.
Pria kelahiran Beokina (Manggarai), 25 November 1995 itu juga menuturkan bahwa sepengetahuan dia Kelompok Studi Tentang Desa (KESA) dibentuk atas dasar keprihatinan pribadi Abang Evan Lahur sebagai seorang mahasiswa yang sedang berkuliah di kota pelajar. Dia menuturkan bahwa dinamika secara keseluruhan dinamika mahasiswa/i yang sedang berkuliah di Yogyakarta tidak sesuai dengan ekspektasi Abang Evan Lahur. Keprihatinan itu pun diceritakan oleh Abang Evan Lahur kepada beberapa temannya. Ternyata teman-teman tersebut juga mempunyai keprihatinan yang sama dengan Abang Evan Lahur.
Keprihatinan yang dimaksud yaitu; pertama, keprihatinan akan kehausan konsep belajar yang menekankan kerja nalar dalam pelbagai aspek pembahasan. Kedua, keprihatinan akan sebuah wadah bersama yang menekankan tingkat kebersamaan dalam meraih cita-cita bersama. Ketiga, keprihatinan akan semakin berkurangnya wadah kreatif, inovatif namun tetap memegang teguh prinsip penalaran.
Berangkat dari keprihatinan inilah, KESA mulai menjejaki pelbagai bentukan awal dalam proses kehidupannya. Ditemani kopi dan secangkir ide dalam gelasnya, KESA mulai menapaki nafas pertama pada sebuah rumah di sudut Sapen, Timoho, yang kemudian menjadi sekretariat KESA, yaitu rumah Fransiskus Jansen (sekarang berubah nama menjadi rumah Cataluna). Berawal dari rumah inilah KESA dibentuk.
Spirit Utama KESA
Pria yang juga dikenal sebagai salah satu fans klub Manchester United itu pun melanjutkan ceritanya dengan menuturkan bahwa sebagai kelompok studi yang dibentuk dari keprihatinan akan berkurangnya wadah kreatif, inovatif sekaligus akademik, kelompok studi ini memiliki spirit utama. Pertama, spirit itu terpatri dalam namanya yakni Kelompok Studi Tentang Desa (KESA). Nama ini didasarkan pada sebuah pemikiran bahwa topi desa menjadi fokus utama. Kekhasan ini yang menjadi penting karena mungkin KESA adalah salah satu-satunya kelompok studi yang memfokuskan studinya pada topik desa. Dengan demikian, KESA diharapkan menjadi wadah belajar yang pada gilirannya melahirkan generasi yang siap membela, mengabdi, dan melayani desa. Kedua, spirit pemberdayaan. Semangat pemberdayaan juga menjadi spirit utama KESA. Dengan spirit pemberdayaan ini, KESA diharapkan untuk memberdayakan semua anggotanya terutama mahasiswa/i semester 1 (satu) yang masih hijau dalam dunia kampus. Kehadiran KESA diharapkan dapat menjadi jawaban akan proses adaptasi untuk membantu perkembangan dunia akademik mereka khususnya di kampus yang tentu berbeda dengan dunia akademik yang mereka jalani sewaktu SMA.
Kekhasan KESA
Di malam, dimana Yogyakarta diguyur hujan itu, alumni STPMD “APMD” terus bercerita tentang KESA yang sudah dianggapnya sebagai rumah. Dia kemudian menuturkan bahwa sebagai wadah belajar, KESA mempunyai kekhasan. Kekhasan itu tercermin dalam bentuk diskusi dan dinamika yang menekankan semangat pemberdayaan. Terkait bentuk diskusi, dia menuturkan bahwa ada beberapa kelas yang menjadi kekhasan KESA yaitu, Kelas Desa, Kelas Filsafat, Kelas Bahasa Inggris (sekarang digabungkan menjadi satu kelas, yaitu Kelas Tematik), dan Kelas Pemberdayaan.
Tidak berhenti di situ, Abang Olan juga mengisahkan bahwa sejak awal, para pendiri KESA mendesain kegiatan yang tidak hanya berkutat pada tataran teoritis yang notabene dipelajari di kampus ataupun organisasi kemahasiswaan yang lain. Mereka pun menggagas kegiatan yang dapat mengaplikasikan konsep atau teori yang didapat melalui diskusi maupun perkuliahan di organisasi dan kampus. Oleh karena itu, mereka menggagas sebuah kegiatan yang diberi nama Tour Akademik. Tour Akademik merupakan sebuah kegiatan yang dimaksudkan untuk mengaplikasikan teori dan konsep yang didapatkan oleh anggota KESA selama berkuliah di Yogyakarta melalui kunjungan ke desa-desa, baik desa di Yogyakarta, maupun di desa asal masing-masing anggota KESA.
