BORONG, BERITA FLORES- Yosualdus Jurdin (51), seorang warga Lengko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur, Flores-Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) kini sukses beternak sapi bali.
Yosualdus menuturkan, wilayah Lengko Lolok memiliki potensi pertanian dan peternakan karena lokasi itu sangat luas bahkan memiliki stok pakan ternak seperti lamtoro yang berlimpah. Ia mengaku, wilayah milik warga Lengko Lolok itu sangat cocok untuk dijadikan lokasi peternakan sapi maupun ternak kambing.
Ayah tiga anak ini menuturkan, dirinya telah membuktikan bahwa beternak sapi dapat membawa keuntungan yang besar bagi ekonomi keluarga. Kini, ia sukses menjalani aktivitas peternakan sapi dengan keuntungan hingga lebih dari ratusan juta per tahunnya. Bahkan ia bisa membangun rumah permanen berkat beternak sapi bali.
“Wilayah Lengko Lolok ini ditumbuhi banyak rumput untuk pakan ternak sehingga selain bertani, sebagian besar warga di sini, juga beternak,” ujar Yosualdus kepada wartawan pada Senin, 1 Juni 2020.
Putra kelahiran Lengko Lolok, 17 November 1969 itu mengakui, sebagian besar warga setempat berprofesi sebagai petani ladang dan peternak. Di sana, kata dia, warga setempat menjalani aktivitas rutin beternak sapi dan kambing selain bekerja sebagai petani ladang. Ia mengakui, kini sapi maupun kambing milik warga Lengko Lolok sudah berkembangbiak.
“Saya bisa bangun rumah kemarin, karena hasil menjual sapi 20 ekor,” kisah tokoh muda Lengko Lolok itu.
Dus begitu ia akrab disapa menuturkan, awalnya ia hanya memilki seekor sapi betina saat memulai usaha peternakannya. Hingga kini, ia sudah memiliki beberapa ekor sapi betina karena sebagian sapi miliknya sudah dijual untuk keperluan bangun rumah. Berkat ketekunannya beternak sapi, kini Dus telah mengubah kehidupan keluarganya.
Bahkan sebelum membangun rumah, ia telah menjual sapi sebanyak 20 ekor baik sapi jantan maupun sapi betina dari usaha peternakannya tersebut. Ia mengaku, selain bisa membangun rumah permanen, dirinya pun dapat membiayai pendidikan anaknya berkat hasil beternak sapi.
“Tahun lalu, saya jual 20 ekor sapi dengan kisaran harga Rp3,5 juta sampai Rp9 juta. Dari hasil jual sapi itulah, saya bisa bangun rumah, beli sepeda motor, dan biaya sekolah anak,” kisah Dus menginspirasi.
Dus menjelaskan, aktivitas peternakan di Lengko Lolok pun masih menggunakan sistem tradisional. Di mana, sapi-sapi mereka diikat menggunakan tali di kebun yang ditumbuhi rerumputan dan pakan jenis lamtoro. Apabila memasuki musim kemerau atau musim panas pasca panen padi ladang, hewan peliharaan mereka seperti sapi maupun kambing kemudian dilepas secara liar di perkebunan milik warga setempat.
“Selain itu, saya bisa beli motor, biaya pendidikan anak berkat beternak sapi,” ujarnya.
Baca: Miliki ‘Skill’ Mencukur Rambut, Alfons Gasi Sukses Jadi Pengusaha Salon
Ia menambahkan, para peternak pun, tidak mengalami kesulitan apabila mencari pakan untuk sapi mereka, karena ketersediaan pakan jenis lamtoro berlimpah di sekitar kampung Lengko Lolok. Apalagi kandungan gizi lamtoro dinilai dua kali lipat dari pada rumput biasa. Sehingga bobot badan sapi-sapi milik warga sangat cepat mengalami peningkatan.
Dus mengajak warga Lengko Lolok untuk tetap fokus beternak sapi dan kambing agar bisa memperbaiki ekonomi keluarga. Karena menurut dia, beternak sapi bisa membawa kesejahteraan.
Tak hanya memperoleh pendapatan dari hasil beternak, selama ini warga Lengko Lolok pun telah memperoleh pendapatan berlimpah berkat hasil tanaman komoditi mereka seperti jambu mete.
Dus mengungkapkan bahwa, sebagai besar warga setempat bisa membangun rumah permanen karena penghasilan komoditi seperti jambu mete, peternakan sapi maupun peternakan kambing. Bahkan sebagian warga Lengko Lolok memperoleh pendapatan dari hasil menjual kayu api.
“Warga Lengko Lolok sebagai besar sudah memperoleh pendapatan yang cukup,” cetus pria 51 tahun itu.
Penulis: Ronald Tarsan
Editor: Ronald Tarsan