RUTENG, BERITA FLORES- Polemik rencana pembangunan pabrik semen di Luwuk dan Lingko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur terus mendapat sorotan publik. Saat ini, pro kontra kehadiran perusahaan asal China itu masih berlanjut.
Kali ini, sorotan itu datang dari lembaga Justice, Peace, and Integrity of Creation (JPIC) Keuskupan Ruteng.
Koordinator JPIC Keuskupan Ruteng, Romo
Marthen Jenarut, S.Fil.,SH.,MH mengatakan, memang izin kegiatan eksplorasi galian tambang batu gamping dan pabrik semen ada pada Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat, namun Bupati Manggarai Timur Agas Andreas masih punya ruang kewenangan. Di mana, ruang kewenangan Bupati Manggarai Timur terang dia, terletak pada kewenangan mengeluarkan izin lingkungan sebagai pra syarat izin usaha dan izin eksplorasi.
“Dalam konteks ini kita minta Bupati Matim untuk melakukan pengawasan yang ketat dan mendorong semua pihak terlibat dalam proses kajian AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan),” kata Romo Marthen.
Baca: Dituding jadi ‘Makelar’ Tanah, Ini Klarifikasi Bupati Manggarai Timur
Advokat Peradi itu menerangkan, dengan melibatkan semua pihak dalam proses AMDAL maka dengan demikian rekomendasi kajian dampak lingkungan tersebut sangat objektif dan transparan. Untuk itu, izin lingkungan yang dikeluarkan Bupati Manggarai Timur Agas Andreas bisa dapat dipertanggungjawabkan.
Relokasi Hunian Warga Lingko Lolok
Menurut Publik Lawyer itu, rencana relokasi hunian warga Lingko Lolok merupakan sebuah ancaman terhadap struktur dan sistem adat masyarakat setempat.
“Relokasi masyarakat Lengko Lolok sebagai satu entitas sosial masyarakat adat akan mengganggu struktur dan sistem adat pada masyarakat setempat,” ujarnya.
Ia menambahkan, warga Lingko Lolok bahkan lambat laun akan kehilangan identitas kultural mereka.
Baca: DPRD Diminta Hentikan Praktek Makelar Tanah Untuk Pabrik Semen
Romo Marthen menegaskan, JPIC sebagai lembaga gerejani akan mengawal terus kegiatan tersebut. Bahkan rencana pendirian pabrik semen itu merupakan gangguan serius terhadap ekologi dan hak-hak dasar masyarakat setempat.
“Advokasi kami bertitik tolak pada nilai keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia dalam setiap kegiatan investasi atau kegiatan pembangunan,” pungkas dia.
Menurut dia, dalam hasil kajian JPIC, ada dua (2) kegiatan ekonomi di lokasi tersebut. Pertama, kegiatan eksplorasi tambang bebatuan jenis batu gamping di Lengko Lolok sebagai sumber material pabrik semen. Kedua, pembangunan pabrik semen di Luwuk. Di sana ada urusan pembebasan lahan-ganti rugi tanam tumbuh tanaman dan relokasi atau renovasi rumah warga setempat.
“Dalam survei kami, sebagian besar masyarakat menyetujui kegiatan tersebut dan yakin kegiatan tersebut akan merubah hidup mereka menjadi lebih baik,” ungkap dia.
Meski demikian, pihaknya mempertanyakan apakah nilai ganti rugi pembebasan lahan dan ganti rugi tanam tumbuh tanaman memenuhi rasa keadilan masyarakat atau tidak. Dalam survei yang dilakukan JPIC, ganti rugi pembebasan lahan seharga Rp.12.000-Rp.16.000 per meter persegi dan ganti tanam tumbuh tanaman rata-rata Rp.500.000 per tanaman sudah dianggap adil atau tidak. (R11).