RUTENG, BERITA FLORES – Kisah sukses datang dari Arnodianus Katung (31). Noldi begitu ia akrab disapa menjalankan bisnis home industry (industri rumahan) produksi tempe yang dijual keliling di wilayah Manggarai Raya, Pulau Flores-Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pria asal Nul, Desa Pocolia, Kecamatan Lamba Leda Selatan, Kabupaten Manggarai Timur itu menekuni usaha produksi tempe sejak tahun 2017 lalu. Kini usahanya tersebut telah berjalan selama lima tahun lebih.
“Saya berawal dari tidak punya apa-apa, berkat ketekunan dan bantuan lembaga keuangan dan LSM yang mendampingi saya, sehingga mulai dari situ bergerak membuka home industry pembuatan tempe,” kata pria 31 tahun itu.
Baca Juga: Bersama KSP Kopkardios Mengembangkan Kewirausahaan
Meski awalnya menjalankan usahanya dengan skala kecil, namun karena berkat keuletannya kini bisa menyerap belasan tenaga kerja di desanya dan meraup keuntungan belasan juta per bulan. Ia mempekerjakan sebanyak sembilan orang untuk pemasaran, sedangkan untuk produksi tempe sebanyak empat orang.
Ia mengaku pihaknya memasarkan tempe hasil produksinya ke sejumlah wilayah di Manggarai Raya.
Kontribusi Kopdit Kopkardios
Noldi mengakui bahwa, kontribusi Koperasi Kopkardios dalam permodalan itu sangat besar sekali. Ia menjelaskan, sebelum dirinya memulai usaha tempe, ia bergabung dengan Koperasi KSP Kopkardios untuk membantu modal usahanya.
“Saat ini juga istri saya dan anak saya sudah bergabung bersama Koperasi Kopkardios,” terang Noldi.
Ayah dua anak itu menuturkan banyak manfaat saat dirinya bergabung dengan Kopkardios. Salah satunya bisa membuka usaha home industry dan memperoleh pendapatan untuk menunjang kehidupan keluarganya. Bahkan saat ini, Noldi telah mempekerjakan belasan karyawan di tempat usahanya tersebut.
“Selain saya bisa membuka lapangan kerja, banyak karyawan saya juga yang mengalami kemajuan dalam hidup rumah tangga mereka,” pungkas dia.
Noldi mengungkapkan, untuk karyawan yang memasarkan produk tempe miliknya dibayar sebesar Rp100.000 per harinya. Dirinya juga menyediakan fasilitas kendaraan roda dua untuk menunjang usaha pemasaran tempe ke sejumlah pelosok di wilayah barat Pulau Flores itu.
“Awalnya saya pinjam sebesar Rp2 juta di Kopkardios, lalu dalam tempo satu tahun saya setor kembali. Setelah itu saya masukan saham lagi. Kemudian saya pinjam Rp5 juta,” kisah Noldi saat awal mula merintis usahanya.
Baca Juga: Kopkardios Terus Berinovasi Jadi Koperasi Terbaik Demi Sejahterakan Anggota
Noldi mengaku berkat usahanya tersebut, dirinya sudah memiliki aset berupa sepeda motor sebanyak sembilan unit dan satu unit mobil untuk operasional. Fasilitas tersebut bisa dibeli berkat suntikan keuangan dari KSP Kopkardios Ruteng.
“Kopkardios yang beli cash di dealer, lalu saya mencicil ke Kopkardios, sejak tahun 2017 lalu,” ungkap dia dengan antusias.
Berkat ketekunanya, kini dirinya telah meraup omzet sebesar Rp80 juta per bulannya. Kisaran pengeluaran atau biaya operasional sebesar Rp60 juta lebih. Setelah dikurangi biaya operasional ia bisa meraup keuntungan bersih sebesar belasan juta. Paling kurang di angka Rp10 juta per bulan.
Meski demikian, dirinya juga menemui sejumlah tantangan dalam menjalankan bisnis produksi tempe. Selama Februari, dirinya mengalami hambatan dalam pemasaran tempe karena cuaca buruk. Proses pemasaran barang cukup sulit karena harus masuk ke sejumlah wilayah ekstrem seperti di Kecamatan Sambi Rampas dan Kecamatan Elar, wilayah Kabupaten Manggarai Timur.
“Ada lima orang yang jual ke wilayah Elar, ada dua orang di Kecamatan Satar Mese, dan selain itu ada yang memasarkan tempe hasil produksinya ke wilayah Borong,” jelas dia.
Dia bilang dalam sehari, home industry miliknya menghabiskan sebanyak 60 kilogram kedelai impor yang didatangkan dari Amerika Serikat. Dari kedelai tersebut menghasilkan sebanyak 1.030 lempeng tempe yang siap dipasarkan kepada pelanggan.
“Awalnya saya kerja dengan 5 kilogram kedelai. Itu pun dibantu oleh LSM Ayo Indonesia,” kisah suami dari Feliana Iran (28) itu.
