RUTENG, BERITA FLORES — Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi NasDem, Johnny G. Plate meminta masyarakat mencoblos satu (kali) bukan dua (kali) pada saat pemilihan umum (pemilu) 17 April mendatang.
Hal tersebut ia jelaskan saat kegiatan Rekoleksi Kebangsaan dan Pelantikan Pengurus Vox Point Indonesia Cabang Manggarai Barat, Manggarai dan Manggarai Timur di Aula Keuskupan Ruteng Sabtu, 23 Februari 2019.
“Coblosnya satu (01) tahunya dua (02) dicoblosin. Blangko lagi nanti. Jadi harus benar coblosnya. Ini yang omong undang-undang pemilu bukan saya yang omong,” kata Johnny disambut riuh oleh para peserta kegiatan.
Hadir dalam kegiatan ini antara lain; Administrator Apostolik Keuskupan Ruteng Mgr. Silvester San; Dirjen Bimas Katolik, Eusobius Binsasi; Wakil bupati Manggarai, Viktor Madur; Direktur Analisis dan Survey Voxpoint Indonesia Wempi Hadir; Ketua Dewan Pimpinan Vox Point Indonesia Cabang Manggarai Erlan Yusran; Wakil Sekjen Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Vox Point Indonesia; Aktivis Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Ruteng; Aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Manggarai; Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI) serta sejumlah awam katolik.
Baca Juga: Johnny Plate Ajak Generasi Milenial Manggarai Bangun Desa
Pada kesempatan tersebut, Johnny meminta peserta kegiatan untuk mengutus representasi awam katolik masuk pada lembaga legislatif, eksekutif maupun yudikatif di tingkat nasional.
“Sangat penting representasi kita di tingkat nasional. Kalau yang kuantitatif ini tidak berpikir secara strategis, jangan menyerahkan ini kepada yang lain-lain. Nanti kita babak belur juga,” ucapnya.
“Kenapa golongan putih tidak boleh ada, karena kami orang yang dititipkan untuk menentukan arah kebijakan negara. Oleh karena itu, kita harus gunakan hak pilih kita dengan tepat,” kata Johnny.
Baca Juga: Johnny Plate: Bumdes Bisa Jadi Kunci Penggerak Ekonomi Desa
Politikus NasDem itu menjelaskan, bahwa simulasi kertas suara juga dirasa cukup penting untuk dilakukan. Ia pun tak menginginkan pemilih salah saat melakukan pencoblosan 17 April nanti.
“Jangan sampai kita pilih A lalu coblosnya salah. Ini penting juga untuk kita jelaskan,” ucap dia.
Pada prinsipnya, kata dia, representasi awam katolik serta kualitas harus bisa muncul dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Sebab, awam katolik mencapai sepertiga dan kita terbesar di Indonesia. Apapun yang disampaikan dengan pendekatan teologis oleh hirarki gereja, maka perlu diterjemahkan dalam bumi politik itu sendiri. Tentunya dengan bahasa dengan strategi politik yang riil untuk kemenangan perjuangan politik.
“Tidak bisa kita bermain-main lalu menjadi abu-abu. Harus jelas warnanya seperti Vox Point ini. Biru ya biru. Kuning ya kuning. Biru-kuning,” pungkas dia dengan nada tegas.
Kelompok katolik yang terintegral merupakan representasi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dia menegaskan, kelompok katolik tidak boleh menggunakan pendekatan dari sisi jumlah, lalu dikatakan jumlah sangat sedikit.
“Kita pikir juga dengan perspektif yang lain. Kita juga merepresentasi Indonesia, karena kita berada di seluruh pelosok tanah air kita ini. Tapi yang banyak di sini, harus menjalin the front line dan mengajak yang lain. Di sini harus menjadi role model politik,” tegas dia.
“Kalau role model-nya patah, line-nya jebol bagaimana yang lain-lainnya,” beber dia.
Maka dengan demikian, itulah pentingnya pertemuan hari ini apalagi dikaitkan dengan kebijakan politik di tingkat nasional. Jika semuanya menggunakan mekanisme voting maka dipastikan memperoleh kekalahan dalam pertarungan politik. Maka negara ini bisa babak belur.
“Ada hal-hal yang tentu tidak perlu disampaikan tapi diskursus politik di beberapa bulan dan tahun terakhir ini serius. Itu bukan hoax main – main. Main kata-kata khususnya legislasi kita. Saya ambil contoh pembahasan kodifikasi undang-undang pemilu nomor 7 tahun 2017. Pada saat kita membaca teks, yang ada di situ kita lihat sederhana saja. Dan pada saat kita ributkan soal presidential threshold (PT). Secara akademik dipertentangkan di mana-mana dan argumentasinya bisa dua-duanya benar,”
Meskipun begitu, lanjut Johnny, sangat diperlukan pencermatan secara teliti setiap road map politik yang dibangun dalam regulasi tersebut untuk memastikan tetap menjaga keutuhan NKRI. Apabila konsensus kebangsaan ke empat itu antara ada atau tiada. Oleh karena itu, harus ada road map politik. Kewenangan partai politik di Indonesia ini sangat luar biasa besar. Bahkan hampir setiap penyelenggaraan kekuasaan negara ada pada partai politik.
“Sebut saja: non job presiden oleh partai politik, non job anggota DPR oleh partai politik, DPRD, Panglima TNI, Kapolri, para Duta besar bahkan hak prerogatif presiden dalam menentukan kabinet pun oleh partai politik. Apa yang tidak? Dia yang buat undang-undang. Dia mengatur cara bernegara. Walaupun kita punya presidensial sistem. Presidensial sistem kita tidak efektif. Pembagian kekuasaan sudah diobrak abrik,” tukas dia.
Oleh sebab itu, penting sekali ada duta politik di dalam sebuah partai politik. Pihaknya pun mengapresiasi Vox Point Indonesia dalam mengambil bagian mendorong kader katolik untuk mengabdi dalam sebuah lembaga negara.
“Saya memberikan apresiasi kepada Voxpoint Indonesia DPN yang sudah membentuk cabang organisasi termasuk di tiga kabupaten di wilayah Manggarai ini. Saya ucapkan selamat kepada DPN Vox Point Indonesia. Tapi tidak cukup dengan itu tanpa mempunyai networking politik khususnya dengan partai politik, karena yang pertama perlu ada representasi politiknya dalam lembaga politik,” tutup dia. (RONALD/BEF).