RUTENG, BERITA FLORES – Yayasan Plan International Indonesia memfasilitasi kegiatan bertajuk “Pelatihan Kepemimpinan dan Advokasi bagi Konsorsium Penyandang Disabilitas Manggarai” yang digelar di Aula Spring Hill Resto Ruteng selama tiga hari mulai dari Rabu (23/08) hingga Kamis (25/08/2022).
Kegiatan tersebut digelar berkat kerja sama antara Yayasan Plan International Indonesia atau Plan Indonesia dengan Pemda Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) melalui Proyek WfW (Water for Women).
Pelatihan ini menghadirkan tiga narasumber antara lain, Pendiri Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan (PerDIK Fondation) Dr. Ishak Salim, SIP.,MA; Co Founder Garamin, Berti Soli Dima Malingara; dan Divisi P3K FORMASI (Forum Masyarakat Pemantau untuk Indonesia Inklusi Disabilitas) Hari Kurniawan, S.H.
Hadir dalam kegiatan ini sebanyak 15 peserta yang tergabung dalam organisasi Konsorsium Penyandang Disabilitas Kabupaten Manggarai seperti teman tuli, tuna netra, dan cacat fisik. Selain itu, turut hadir juga peserta pendamping sebanyak 5 orang. Peserta kegiatan datang dari kabupaten maupun dari kecamatan.
Salah satu narasumber Dr. Ishak Salim, SIP.,MA mengatakan, kegiatan tersebut bertujuan untuk memperkuat perspektif tentang isu disabilitas dan memperkenalkan sejumlah model atau pendekatan ketika ingin memahami fenomena disabilitas di daerah tersebut.
“Kami juga memberikan materi-materi terkait kemampuan-kemampuan teknis seperti analisis dan bagaimana mendesain strategi komunikasi agar bisa menyampaikan pendapat kepada publik tentang apa yang mereka hadapi,” ujarnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, kegiatan pelatihan ini juga merupakan momentum untuk berbagi pengalaman karena tiga narasumber datang dari berbagai macam disiplin ilmu. Sedangkan teman – teman Konsorsium Penyandang Disabilitas Manggarai juga memiliki pengalaman sehingga bisa saling berbagi.
“Kami memperdalam medikal model perspektif, sosial model perspektif, terutama reach model perspektif. Dimana penyandang disabilitas bisa mengamati kembali fenomena disabilitas di daerahnya masing-masing,” ujarnya.
Untuk itu kata dia, dengan cara pandang baru tersebut maka pergerakan atau rencana melakukan perubahan sosial lebih efektif. Doktor Ishak juga mengajak aktivis disabilitas juga untuk sering tampil di ranah-ranah publik.
“Baik mengisi ruang partisipasi secara formal maupun informal sehingga bisa menunjukan kepada publik bahwa disabilitas berdaya dan punya gagasan untuk berkontribusi bagi daerah Manggarai di masa mendatang. Selain itu juga, aktivis disabilitas harus menyampaikan hal-hal apa yang mereka hadapi di seluruh sektor penghidupan seperti sektor kesehatan, pendidikan, pariwisata, termasuk partisipasi politik,” pungkas dia.

Ia menambahkan, regulasi tentang penyandang disabilitas juga perlu direvisi dan sejumlah aturan daerah juga perlu diharmonisasi dengan ratifikasi konvensi dan menjalankan sejumlah peraturan yang sudah diturunkan dalam peraturan pemerintah. Bahkan di Provinsi Sulsel sedang menyiapkan rencana aksi untuk penyandang disabilitas.
Narasumber lainnya Hari Kurniawan, S.H mengatakan, pelatihan tersebut menggunakan metode parisipatori, dimana melalui pendekatan orang dewasa bukan model ceramah tetapi interaktif. Untuk melihat sejauh mana pemahaman teman-teman peserta terkait materi yang diberikan.
“Hari pertama kita membongkar pemahaman mereka tentang disabilitas. Ada tiga pendekatan antara lain, pendekatan medis, sosial, dan model pendekatan hak asasi manusia,” ujarnya.
Peserta juga diberikan materi tentang pengorganisasian karena mereka tidak hanya berhadapan dengan difabel tetapi juga non difabel. Selain itu, peserta juga diberikan materi advokasi bertujuan agar bisa menyelesaikan masalah-masalah di lapangan.
“Bagaimana mereka belajar tentang metode advokasi, strategi advokasi yang harus dilakukan. Apakah memakai jalur litigasi atau non litigasi. Peserta juga diajarkan bagaimana mereka menggunakan komunikasi efektif,”
Ia menerangkan, target utama dalam kegiatan ini adalah kemandirian teman-teman penyandang disabilitas agar bisa berani berbicara, berani melakukan advokasi, berani menyampaikan pendapat mereka kepada Pemda Manggarai dan kepada masyarakat atau pemerintah desa.
“Kita berharap mereka mampu mempengaruhi stakeholder terkait dan masyarakat secara umum,” pungkas dia.
Ia juga menekankan tentang pentingnya kepercayaan diri dari teman-teman penyandang disabilitas di Manggarai, karena dengan kepercayaan diri mereka berani melakukan apapun seperti mengkritisi kebijakan pemerintah.
“Kita berharap teman-teman di sini melakukan hal yang sama terkait pemenuhan hak-hak disabilitas. Ketika ada HAM disabilitas yang belum terpenuhi maka mereka mampu memperjuangkannya. Untuk itu sejalan dengan tagline Bupati Manggarai yakni ” Menuju Manggarai Jadi Kabupaten Inklusi,” pungkas dia.
Sementara salah satu peserta kegiatan yang juga perwakilan Konsorsium Penyandang Disabilitas Kabupaten Manggarai, Daniel Klementino mengatakan, pihaknya mendapatkan banyak pengetahuan tentang bagaimana strategi memperjuangkan hak-hak penyandang disabilitas.
“Kami belajar bagaimana melakukan advokasi, belajar publik speaking, bagaimana membentuk sebuah organisasi, berbicara terkait hak-hak disabilitas, klasifikasi disabilitas, dan cara menangani disabilitas sesuai dengan klasifikasinya,” jelas pria yang akrab disapa Ino itu.
Dalam rencana tindak lanjut (RTL), peserta diminta agar mengupayakan sosialisasi untuk sekolah inklusi dengan memuat pengetahuan tentang disabilitas sehingga sekolah bisa menerima semua jenis disabilitas.
“Kita juga melakukan pelatihan JBI (Juru Bahasa Isyarat) untuk memudahkan teman-teman tuli mendapatkan informasi,” jelas Ino. (RED).