BORONG, BERITA FLORES – Tim Badan Geologi Kementerian ESDM melakukan penelitian terhadap hubungan sistem kerja air antara sungai bawah tanah Gua Werwitu – Gua Cingcoleng, Benteng Jawa, Danau Tiwu Cewe, Kampung Bawe dan keberadaan Ponor Bea Mberong, Kampung Lengko Lolok dengan sumber mata air wilayah Pantai Utara Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pakar Hidrogeologi, Dr. Taat Setiawan menjelaskan hal itu kepada wartawan di sela-sela kegiatan penelitian di Gua Cingcoleng, Benteng Jawa, Kecamatan Lamba Leda pada Rabu, 7 Oktober 2020.
Doktor Taat mengatakan, pihaknya akan menggali lebih dalam tentang sistem tata air antara sejumlah fenomena alam tersebut.
Menurut Doktor Taat, Gua Cingcoleng memiliki sistem sungai bawah tanah yang sudah berkembang. Juga bentukan endokarst seperti stalagtit dan stalagmit. Terkait dengan pembentukan stalagtit dan stalagmit, maka fungsi hidrologis di sekitar sungai bawah tanah ini harus dijaga dari kerusakan.
“Kami baru pengambilan data, belum ada analisis. Kemudian untuk mengetahui bahwa apakah sistem hidrologi pada sungai bawah tanah Gua Cingcoleng dengan mata air-mata air yang ada, termasuk kompleks mata air di Dusun Luwuk, kami masih harus menganalisis data yang ada seperti analisis neraca air, hidrokimia, dan isotop,” beber dia.
Ia mengaku, dari analisis tersebut maka dapat diketahui apakah sumber-sumber air yang ada di Kabupaten Manggarai Timur tersebut satu sistem hidrogeologi atau tidak.
Doktor Taat menegaskan, sejumlah fenomena alam ini terpaksa harus dilindungi demi menjaga kelestarian ekosistem makhluk hidup di daerah itu. Apabila fenomena alam ditambang atau dieksploitasi secara masif, maka akan menyebabkan kerusakan alam secara permanen sehingga berdampak buruk terhadap kelansungan hidup warga setempat. Bahkan krisis air sebagai kebutuhan pokok makhluk hidup akan terjadi.
“Kami akan pelajari bagaimana air di sini, apakah ada hubungannya dengan sejumlah mata air di wilayah pantai Utara Kabupaten Manggarai Timur,” kata Doktor Taat.
Alumnus Teknik Geologi UGM (Universitas Gadjah Mada) itu menjelaskan, pihaknya pun akan memastikan sistem kerja dari mata air yang terdapat di wilayah Kecamatan Lamba Leda, Kecamatan Sambi Rampas, Kecamatan Elar dan Kecamatan Elar Selatan, Kabupaten Manggarai Timur, NTT.
“Apakah masih satu sistem atau tidak. Semua mata air yang terletak di wilayah utara Kabupaten Manggarai Timur,” terang dia menambahkan.
Magister Teknik Airtanah ITB itu mengaku, pihaknya akan melakukan analisis isotop air untuk memastikan hubungan antara fenomena alam yang terdapat di wilayah Utara pulau Flores itu.
“Nanti kami analisis isotop air. Ini harus dilindungi pak, harus dikonservasi. Tidak boleh ditambang,” tegas pakar Hidrogeologi itu.
Pantauan wartawan, Tim Badan Geologi melakukan penelitian selama sepekan seperti mata air di Kampung Luwuk; Ponor atau Liang di Kampung Lengko Lolok, mata air Wae Ara, Desa Nanga Baur, Mata Air Rangkan Bibok, Kecamatan Sambi Rampas; mata air Danau Tiwu Cewe, Desa Haju Wangi, Kecamatan Lamba Leda; sungai bawah tanah Werwitu, Gua Cingcoleng, Desa Tengku Leda, Kecamatan Lamba Leda.
Fenomena Danau Tiwu Cewe
Pada kesempatan itu, Pakar Hidrogeologi, Dr Taat Setiawan menemukan fenomena alam yang tak kalah menarik yaitu Danau Tiwu Cewe. Ia menjelaskan, mata air Danau Tiwu Cewe terbentuk oleh karena ada suatu sistem patahan atau kontak antara batuan karst dengan batuan non karst dengan daerah tangkapan air yang lebih luas.
“Secara hidrogeomorfologinya, mata air ini cirinya membentuk kolam. Nah, mata air kolam ini biasanya dikontrol oleh struktur geologi. Artinya patahan antara batuan karst dengan yang bukan karst, kemudian muncul mata air dengan debit yang begitu besar,” ujarnya.
Ia menuturkan, pihaknya akan menghitung debit air Danau Tiwu Cewe. Sumber mata air ini kata dia, biasanya datang dari daerah tangkapan air yang begitu luas.
“Jadi, dia menangkap air dari air hujan, kemudian dikeluarkan di sini dan sifatnya regional atau luas,” beber Doktor Taat.
