Oleh: Petrus Selestinus,S.H.
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI)
BERITA FLORES — Komisi Kerasulan Awam Konferensi Waligereja Indonesia (Kerawam KWI) untuk Pemilu 2019, pada 1 Maret 2019, telah mengeluarkan “Seruan Moral” yang ditujukan kepada Umat Katolik sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang dipanggil untuk ikut menghidupi, merawat, dan mengupayakan kehidupan demokrasi yang rasional, sehat dan bermartabat.
KWI meminta agar Umat Katolik memperhatikan beberapa hal yang baik dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum 17 April 2019, karena Pemilu harus dilaksanakan dalam batas–batas moral, sehingga kehidupan bersama yang lebih baik akan menjadi kenyataan. Sikap KWI patut kita apresiasi, karena merupakan sebuah sikap politik Gereja Katolik yang peduli dalam menjaga NKRI, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika dan UUD 1945.
KWI menyakini bahwa politik itu baik karena merupakan salah satu sarana untuk mewujudkan tujuan nasional yaitu kesejahteraan bersama (bonum commune), karena politik dalam dirinya sesungguhnya mengandung nilai-nilai luhur seperti pelayanan, pengabdian, pengorbanan, keadilan, kejujuran, ketulusan, solidaritas, kebebasan, dan tanggung jawab. Oleh karena itu, dunia politik harus diisi oleh orang-orang dengan kualifikasi mempunyai kapasitas, loyalitas, integritas, dan dedikasi yang tinggi dalam mengemban jabatan dan menggunakan kekuasaan.
Kriteria orang-orang dengan kapasitas, loyalitas, integritas dan dedikasi yang tinggi, nampaknya semakin langka, bahkan kebanyakan dirusak oleh sistem politik yang pargmatis dan feodalistis yang melanda semua Partai Politik saat ini.
Menurut KWI, bangsa ini membutuhkan orang-orang yang cerdas dan baik untuk menjadi pemimpin, namun untuk menjadi pemimpin harus melalui Pemilu dan melalui Pemilu itu pulalah kita memilih pemimpin kita. Karena itu hak untuk memilih menjadi sebuah poin penting dalam pesan moral KWI, karena dengan memilih orang-orang cerdas dan baik, kita mencegah orang-orang yang tidak baik atau jahat yang ingin merongrong Pancasila dan menghancurkan NKRI masuk dalam sistim kekuasaan.
Karena itu, semua warga Gereja dan warga negara yang baik, 100% Katolik dan 100% Indonesia selayaknya menjadi pemilih, khususnya orang muda Katolik yang akan menjadi pemilih pemula, memberikan suaranya dalam pemilu ini.
Pemilih Jadi Garam dan Terang Dunia
KWI mengaskan bahwa, Umat Katolik dipanggil dan diutus oleh Allah untuk menjadi garam dan terang dunia dan dalam konteks ini, garam dan terang dunia itu diwujudkan dengan menjadi pemilih, penyelenggara-pengawas dan kandidat. KWI pun menekankan sebagai Pemilih, maka mereka harus mempunyai informasi yang cukup tentang kandidat yang akan dipilih dan partai politiknya, mencoblos secara benar dan ikut mengawasi penghitungan suara; menolak politik uang dengan tidak menerima uang atau barang apapun yang diberikan dengan maksud agar memilih kandidat tertentu; dan memilih kandidat yang beriman, yang menolak radikalisme dan intoleransi serta mengamalkan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Ini penting karena terdapat beberapa Partai Politik yang secara terbuka mendukung gerakan radikalisme dan intoleransi seperti HTI dan FPI.
Sebagai Kandidat, KWI menekankan agar berkampanye bersih tanpa mengumbar kebencian dan menyebar berita bohong; Mempunyai komitmen memperjuangkan kepentingan umum dan Gereja Katolik, mempunyai wawasan ke-Indonesiaan yang memadai dan kemampuan untuk menyelesaikan berbagai persoalan bangsa; Setia terhadap Pancasila, UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika. Kesetiaan kepada Pancasila, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika merupakan pesan moral yang sangat penting, karena pada saat ini terdapat banyak sekali orang memiliki loyalitas ganda, di satu pihak seolah-olah loyal kepada Pancasila, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila, tetapi di pihak lain serius me dukung aktivitas HTI dan FPI yang secara nyata memiliki aktivitas yang bertentangan dengan Pancasila bahkan ingin menggantikan ideologi negara yautu Pancasila dengan ideologi Khilafah Islamiyah.
