MALANG, BERITA FLORES- Kampung Lengko Lolok dan kampung Luwuk, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur, NTT akhir-akhir ini menjadi sorotan publik. Sorotan itu datang dari berbagai elemen gerakan. Bahkan kini, sorotan itu datang dari Aliansi Mahasiswa Manggarai Malang (AMANG) terhadap rencana pemerintah Kabupaten Manggarai Timur mendirikan pabrik semen dan tambang batu gamping.
Berdasarkan data AMANG bahwa, pabrik semen dibangun oleh PT. Semen Singa Merah NTT dan tambang batu gamping ditangani oleh PT. Istindo Mitra Manggarai. Sementara untuk menjalankan eksploitasi tambang batu gamping membutuhkan lahan seluas 599 hektare, sedangkan lokasi pabrik semen membutuhkan lahan seluas 120 hektare. Saat ini, berdasarkan rekomendasi Badan Pertanahan Nasional (BPN), maka Bupati Manggarai Timur Agas Andreas telah mengeluarkan izin lokasi pabrik semen di kampung Luwuk, sedangkan untuk izin eksploitasi tambang batu gamping menjadi kewenangan pemerintah pusat berdasarkan revisi terbaru UU Minerba.
Merespon rencana pemkab Matim tersebut, Juru Bicara Aliansi Mahasiswa Manggarai Malang (AMANG), Oris Bendi mengatakan, eskalasi ekstraktivisme industri pabrik semen dan tambang batu gamping bukan sebuah solusi untuk mengatasi kemiskinan atau mensejahterakan warga Desa Satar Punda. Pemerintah dan masyarakat mestinya mampu melihat peluang emas yang bisa mendatangkan keuntungan. Karena pembangunan pabrik semen tidak menjadi satu-satunya solusi bagi pemerintah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang justru mendatangkan dampak buruk bagi masyarakat seperti kerusakan alam dan lain sebagainya.
“Pengembangan daerah wisata dapat menunjang wisata premium di Manggarai Barat, sehingga Labuan Bajo tidak menjadi satu-satunya tujuan para wisatawan,” kata Oris.
Tabrak Regulasi
Oris menegaskan, apabila izin eksploitasi tambang batu gamping diterbitkan, maka sangat berpotensi bertentangan dengan Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.8/MENLHK/SETJEN/PLA.3/1/2018 tentang penetapan wilayah Ekoregion Indonesia. Bahkan berpotensi menabrak Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Di samping itu, industri semen domestik dalam beberapa tahun terakhir mengalami oversupply. Hingga akhir tahun lalu, total kapasitas nasional terpasang sebanyak 120 juta ton, sedangakan penyerapannya hanya mencapai 70 juta ton. Pengoperasian enam pabrik semen baru pada 2016 membuat Indonesia menjadi produsen semen paling besar di Asia Timur dengan total kapasitas 92,7 juta ton.
Pada saat itu produsen semen memperkirakan kapasitas produksi yang naik pesat membuat Indonesia kelebihan pasok semen mulai tahun 2016 tersebut hingga tahun 2020. Berdasarkan penuturan Ketua Asosiasi Semen Indonesia (ASI) Widodo Santoso kata Oris, pertumbuhan penjualan semen tidak sebanding dengan kenaikan kapasitas produksi semen di Indonesia.
“Pertumbuhan yang tidak sebanding menciptakan kelebihan pasokan di pasar semen domestik. Kebijakan pemerintah yang sangat diharapkan para produsen semen adalah pembatasan atau pemberhentian perizinan pembangunan pabrik baru,” ujar Oris melalui keterangan pers Jumat, 3 Juli 2020.
Oris menambahkan, Asosiasi Semen Indonesia (ASI) mencatat konsumsi semen dalam negeri pada akhir Maret 2020 terus merosot hingga 7 persen dari realisasi Maret 2019. Bahkan menjelang akhir tahun 2019 lalu, tingkat kapasitas semua pabrik semen di Indonesia mencapai 113 juta ton. Jika dibandingkan dengan tingkat demand di tahun 2018 lalu, hanya 70 juta ton.
“Artinya, terjadi kelebihan kapasitas semen secara nasional sekitar 41 juta ton atau lebih dari 50 persen demand semen di tahun 2018,” pungkas dia.
Oleh karena itu, sangat bertolak belakang dengan kebijakan yag diambil oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur dan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur karena saat ini hendak mendirikan pabrik semen dan penambangan batu gamping di Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda.
Budaya dan Lahan Produktif Terancam
Anggota AMANG, Andri Saje mengungkapkan, lokasi tambang batu gamping merupakan daerah pegunungan dan permukiman warga Lengko Lolok. Karena lahan permukiman warga, mereka sangat menjunjung tinggi nilai budaya sebagai orang Manggarai. Tentunya akan berdampak buruk bagi warga setempat apabila nantinya mereka direlokasi ke daerah atau ke tempat lain. Apalagi bila direlokasi ke tanah ulayat milik komunitas adat lain, sehingga terjadi kehilangan identitas sebagai orang Lengko Lolok (Gendang Lengko Lolok).
