RUTENG, BERITA FLORES- Pelaksaan proyek pembangunan jembatan tahun anggaran 2023 di Kabupaten Manggarai, Flores, NTT mendapat sorotan dari Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (DPC PMKRI) Cabang Ruteng Santu Agustinus.
Pasalnya dalam proyek itu, sebanyak empat jembatan dibangun dengan menelan anggaran puluhan miliaran rupiah namun menggunakan kuari yang diambil dari lokasi galian c belum berizin atau ilegal.
Adapun lokasi galian c ilegal yang saat ini dijadikan tempat pengambilan kuari oleh sejumlah kontraktor untuk kepentingan pengerjaan proyek jembatan, yakni Wae Reno dan Wae Pesi.
Memang dua lokasi galian c ilegal tersebut merupakan rekomendasi dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), sebagaimana diatur dalam ketentuan Harga Penawaran Sendiri (HPS). Namun mirisnya lagi, kontraktor pelaksana melanggar ketentuan HPS. Sebab mereka justru mengambil kuari dari lokasi galian c terdekat di lapangan. Sehingga baru-baru ini para kontraktor tersebut diberi surat teguran oleh PPK.
Menyikapi hal itu, Ketua DPC PMKRI Cabang Ruteng Santu Agustinus, Laurensius Lasa mengatakan, tindakan yang dilakukan oleh kontraktor pelaksana pengerjaan proyek jembatan tersebut mencerminkan sikap warga negara yang tidak taat hukum.
Ia menilai, para kontraktor telah melanggar aturan yang berlaku. Sebab dalam Undang-Undang Jasa Konstruksi Nomor 2 Tahun 2017, dikatakan bahwa setiap pekerjaan konstruksi harus menggunakan sumber material yang berizin.
“Menurut kami, kontraktor diduga telah melanggar undang-undang jasa dan kontruksi. Oleh karena itu kami menilai bahwa kontraktor dengan sengaja menggunakan material ilegal yang jelas-jelas itu melanggar hukum,” ujar Laurensius melalui pesan WhatsApp pada Selasa, (4/7) malam.
Laurensius pun berharap praktik-praktik yang melanggar undang-undang tidak boleh terpelihara di tanah Nuca Lale. Sebab itu, ia mendesak aparat penegak hukum agar mengambil langkah hukum untuk menindak para kontraktor yang menggunkan kuari dari lokasi galian c ilegal.
“Bagi kami, bahwa negara kita ini kan negara hukum. Artinya bagi siapapun yang diduga telah melanggar undang-undang seharusnya aparat penegak hukum langsung bertindak. Namun sayangnya, sejauh ini aparat penegak hukum dinilai tidak punya taring dalam menegakkan hukum di tanah Nuca Lale ini,” pungkas Laurensius.
Penulis: Heri Mandela