BORONG, BERITA FLORES – Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) sebagian siswa SMP Negeri 7 Kecamatan Lamba Leda, di Wae Rambung, Desa Golo Munga Barat, Manggarai Timur – NTT, terpaksa berlangsung di Kapela (rumah ibadah Katolik berukuran lebih kecil dari gereja-red).
Salah satu guru SMP Negeri 7 Lamba Leda, Fransiskus Luda mengatakan sejak berdirinya sekolah itu pada tahun 2002 silam, Kapela Stasi Wae Rambung acap kali digunakan untuk kegiatan belajar mengajar.
Sekolah yang terletak di Wae Rambung, Desa Golo Munga Barat, Lamba Leda itu sebelumnya milik Yayasan Katolik St. Ludovikus Manggas. Namanya saat itu SMP Katolik St. Ludovikus Manggas.
Namun kata Frans, pada tahun 2011 SMP Katolik milik Sebinus B. Suhardi itu diserahkan tanpa imbalan jasa kepada Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur. Selanjutnya seluruh aset sekolah tersebut menjadi milik Pemerintah.
Dengan demikian, lanjut dia bupati Manggarai Timur, Yoseph Tote mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pada tanggal 21 Februari 2011 tentang perubahan nama SMP Katolik St. Ludovikus Manggas menjadi SMPN 7 Lamba Leda.
“Siswa terpaksa belajar di Kapela karena keterbatasan ruangan kelas,” ujarnya kepada wartawan di Ruteng, Kamis, 11 Januari 2018.
Menurut Frans, kondisi itu sudah berlansung lama, tetapi pihak SMPN 7 biasanya menggunakan dua shift dalam melaksanakan KBM.
“Untuk mengatasi kekurangan ruangan, kami juga pernah membagi siswa. Ada yang sekolah pagi dan ada sebagian siswa mengikuti pelajaran pada sore hari,” tuturnya.
Baca Juga : Terkait Ruangan Kelas Terbatas, Ini Tanggapan Kadis Pendidikan Matim
Frans menilai SMP Negeri 7 Lamba Leda masih belum mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah Kabupaten Manggarai Timur.
“Kami mengingikan pihak pemerintah Manggarai Timur agar ada penambahan ruangan baru,” tambahnya.
Secara terpisah, Kepala Sekolah SMPN 7 Lamba Leda, Fidelis Fedin membenarkan hal tersebut. Ia mengatakan pihaknya sudah 3 tahun menggunakan Kapela untuk aktivitas belajar mengajar.
“Iya benar. Kami masih menggunakan Kapela Stasi Wae Rambung. Karena kekurangan ruangan kelas,” ujarnya kepada Beritaflores.com melalui WhatsApp Kamis, 11 Januari 2018.
Lebih lanjut ia katakan, SMPN 7 Lamba Leda kekurangan sebanyak 3 ruangan kelas. Meski mereka menggunakan alternatif lain seperti Kapela, Kantor dan Perpustakaan untuk melaksanakan KBM.
“Kami sekolah pagi dan sore. Namun setelah dianalisis siswa yang sekolah pagi hasilnya lebih baik dibandingkan sekolah sore. Sehingga kami sekarang minta kepada Ketua Stasi supaya gunakan Kapela agar semuanya sekolah pagi,” jelasnya.
“Layaknya di SMPN 7 Lamba Leda harus tambah 3 ruangan lagi,”
Menurut Kepsek Fidel, siswa kurang berkosentrasi dalam menerima pelajaran karena ruang Kapela terlalu luas. Selain itu kata dia, Kapela yang seharusnya dimanfaatkan untuk kegiatan rohani, terpakasa digunakan KBM. Bahkan siswa yang menggunakan Kapela mengaku merasa dianaktirikan.
Kepsek Fidel berharap kepada Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur untuk menambah ruangan kelas dan fasilitas lain di SMPN 7 Lamba Leda.
“Harapan kami dalam anggaran perubahan yang akan datang Dinas P & K Matim mengalokasikan dana untuk bangun 3 ruangan kelas di SMPN 7 Lamba Leda. Sehingga siswa yang masih menggunakan Kapela bisa belajar dengan fasilitas yang lebih layak dan nyaman,” harapnya.
Saat ini, jumlah ruangan yang terpakai di SMPN 7 Lamba Leda hanya 5 ruangan kelas. Tiga ruangan merupakan peninggalan Yayasan St. Ludovikus Manggas. Sedangkan dua lainnya dibangun Pemda Matim tahun 2014 lalu. Satu ruangan dipakai untuk Kantor dan Perpustakaan. Sehingga hanya 4 ruangan yang dipakai KBM.
Sementara jumlah siswa di sekolah itu sebanyak 180 siswa.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Manggarai Timur, Fredericha Sock belum berhasil dikonfirmasi. Meski berkali kali dihubungi, namun nomor ponselnya tidak aktif.
Penulis : Ronald Tarsan