Selain menghilangkan nilai budaya setempat, lokasi ini juga merupakan lahan produktif di sektor pertanian, perkebunan, dan peternakan yang telah menghidupi mereka selama ratusan tahun. Apabila rencana penambangan batu gamping di Lengko Lolok tidak dibatalkan, maka dengan begitu dampaknya adalah selain merusak alam, juga sangat merugikan masyarakat setempat. Bahkan eksploitasi tambang tambang dan pabrik semen hanya menguntung korporasi saja dan tidak menguntungkan masyarakat lokal.
“Sebab sejatinya, pertambangan bertolak belakang dengan peghijauan.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Mark Twian, pertambangan adalah lubang besar yang menganga dan digali oleh para pembohong. Jadi sebentar lagi wajah dari kampung Lengko Lolok akan berubah menjadi lubang-lubang besar yang menganga, terbentuknya danau-danau asam dan beracun yang akan terus ada dalam jangka waktu yang panjang, tidak pulihnya ekosistem yang dirusak oleh perusahaan tambang, dampak lingkungan baik fisik maupun sosial dibandingkan pengusahaan komoditi lain pada umumnya,” ujar Andri.
Andri menegaskan, dampak negatif lainnya seperti debu, asap, maupun gas beracun akan timbul dari aktivitas pertambangan. Deretan persoalan ini dapat mengganggu kesehatan masyarakat dan bahkan mengakhiri hidup seseorang, karena mengidap segala jenis penyakit. Untuk itu, kerugian alam dan masyarakat Lengko Lolok sebagai dampak dari aktivitas tambang tak sebanding dengan uang yang dikucurkan perusahaan untuk membeli lahan bahkan menyogok masyarakat.
“Mengantisipasi terjadinya kondisi seperti ini, maka pemerintah daerah Kabupaten Manggarai Timur serta Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur mesti segera menghentikan rencana penambangan batu gamping ini,” tegas dia.
Andri pun menguraikan sejumlah fakta bahwa, para pelaku tambang sering kali menerapkan politik adu domba antara warga pro dan kontra sehingga memicu benih perpecahan di masyarakat (konflik horizontal). Bahkan mereka memberikan janji-janji angin surga seperti peningkatan pendapatan masyarakat, penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) seperti dalam sambutan Gubernur Viktor menyebutkan bisa mencapai 80 miliar per tahun.
Optimalsasi Sektor Pertanian, Perkebunan dan Peternakan
Andri mengatakan, sektor pertanian, perkebunan, dan peternakan merupakan sandaran utama masyarakat Manggarai Timur pada umumnya dan masyarakat Lengko Lolok khususnya untuk bertahan hidup dan meningkatkan ekonomi keluarga.
Tanah Lengko Lolok merupakan lahan pertanian produktif. Dengan demikian, kehadiran tambang yang akan menggali batu gamping di perut bumi Lengko Lolok dapat merusak tatanan alam karena selama ini menjadi tumpuan hidup masyarakat lokal.
“Oleh karena itu, tidak dapat dibenarkan ketika kesejahteraan menjadi dalil utama masuknya tambang batu gamping di Lengko Lolok. Semestinya apabila pemerintah ingin mensejahterakan masyakat Lengko Lolok dan sekitrarnya, maka yang akan dibuat adalah mengedukasi masyarakat lokal tentang cara bertani, berkebun, serta beternak,” pungkas dia.
“Untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, pemerintah daerah hendaknya memperkuat sektor pertanian, peternakan dan perkebunan,” kata Andri.
Pengembangan Sektor Pariwisata
Ia menambahkan, secara geografis daratan Desa Satar Punda sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi daerah pariwisata. Diketahuai bahwa, daerah Satar Punda letaknya persis di Pantai Utara Manggarai Timur, sehingga berpotensi untuk dijadikan sebagai tempat wisata dan dapat menghasilkan pendapatan daerah serta meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar. Konsep pengembangan tempat wisata ini, bisa dilakukan dengan memanfaatkan potensi masyarakat setempat. Juga bisa dikembangkan melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), sehingga pendapatan dari daerah wisata ini dapat dimanfaatkan secara lansung oleh masyarakat, dan tidak memiliki dampak negatif seperti kerusakan alam dan lain sebaginya.
Sikap AMANG
Berdasarkan dasar pemikiran di atas, maka Aliansi Mahasiswa Manggarai Malang (AMANG) menyatakan sikap antara lain; menolak rencana pembangunan pabrik semen dan tambang batu gamping di Luwuk dan Lingko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur, mendesak pemerintah daerah Kabupaten Manggarai Timur untuk mencabut izin lokasi pabrik semen di Luwuk, mendesak pemerintah pusat untuk tidak memberikan izin eksploitasi tambang batu gamping di Lengko Lolok, Desa Satar Punda.
“Mendesak DPRD Kabupaten Manggarai Timur agar secara tegas mengambil sikap menolak kehadiran pabrik semen dan tambang batu gamping, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, sebab merugikan alam dan masyarakat lokal. Mengajak seluruh masyarakat Manggarai Raya teristimewa masyarakat Manggarai Timur agar secara bersama-sama menolak kehadiran pabrik semen dan tambang batu gamping, Desa Satar Punda demi masa depan Desa Satar Punda khsusnya dan tanah Nuca Lale umumnya,” tutup dia. (TIM).