Pesan moral KWI juga disampaikan kepada Penyelenggara dan Pengawas Pemilu, agar laksanakan UU Pemilu dan menegakkan Kode Etik Penyelenggara Pemilu secara konsisten, profesional dan netral; memberikan informasi yang akurat tentang Pemilu kepada masyarakat, Kandidat dan Partai Politik secara baik sehingga upaya menciptakan suasana aman dan damai, sebelum, pada saat, dan sesudah pemilu berlangsung dengan tidak terprovokasi oleh berbagai ajakan, ajaran, dan tawaran yang mengarah pada munculnya konflik, perpecahan, dan kekerasan dalam masyarakat, aktif membangun komunikasi dan kerja sama dengan kelompok dan umat beragama lain karena pesta demokrasi ini menjadi tanggung jawab semua warga masyarakat.
KWI Mewaspadai Kekuatan Radikalisme Masuk Parlemen
Seruan moral KWI ini sangat relevan dan penting, karena terdapat beberapa Partai Politik peserta pemilu secara terbuka menyatakan mendukung keberadaan HTI dan Ormas Radikal lainnya, terlebih-lebih terkait dengan ancaman serius yang dihadapi bangsa ini pada saat ini, yaitu Radikalisme, Terorisme dan Intoeransi yang tumbuh dan berkembang semakin besar dan kuat. Ancaman terhadap eksitensi pilar-pilar berbangsa dan bernegara yaitu NKRI, Bhineka Tunggal Ika, UUD 1945 dan Pancasila, semakin nyata dengan memperlemah posisi negara melalui produk hukum di DPR, sehingga berpotensi menghancurkan fundasi kehidupan berbangsa dan bernegara, karena kekuatan radikalisme, intoleransi dan terorisme sudah memperoleh ruang dan tempat untuk membangun kekuatan dalam sistem kekuasaan, termasuk melalui pemilu 2019.
Pintu masuk utamanya adalah melalui pintu Partai Politik dimana paham-paham itu melalui tokoh-tokohnya sudah berhasil masuk di dalam Partai Politik dan berhasil menempatkan orang-orangnya atau kader-kadernya secara terselubung di DPR. Keberhasilan dan manfaat yang didapat dari keberhasilan menempatkan orang-orang atau kader-kadernya yang berpaham radikal, intoleran dan teroris di DPR, dapat dilihat dari rumusan beberapa UU di bidang Politik dan Politik Hukum yang muatannya bertujuan memperlemah negara, manakala negara hendak menggunakan kekuasaannya mengeksekusi kebijakannya termasuk untuk menumpas ormas dan orang-orangnya yang ingin menggantikan Pancasila dan NKRI dengan ideologi lain (contoh UU No. 17 Tahun 2013, Tentang Ormas yang beberapa pasalnya dicabut Presiden Jokowi dengan Perpu No.2 Tahun 2017).
Peringatan dan seruan moral Komisi Kerasulan Awam KWI yang ditandatangani oleh Mgr. Vincentius Sensi Potokota, selaku Ketua dan RD. PC. Siswantoko, selaku Sekretaris, sangat relevan, terutama mencegah masuknya orang-orang jahat yang menganut paham radikal dan intoleran melalui Partai Politik dalam pemilu 2019, dengan tujuan agar melalui DPR-DPD mereka dengan mudah membangun kekuatan sehingga dengan mudah merongrong Pancasila, NKRI, Bhineka Tunggal Ika dan UUD 1945 dari dalam. Disana kebenaran dan akal sehat bisa dilahirkan melalui siapa yang suaranya terbanyak, karena itu sangat beralasan ajakan dan seruan moral KWI kepada kita semua untuk ikut menghidupi, merawat, dan mengupayakan kehidupan demokrasi yang rasional, sehat dan bermartabat melalui pemilu 2019 untuk memilih Presiden-Wakil Presiden, DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota dan DPD RI.