Ruteng, Berita Flores – Alumni Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Ruteng, menyebutkan oknum Polisi yang melakukan tindakan kekerasan terhadap aktivis PMKRI Ruteng langar Peraturan Kapolri. Aksi itu memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia pada Sabtu, 9 Desember 2017 lalu, diwarnai dengan tindakan represif oleh oknum Polisi Polres Manggarai.
Demontrasi damai dalam rangka Hari Anti Korupsi sedunia itu berubah menjadi situasi piluh dan memalukan.
Apri Kulas, Alumni PMKRI Ruteng mengatakan sejumlah aktivis dipukul, dicekik, ditendang, dan diserang membabi buta oleh oknum anggota Polres Manggarai yang berjaga saat demonstrasi.
Awalnya, para aktivis menyuarakan dan meminta pertanggungjawaban atas sejumlah dugaan kasus korupsi di Kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur. Akan tetapi sejumlah oknum Polisi malah merespon dengan tindakan kekerasan terhadap aktivis PMKRI Ruteng.
Baca Juga : TPDI Minta Propam Mabes Polri Tindak Tegas Oknum Polisi yang Pukul Aktivis PMKRI Ruteng
Akibat sikap arogansi polisi tersebut kata Apri, beberapa aktivis PMKRI Ruteng mengalami memar di bagian leher karena cekikan. Bahkan peserta aksi lainnya mengalami luka memar di bagian tulang kering.
“Ini merupakan ancaman verbal untuk merepresi semangat mahasiswa dalam memperjuangkan hak masyarakat tertindas,” ujar Apri melalui siaran pers Minggu, 10 Desember 2017.
Ia mengaku geram dengan tindakan penganiayaan aktivis PMKRI Ruteng oleh anggota polisi. Kata dia, tindakan kekerasan itu merupakan bagian dari pembungkaman terhadap suara kritis para mahasiswa yang memperjuangkan kebenaran.
Baca Juga : Oknum Polisi di Ruteng Pukul Aktivis PMKRI
Berdasarkan sejumlah video yang ditonton saat aksi berlangsung, Apri menemukan pihak Polres Manggarai telah melanggar Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pengendalian Massa.
Apri menjelaskan, Pasal 7 ayat (1) bagian (a) dalam Perkap tersebut secara jelas melarang keras anggota polisi bersikap arogan dan terpancing oleh perilaku massa aksi. Sementara bagian (b) anggota polisi dilarang keras melakukan tindakan kekerasan yang tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedural (SOP).
“Polisi secara jelas keluar dari ikatan satuan atau formasi dan menyerang para aktivis. Padahal ini dilarang keras dalam Pasal 7 ayat (1) poin (e) Perkap Nomor 16 Tahun 2006,” tegasnya.
Tak hanya itu, dia juga menemukan keanehan pada saat pengamanan demonstran, karena justru polisi lalu lintas yang datang mencekik peserta demonstran. Seharusnya yang berhadapan langsung dengan demonstran adalah pasukan Dalmas, bukan Polisi Lalu Lintas.
“Pihak Polres Manggarai saat kericuhan mengeluarkan kata-kata kotor kepada massa aksi. “Mana itu anjing tadi,” kata salah seorang anggota polisi,” kata Apri menirukan pernyataan oknum Polisi itu.
Padahal jelas Apri, tindakan itu dilarang keras dalam pasal 7 ayat (1) bagian (g) Perkap Nomor 16 2006. Dalam Perkap itu, ada larangan bagi Dalmas untuk mengeluarkan kata-kata kotor, pelecehan seksual, perbuatan asusila, dan memaki-maki pengunjuk rasa.
Belum lagi, lanjut dia, polisi mengeluarkan kalimat ancaman berupa ; “Kau seperti jago saja. Saya makan kau bulat-bulat,” (KH/RT/Berita Flores).