KESA sebagai Rumah
Dalam perbincangan malam itu, pria yang bernama lengkap Erasmus Rolandus Atisubati ini juga menceriterakan motivasi awalnya memilih berdinamika dengan KESA. Beliau menuturkan bahwa dia memilih KESA karena setelah beberapa kali mengikuti dinamikanya, dia merasa bahwa KESA mampu menangkap minatnya. Pada waktu itu dia berpikir bahwa, dinamika maupun kultur yang terdapat di KESA mempunyai beberapa kesamaan dengan kultur dan dinamika yang telah dia jalani selama berproses di SMP dan SMA Seminari Pius XII Kisol. Sebagai seorang senior, Abang Olan tidak lupa menceriterakan suatu pengalaman yang pada akhirnya meyakinkan dia bahwa KESA adalah rumahnya. Pada bulan Juni 2016, ketika KESA mengadakan pergantian kepengurusan, dia dipercayakan oleh Kepala Desa untuk menjadi Kepala Urusan Akademik.
Selama menjabat sebagai Kepala Urusan Akademik, dia dilatih untuk bisa membangun komunikasi yang baik dengan anggota Urusan Akademik, mulai dari memimpin rapat internal Urusan Akademik untuk menjalankan program-program yang telah disepakati bersama dalam Musyawarah Kerja. Bagi dia, itu merupakan pengalaman yang baru karena sebelumnya dia tidak pernah mengemban status seperti itu. Dia dibimbing oleh para senior dan teman-temannya baik laki-laki maupun perempuan untuk melatih dia menjalankan tugas dengan baik sebagai Kepala Urusan Akademik KESA. Bagi dia, proses-proses seperti itu sangat membantu perkembangannya. Dengan adanya proses seperti itu, dia bisa berbicara di depan teman-teman, bisa memimpin rapat walaupun di dalam sebuah kelompok yang kecil (Urusan Akademik), bisa mendengarkan pendapat orang lain, membagi jadwal diskusi, menghubungi pemateri diskusi, serta dapat mengatur jalannya diskusi.
Meskipun bagi dia, menjadi Kepala Urusan Akademik merupakan pengalaman yang baru, tetapi dia tidak menyerah begitu saja. Dia malahan menganggap itu sebagai tantangan yang harus dijawab. Dengan semangat pemberdayaan yang menjadi kekuatan utama KESA, dia melatih diri sedemikian rupa agar menjalankan tugasnya dengan baik. Bagi dia, pengakuan dan penerimaan senior atas dirinya sebagai pribadi yang mau belajar turut membantu dia untuk menjalankan tugas sebagai Kepala Urusan Akademik dengan baik. Dia juga dikuatkan oleh satu semangat yang terpatri dalam diri KESA yaitu semangat kolektif kolegial. Dengan semangat kolektif kolegial ini, dia tidak merasa sendirian dalam menjalankan tugas sebagai Kepala Urusan Akademik. Ada anggota Urusan Akademik dan senior yang siap membantu dia.
Di akhir perbincangan malam itu, sebagai seorang senior yang telah menjalankan dinamika bersama KESA selama 5 tahun, dia mengaku bangga karena sampai saat ini, KESA masih berdiri tegak dan terus melahirkan kader-kader yang siap untuk membela, memperjuangkan, dan melayani desa. Bahwa ada beberapa hal yang sedikit berubah dalam dinamika KESA, dia menyakini itu sebagai sebuah upaya agar KESA terus merefleksikan dan merevisi dirinya sesuai dengan situasi, kondisi, dan perkembangan zaman.
Tidak lupa pula, sebelum mengakhiri pembicaraan malam itu, pria yang juga pernah menjabat sebagai Kepala Desa itu, melukiskan atau memberi semacam kesimpulan terhadap dinamikanya bersama KESA. Dia menyimpulkan seperti ni “KESA: Rumah Untuk Kembali”. Bagi dia, setelah menjalani dinamika selama 5 tahun dengan KESA, dia diutus pergi untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Baginya, setelah KESA memberinya kemampuan, kecakapan, dan ilmu, dia harus mampu kembali baik kembali kepada dirinya sendiri, keluarga, serta untuk desa yang kuat, mandiri, dan berdaulat.
Penulis: Hermanus Kabut (Kepala Desa KESA Periode 2020/2021)