JAKARTA, BERITA FLORES- Lembaga Hukum dan HAM PADMA Indonesia mengapresiasi sikap Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor B Laiskodat karena tidak melanjutkan proses izin tambang batu gamping di Lengko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi NTT.
Namun Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (PADMA) Indonesia meminta Gubernur NTT untuk tidak hanya menghentikan proses, tetapi mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) Lengko Lolok dan Luwuk, menyusul penolakan yang masif dari gereja, DPRD Provinsi, tokoh pemuda, mahasiswa dan masyarakat diaspora dari seluruh dunia.
“Belajar dari pengalaman buruk dampak tambang di NTT, khususnya Manggarai Timur yakni masyarakat kehilangan tanah sebagai sumber mata pencaharian, rusaknya lingkungan hidup, terjadinya konflik sosial antara yang pro dan tolak tambang, serta dampak sosial ikutan lainnya seperti mereka mengais sesuap nasi ke daerah lain bahkan ke luar negeri, maka kami mendesak Gubernur NTT segera mencabut IUP tersebut,” kata Direktur PADMA Indonesia, Gabriel Goa di Jakarta, Kamis, 11 Juni 2020.
Baca: PMKRI Ruteng: Pertambangan adalah Lubang Besar yang Menganga Digali oleh Para Pembohong
Parahnya lagi, kata Gabriel, Manggarai Timur menjadi kantong korupsi dan kasus human trafficking. Karena itu, pihaknya sangat tertarik ketika pasangan Viktor Bungtilu Laiskodat dan Josef Nae Soi berkomitmen untuk tidak menjadikan wilayah NTT sebagai areal pertambangan, tetapi New Tourism Territory dengan menjadikan pariwisata sebagai prime mover pembangunan.
Baca: Gelombang Penolakan Kian Masif, Gubernur NTT Urung Proses Izin Tambang Semen
Tetapi faktanya, kata dia, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi NTT sangat berani mengangkangi komitmen dan janji Viktor-Nae Soi untuk tidak menerbitkan IUP pertambangan di NTT dengan kedok pembangunan pabrik semen di wilayah pertambangan mangan di Manggarai Timur.
“Bupati dan pengusaha-pengusaha tambang tahu persis bahwa kewenangan IUP sudah berada di tangan Pemprov NTT, maka mereka berupaya keras untuk menjebak Gubernur NTT berhadapan dengan pihak Gereja dan masyarakat di Flores dan diaspora,” kata dia.
Reklamasi dan Reboisasi
Sementara itu, Ketua Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus mengatakan, Gubernur NTT harus mencabut IUP perusahaan tambang tersebut sesuai dengan janji kampanyenya dulu.
Selain itu, Petrus juga meminta Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur dan PT Arumbai Mangan Bekti untuk segera melakukan reklamasi dan reboisasi bekas tambang mangan yang sampai saat ini masih menganga. Fakta ini menunjukkan perusahaan tambang itu sudah melakukan wanprestasi.
“Saya dengar, perusahaan yang sama datang lagi dengan nama baru. Maka aneh kalau Pemkab Manggarai Timur memberikan kepercayaan kepada perusahaan yang jelas-jelas wanprestasi, jelas-jelas merusak lingkungan. Ini harus diusut, ada apa,” kata Petrus Selestinus.
Sebelumnya, dalam pertemuan dengan pimpinan dan anggota DPRD Matim yang melakukan kunjungan kerja ke Lengko Lolok, ada warga yang mengeluh soal bekas lubang tambang mangan.
Yesualdus Jurdin, tokoh pemuda Lengko Lolok saat pertemuan yang berlangsung di mbaru gendang (rumah adat) mengatakan, bekas galian mangan menyisakan lubang besar dan ada ternak warga yang jatuh ke dalam kubangan bekas mangan dan mati.
“Sapi warga berkeliaran di sana. Bahkan ada yang jatuh dan mati di dalam lubang-lubang itu,” kata dia.
Warga Lengko Lolok lainnya, Isfridus Sota dengan tegas menolak kehadiran tambang di wilayahnya. Isfridus mengakui, kehadiran industri pertambangan di wilayah itu tidak mengubah kondisi perekonomian mereka. Bahkan, meski telah bekerja selama 16 tahun di perusahaan tambang mangan.
“Pengalaman pribadi saya bekerja di perusahaan tambang sejak 1997. Sepanjang saya bekerja, banyak hal buruk terjadi. Banyak dampak sosial dan lingkungannya. Misalnya, akibat tambang di Lengko Lolok, sawah dan ladang milik orang Serise dan Luwuk tertimbun tanah. Belum lagi kondisi lingkungan yang sampai saat ini masih berupa lubang-lubang menganga,” tegas dia. (B1/TIM).