BORONG, BERITA FLORES- Tim Keuskupan Ruteng meminta Bupati Manggarai Timur berdasarkan kewenangannya tidak mendukung kelanjutan proyek pembangunan pabrik semen di Luwuk dan penambangan batu gamping di Lengko Lolok. Bupati Agas pun diminta untuk mengimplementasi Perda (Peraturan Daerah) tentang adat dan mata air yang telah ditetapkan.
Hal tersebut disampaikan Tim Keuskupan Ruteng saat berdialog bersama Bupati Manggarai Timur, Agas Andreas di kantor Bupati Manggarai Timur pada Senin, 6 Juli 2020.
Pada kesempatan itu, Tim Keuskupan membahas rencana pembangunan pabrik semen di kampung Luwuk dan penambangan batu gamping di Lengko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur, NTT.
Tim dari Keuskupan Ruteng terdiri dari, Vikep Borong Rm. Simon Nama, Vikep Reo Rm. Herman Ando, Direktur Puspas Rm. Martin Chen, Komisi JPIC Keuskupan Rm. Marten Jenarut, JPIC SVD P. Simon Suban, SVD, JPIC OFM P. Johny Dohut, OFM, dan Valens Dulmin.
“Bertolak dari dampak-dampak di atas, dari hati yang paling dalam Tim Keuskupan meminta Bupati agar berdasarkan kewenangannya, tidak mendukung kelanjutan proyek pembangunan pabrik semen di Luwuk dan penambangan batu gamping di Lengko Lolok,” kata Tim Keuskupan Ruteng saat menemui Bupati Agas di Borong, pada Senin, 6 Juli 2020.
Tim Keuskupan mengusulkan agar pola pembangunan kawasan Pantura (Pantai Utara) Manggarai Timur diubah dari pembangunan yang berbasis tambang menuju pembangunan holistik dan berkelanjutan yang bertumpuh pada pertanian, peternakan, perikanan, pariwisata, dan pengembangan ekonomi kreatif. Semuanya mesti berwawasan ekologis, kultural, dan partisipatif.
Berdasarkan pokok pikiran Tim Keuskupan menegaskan pentingnya pembangunan manusia yang integral, yang tidak terbatas pada aspek kesejahteraan ekonomi. Selain itu, pembangunan tersebut harus terkait dengan perlindungan dan pelestarian lingkungan. Tim Keuskupan meminta Bupati untuk cermat dan sungguh-sungguh menimbang dampak-dampak negatif dari proyek batu gamping dan semen di atas (kehancuran ekologis, kerusakan kultural, konflik sosial, kerugian ekonomis, dan ketidakadilan antar generasi).
Tim yang terdiri dari para imam itu menuturkan bahwa, dampak ekologis serius yang harus dipertimbangkan di antaranya kegiatan penambangan batu gamping bisa merusak kawasan karst. Sejak tahun 2018, kawasan karst itu telah ditetapkan oleh kementerian lingkungan hidup dalam peta eko wilayah. Hal ini menegaskan realitas karst wilayah ini, meskipun belum ada penetapan Kawasan Bentangan Alam Karst (KBAK).
“Realitas karst ini didukung oleh adanya “air tanah dalam” di wilayah tersebut dan sekitarnya, seperti yang terungkap dengan adanya sumber mata air dalam sumur, gua, dan kali/sungai,” terang Tim Keuskupan pada kesempatan itu.
Menurut Tim Keuskupan, proyek tambang gamping dan semen akan menimbulkan limbah laut dan kerusakan biota laut serta hutan bakau di kampung Luwuk. Selain itu, terjadi pencemaran sungai Wae Pesi, emisi udara, dan limbah tanah. Bahkan pihak Keuskupan Ruteng merpertanyakan komitmen pemerintah Manggarai Timur mengatasi dampak lingkungan yang terjadi.
“Apa jaminan perusahaan dan Bupati dalam mengatasi limbah-limbah tersebut?,” tanya Tim itu.
Pabrik semen ini membutuhkan energi listrik yang sangat besar yang ditengarai menggunakan batu bara. Hal ini sangat merusak lingkungan hidup. Pabrik semen membutuhkan sumber air yang sangat besar dari Wae Pesi.
“Bagaimana dampak kerusakan lingkungan dan sumber air pertanian bagi kawasan tersebut? Kehancuran hutan dan daratan (tanah) yang tidak cukup diimbangi oleh kegiatan reklamasi perusahaan. Sejauh mana Bupati menjamin kewajiban reklamasi perusahaan tersebut?,”
Keraguan ini semakin besar setelah melihat profil perusahaan IMM (Istindo Mitra Manggarai) yang ditengarai merupakan metamorfosa dari perusahaan IMP (Istindo Mitra Perdana) yang lari dari tanggung jawab reklamasi pada lubang-lubang besar bekas aktivitad penambangan mangan di kampung Sirise.
