Oleh Kanisius Teobaldus Deki, S.Fil.,M.Th
Berita tentang keberangkatan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat ke Jakarta pada 18 Oktober 2019 sungguh menggoncangkan NTT. Berita itu berisi pesan harapan: ada kemungkinan Pak Viktor dipilih presiden Jokowi untuk menjadi salah satu pembantunya sebagai menteri. Pada tanggal 17 Oktober 2019, sehari sebelum beliau berangkat ke Jakarta memenuhi undangan presiden Jokowi, tepat pkl. 10.00 pagi, bertempat di Hotel Sylvia Premier, kami bertemu dengan Pak Viktor dalam rangka seminar nasional memeringati Hari Credit Union (Koperasi Kredit) sedunia ke-71.
Dalam kesempatan ini, Pak Viktor berbicara dalam durasi yang cukup lama, lebih dari sejam. Beliau menyampaikan persoalan-persoalan NTT yang dipetakan dalam lima bidang utama: Sumber daya pemimpin NTT yang masih lemah, pengelolaan pembangunan yang minim biaya, sumber daya dan potensi ekonomi yang belum maksimal dikelola, persoalan sosial seperti kasus pencurian massal yang belum sepenuhnya teratasi dan peran serta semua parapihak (stakeholder) pembangunan yang belum bersinergi.
Artikel ini merupakan sebuah catatan instrospeksi atas wacana yang berkembang selama beberapa hari ini dalam euphoria gegap gempita pemilihan dan pelantikan para menteri Kabinet Indonesia Maju. Ada sejumlah pihak yang memandang absennya nama Pak Viktor dalam daftar menteri merupakan sebuah malum (kemalangan) bagi NTT dalam parade hingar bingar obsesi kekuasaan yang melanda semua level di republik ini. Sebaliknya, ada juga suara-suara optimis tentang peristiwa itu sebagai berkah bagi NTT untuk terus melanjutkan pembangunan yang sudah diretasnya.
Membangun dari Keruntuhan
NTT di era Gubernur Ben Mboi merupakan sebuah provinsi yang cepat lepas dari kungkungan kemiskinan dengan munculnya program swasemabada beras. Pada era ini, Manggarai menjadi salah satu lumbung padi yang mampu menyuplai beras ke kawasan lain di NTT. Kopi, cengkeh, coklat, kemiri, asam, jagung, kacang-kacangan, kopra, jambu mente dan hampir semua jenis komoditi pertanian dari semua kabupaten dijual dengan harga yang menguntungkan petani. Pertumbuhan ekonomi menanjak naik. Riak-riak NTT sebagai sebuah kabupaten yang mandiri perlahan-lahan terlihat.
Era selanjutnya adalah kisah-kisah kegetiran. Angka ketergantungan NTT pada pusat makin tinggi dan bertahan kokoh pada ketergantungan penuh. Prosentase APBD NTT lebih besar dibiayai oleh pusat ketimbang hasil pendapatan asli daerah (PAD). Ini menunjukkan betapa NTT kembali runtuh sebagai sebuah entitas kemajuan, apalagi kemakmuran.
Di segala aspek kehidupan, ada litany panjang tak terbantahkan yang menggambarkan secara gamblang tentang keruntuhan di segala bidang kehidupan. Jumlah pengangguran terbuka sangat besar persis saat kita mengalami surplus demografi dengan angka usia produktif yang besar. Anak-anak NTT harus mencari kerja di luar negeri dan dikembalikan dalam peti-peti mati. Pun bekerja dalam negeri sendiri tetapi diperlakukan sama bejadnya oleh saudara-saudari sendiri. Masalah human trafficking menjadi menu harian dalam berita.
Di bidang ekonomi, pertumbuhan ekonomi belum maksimal. Banyak sektor ril belum digarap. Lahan-lahan kritis terbengkelai. NTT kekurangan air setiap tahun. Beras disuplai dari provinsi tetangga, juga mengharapkan bantuan beras raskin yang diimpor Negara dari Negara lain. Ketika masyarakat kekurangan pangan, stunting tak dapat dielakkan. Juga pelbagai penyakit ikutannya.
Extra Ordinary Way
Siapa bilang NTT ini miskin? NTT ini kaya. Lihatlah potensi-potensinya yang luar biasa, baik manusianya maupun sumber daya alamnya. Yang miskin adalah pemimpin-pemimpinnya. Mereka itu berjalan dalam rel kebiasaan yang sudah terlanjur salah namun masih terus diikutinya. Itulah yang disampaikan Pak Viktor dalam sebuah Rapat Koordinasi untuk para bupati dan pelaku usaha se-NTT di Hotel Ayana Labuan Bajo pada 10 Juni 2019. Saat itu saya juga hadir sebagai salah satu undangan atas nama lembaga keuangan mikro. Menurut pak Viktor, sebagai pemimpin di NTT, gubernur pun bupati ada dalam kemestian menemukan jalan luar biasa (extra ordinary way) untuk menyelesaikan masalah NTT.
Para pemimpin (gubernur dan bupati) menurut pak Viktor tidak lagi menjadi pemimpin yang “bodoh”, dalam artian hanya mengikuti petunjuk, penyelarasan dengan undang-undang atau peraturan yang berlaku (legal oriented), menjadi pemimpin adminsitratif, menjadi tukang lantik, tukang hadir acara. Sebagai pemimpin dia harus memikirkan usaha-usaha yang strategis untuk kemajuan daerahnya. Para bupati bertugas menemukan potensi daerahnya, mengembangkannya dan mengupayakan daerahnya mandiri dari produk-produknya. Dia juga pergi memperkenalkan produk-produk daerahnya ke manca Negara.
Harus ada rasa bersalah dan berdosa ketika program-program pembangunan tidak mencapai target. Kiblat dunia usaha sudah seharusnya diadaptasi ke dalam pola kinerja birokrasi. Modal sebagai investasi harus berorientasi pada keuntungan. Kritik pak Viktor pada pelaksanaan pembangunan hanya sebatas pada sudah dilaksanakannya program merupakan pola berulang (leit motiv) yang salah. Ironinya dapat, sudah salah terus menerus dilakukan pula. Semacam ada kesengajaan, bagaimana hasilnya urusan kemudian. Sebuah tindakan tanpa pertanggungjawaban moral.
Ide yang sering diungkapkan gubernur tentang produk lokal dan pemboikotan produk luar NTT sebenarnya ingin menegaskan NTT harus mampu menghasilkan produk sendiri, dipakai sendiri dan keuntungannya untuk pembangunan dan kesejahteraan NTT. Ide ini berkaitan erat dengan pilihan arah pembangunan NTT dengan menempatkan pariwisata sebagai leading sector pembangunan. Komodo sebagai salah satu asset NTT harus dikelola maksimal. Dibutuhkan startegi-strategi baru pengelolaan atasnya agar keuntungan dapat didulang untuk membiayai pembangunan NTT. Pinjaman-pinjaman luar dari pihak ketiga dibutuhkan untuk mempercapat penyelesaian infrastruktur jalan provinsi.
Inilah konsep-konsep yang sudah dinyatakan pak Viktor sebagai cara baru mengatasi problem NTT. Konsep yang lahir dari kecintaan yang sangat besar untuk daerah ini. Karenanya, NTT butuh implementator yang mengubah kata-kata ini menjadi kenyataan. Menurut hemat saya, pak Viktor adalah orang yang tepat untuk melanjutkan apa yang sudah dimulai. NTT butuh pak Viktor untuk maju dan sejahtera!
Penulis merupakan Ketua Koperasi Kredit Kopkardios, juga bekerja sebagai Dosen STIE Karya Ruteng