Doktor Teknik Geologi UNPAD itu menguraikan bahwa, pihaknya akan melakukan analisis kimia dan isotop lebih jauh lagi karena terbentuknya Danau Tiwu Cewe tidak hanya melibatkan batu gamping saja, akan tetapi juga bebatuan lainnya seperti batuan vulkanik atau batuan sedimen silisiklastik yang ada di sekitar lokasi itu.
Fenomena Dua Gua Tiwu Cewe
Ahli Hidrogeologi menemukan dua buah gua di sekitar Danau Tiwu Cewe masing-masing bernama Liang Cewe dan Liang Ramba. Gua Liang Cewe misalnya, terletak di sebelah atas Danau Tiwu Cewe. Gua ini dilengkapi dengan air berbentuk kolam berukuran kecil yang terletak kaki gua ini. Tampak di sekitar gua terdapat batu berukuran besar. Di gua ini terdapat pula panorama alam stalakmit dan stalaktit yang mulai bertumbuh menghiasi gua yang berbentuk cekungan itu.
Berbeda dengan Gua Liang Ramba yang berderetan tak jauh dengan Gua Liang Cewe. Liang Ramba memiliki keunikan tersendiri karena kedalamanya sekitar 10 meter lebih. Di dalamnya, bisa menampung puluhan orang. Bahkan warga setempat yang berprofesi petani sawah acapkali memanfaatkan gua ini untuk sekedar berteduh. Di dalam gua juga terdapat stalagmit dan stalagtit baik yang sudah bertumbuh besar maupun yang masih mulai bertumbuh.
Sungai Bawah Tanah Gua Werwitu-Cingcoleng
Gua Cingcoleng ini letaknya di Kampung Ketang, Desa Tengku Leda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur. Ahli Geologi Lingkungan, Aris Dwi Nugroho menyebut gua ini memiliki kedalaman sekitar 700 meter yang bisa dijangkau. Itu pun belum terhitung jika menjangkau tembus hingga gua Werwitu.
Di dalam Gua Cingcoleng pun menjadi habitat ribuan burung kalong. Saat pertama kali memasuki gua tersebut, burung kalong terbang ke sana kemari serasa ingin mengucapkan selamat datang kepada para setiap pengunjung. Jika memasuki gua ini, anda disuguhkan dengan indahnya panorama alam stalagmit dan stalagtit menghiasi gua berbentuk horizontal itu. Tampak air mengalir dengan tenang. Di sana, anda pun merasakan kedinginan karena aliran air Wae Wina dari gua Werwitu tembus sampai ke gua ini.
Ahli Hidrogeologi, Dr. Taat Setiawan menyebut Gua Cingcoleng merupakan fenomena sungai bawah tanah salah satu ciri dari Kawasan Bentangan Alam Kast (KBAK).
“Stalagtit dan stalagtit terbentuk karena ada endapan air CaCo3 (Kalsium karbonat atau Calcium carbonate). Semakin lama semakin bertambah endapannya. Begitu juga dari bawah lantai gua air terendap sehingga stalagtit dan stalagmit bisa menyatu seperti tiang di dalam gua,” kata Doktor Taat.
Sungguh menakjubkan. Gua Cingcoleng ini menawarkan seribu keindahan tersendiri. Bahkan sangat cocok dijadikan destinasi wisata andalan dengan minat khusus. Tampak di bibir gua terdapat patung Bunda Maria berdiri kokoh dan altar seperti di dalam Gereja Katolik karena pihak Keuskupan Ruteng telah mengelola Gua Cingcoleng ini sebagai destinasi wisata rohani.
Fenomena Ponor atau Liang
Pada kesempatan itu, Tim Geologi ini menemukan Ponor di Bea Mberong, Kampung Lengko Lolok. Untuk diketahui, lokasi Bea Mberong, Kampung Lengko Lolok merupakan tempat keberadaan Ponor atau Liang. Lokasi ini termasuk dalam kawasan IUP (Izin Usaha Pertambangan) seluas 599 ha milik PT Istindo Mitra Manggarai. Lokasi ini rencananya menjadi tempat penambangan batu gamping sebagai material pabrik semen PT Singa Merah NTT di Kampung Luwuk, Desa Satar Punda.
Ahli Hidrogeologi, Dr. Taat Setiawan mengatakan, salah satu ciri Kawasan Bentangan Alam Karst (KBAK) adalah adanya Ponor atau Liang atau Lueng. Ia menjelaskan, Ponor ini adalah bagian dari suatu sistem hidrologi karst sebagai tempat masuknya air permukaan ke dalam lapisan bebatuan atau ke bawah permukaan.
“Ponor itu ada yang sifatnya permanen, misalnya ada air sungai masuk tetapi ada yang tidak permanen. Nah, kalau untuk Ponor ini, alirannya tidak permanen. Jadi ada aliran permukaan menuju suatu titik, tempat meresapnya air hujan. Jadi Ponor ini, memasukan air ketika ada hujan,” jelas Doktor Taat.
Ia menguraikan bahwa, Ponor atau Liang itu pasti banyak ditemukan di Kawasan Bentangan Alam Karst sebagai alur-alur permukaan menampung air hujan masuk ke dalam suatu liang. Jadi ada sistem pemasukan air yang bersifat poin pada suatu titik. (R11/TIM).