“Saudara Trenggono disebut sebagai salah satu pemilik dari dua perusahaan tersebut (Bupati berjanji akan mengklarifikasi dan menuntut kewajiban reklamasi Sirise, bila benar demikian),”
Dampak Kesejahteraan Ekonomi Patut Dipertanyakan
Penambahan PAD (Pendapatan Asli Daerah) yang ditaksir mencapai 48 hingga 50 miliar per tahun berdasarkan klaim Bupati Agas dan Gubernur Viktor Laiskodat harus dikalkulasi dengan cermat. Apa yang menjadi jaminan hal ini? Hal ini tampaknya menjadi ilusi bila melihat proyek-proyek tambang sebelumnya yang tidak memberikan kenaikan PAD pemda yang signifikan (hanya ratusan juta per tahun).
Peningkatan kesejahteraan ekonomi warga lokal juga harus diperhitungkan dengan cermat. Alasanya, mereka kehilangan mata pencaharian di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan akibat proyek tersebut. Sementara itu, uang ganti rugi yang tidak dikelola secara produktif menimbulkan kemiskinan yang parah.
Visi Bupati tentang pembangunan pertambangan yang disandingkan dengan pembangunan bidang-bidang lain di wilayah itu menjadi mustahil, karena semua lahan pertanian, perkebunan, dan wilayah sekitarnya telah menjadi area pertambangan.
Kehilangan mata pencaharian pertanian dan perkebunan menghambat program kedaulatan pangan warga setempat yang menjadi salah satu arah pembangunan.
Konflik Sosial
Dampak Ketegangan Sosial telah terjadi akibat proyek tersebut, misalnya antara mayoritas yang menerima dan minoritas yang menolak. Perlu mendengar aspirasi dan memberikan perlindungan kepada yang menolak serta perlu juga memberi pencerahan dan sosialisasi yang tepat kepada kelompok mayoritas yang menerima.
Tim Keuskupan pun menduga ada oknum-oknum aparat level desa, kecamatan, dan kabupaten yang “menekan” kelompok yang menolak. Bahkan proyek tersebut berdampak masif terhadap warga atau masyarakat di luar kampung Luwuk dan Lengkololok. Karena itu, aspirasi dan perjuangan mereka mesti juga diperhatikan dan menjadi pertimbangan dalam pelbagai keputusan politik. Proyek tersebut berdampak pada kerusakan kultural akibat relokasi dan hilangnya ruang kehidupan tradisional warga setempat. Hal ini tidak cukup ditangani dengan pembangunan kampung baru dan ritus-ritus adat.
Bupati dan tim Keuskupan mengapresiasi dialog yang telah dilaksanakan. Berbagai informasi telah memperkaya kedua belah pihak. Beberapa hal krusial perlu diklarifikasi dan dikawal bersama lebih lanjut. Kedua belah pihak akan terus membangun dialog demi hal yang sama, yakni kesejahteraan yang holistik dan keselamatan warga/masyarakat (bonum commune).
Merespon permintaan Tim Keuskupan Ruteng, Bupati Manggarai Timur, Agas Andreas mengatakan, izin lokasi untuk pabrik semen Luwuk seluas 298 hektare telah diterbitkan pada Maret lalu, sedangkan izin eksplorasi batu gamping diterbitkan oleh pihak Provinsi NTT. Pada kesempatan itu, Bupati Agas mengatakan, dampak ekonomi yang bakal diperoleh dari pabrik semen ini terhadap PAD sebesar 48 hingga 50 miliar per tahun. Selain itu, dampak penyediaan lapangan kerja bagi sekitar 400 warga setempat.
“Keuntungan ekonomi lainnya berupa sarana jalan serta geliat ekonomi yang ditimbulkan oleh pabrik semen tersebut,” klaim Agas.
Bupati Agas menegaskan, keterkaitan mutlak antara pembangunan ekonomi dan lingkungan hidup. Karena itu, pihaknya akan mengkawal proses AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) yang tepat dan bertanggung jawab, misalnya kajian emisi udara dalam batas standar. Selain itu, reklamasi wajib dilakukan oleh investor. Sementara itu, terkait dengan kawasan penangkapan dan penyimpanan air (Karst) wilayah itu, apabila ada penetapan kementerian terkait tentang hal itu dan penambangan batu gamping bakal merusak kawasan Karst tersebut, maka pihaknya tidak akan memberikan izin lingkungan.
Dalam hal ini Bupati mengajak semua pihak untuk mengkawal proses AMDAL dan mencari informasi akurat dan ilmiah dari ahli-ahli geologi. Bupati Agas menyetujui usulan anggota Tim Keuskupan agar Pemda Matim mengajukan Kawasan Bentangan Alam Karst (KBAK) terhadap wilayah tersebut, bila fakta-fakta mendukung keberadaan karst tersebut. Ia juga menyampaikan rencana pembangunan bidang-bidang lain di wilayah tersebut, antara lain, pengembangan pertanian organik, peternakan berbasis budaya Manggarai, pengembangan perikanan, dan pertenunan.
Bupati juga mengetahui gesekan (konflik) internal yang terjadi di kalangan warga yang menerima dan menolak. Tentu tugas bupati untuk menciptakan keharmonisan dan suasana nyaman masyarakat. Bupati juga akan memperhatikan dan melindungi kelompok menolak yang minoritas. Bupati Agas akan mengingatkan pihak ketiga untuk tidak menimbulkan ketegangan dan konflik di wilayah itu.