Ia pun memberikan tips pemasaran produknya agar bisa laku terjual di sejumlah kampung. Awalnya ia sengaja memasarkan tempe dengan harga Rp2.000 per lempeng. Hal itu bertujuan agar sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat kecil di kampung-kampung.
“Saya sengaja buat tempe dengan harga Rp2.000 per lempeng, itu sesuai dengan kemampuan uang masyarakat. Karena itu, uang Rp5.000 bisa membeli dua lempeng tempe dan dua potong tahu,” ujarnya.
Sementara di pasar, tempe dijual dengan harga Rp5.000 per lempeng. Bila uang Rp5.000 dipakai di kampung, warga bisa mendapatkan dua lempeng tempe dan dua potong tahu.
“Itu perhitungan ekonomisnya,” pungkas dia.
Buka Lapangan Kerja Untuk Warga
Noldi mengakui dirinya termotivasi membuka usaha karena ada semangat untuk membantu membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat desa. Apalagi di desa saat ini, home industry sangat membantu warga yang ingin memiliki penghasilan tetap.
“Tentunya saya memanfaatkan potensi-potensi yang ada di desa,” cetus ayah dua anak ini.
Ia mengajak kaum muda Manggarai Raya untuk berwiraswasta sehingga bisa memenuhi kebutuhan ekonomi setiap harinya. Ia menuturkan kini sudah ada anak muda di desanya yang mengikuti jejaknya menjalankan bisnis home industry produksi tempe.
Noldi kini berencana memproduksi tahu dan menanam tomat di kampungnya. Dia ingin menjual satu paket produk termasuk tahu, tempe dan tomat di dalamnya. Dia juga ingin memanfaatkan potensi di desanya dengan menanam tomat. Konsep ini bertujuan agar uang itu berputar di sekitar desa saja. Sehingga menghidupkan perekonomian warga desa.
“Kemarin saya sudah tanam dua sampel saat musim hujan dan sudah jadi. Paling penting adalah saya didukung oleh LSM Ayo Indonesia dan didukung oleh Kopkardios untuk permodalan,” ungkap dia.
Ia pun mengaku dirinya dibesarkan oleh KSP Kopkardios. Dia juga mengaku bangga menjadi bagian dari lembaga keuangan yang dirintis oleh para imam tersebut. Saat ini total uang Kopkardios yang ia kelola sebesar Rp51 juta lebih, setelah ditotal dengan pinjaman istrinya.
“Saya merasa banggga karena Kopkardios bisa membantu modal sehingga derajat saya dan istri saya itu tinggi. Karena kalau kita punya penghasilan, maka harga diri kita semakin tinggi dan diperhitungkan dalam satu lingkungan,” pungkas dia.
Koperasi Kopkardios kata dia, asas kekeluargaannya sangat tinggi. Bila usaha atau kredit mengalami kemacetan, diharapkan menyampaikan informasi kepada pengurus dan manajemen Kopkardios.
“Itu kelebihannya masuk koperasi. Komunikasi itu penting, kalau misalnya ada anggota kredit macet, koperasi pun memberikan pemahaman,” beber dia.
Dirinya membangun usaha tersebut dari nol dengan semangat yang tinggi meskipun banyak tantangan dan hambatan yang datang menghadang. Ia juga mengisahkan saat merantau ke Kalimantan untuk bekerja di perusahaan kelapa sawit. Bahkan pernah merantau ke Kupang, ibu Kota Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
“Saya pernah merantau tapi nasib baik tak kunjung menghampiri saya. Sehingga akhirnya saya pulang kampung, untuk membuka usaha produksi tempe,” terang dia.
Sementara itu, seorang karyawan home industry tempe, Fidelis Tarsi Bagur (21) kepada wartawan mengatakan, dirinya sangat terbantu secara ekonomi dengan adanya home industry tempe milik Noldi.
“Saya sangat terbantu dengan pendapatan Rp100.000 per hari. Sehingga saya bisa membeli kebutuhan-kebutuhan pokok, dan membantu meningkatkan ekonomi keluarga” kata Tarsi.
Tarsi mengaku, dirinya sudah bekerja di home industry tempe milik Noldi selama dua tahun lebih. Dia juga merasa nyaman selama bekerja bersama Noldi. Tarsi menilai Noldi merupakan sosok inspiratif yang bisa menjawab masalah pengangguran di desa mereka.
Merespon kisah sukses anggota, Ketua KSP Kopdit Kopkardios, Romo Leonardus Eventinus Noveri mengatakan, pihaknya merasa bangga dengan kisah keberhasilan anggota KSP Kopkardios Ruteng.
“Kami bangga karena ada anggota yang berhasil manfaatkan pinjaman pada Kopkardios untuk usaha peningkatan ekonomi dia dan orang-orang yang dia pekerjakan,” ujar Romo Ardus kepada wartawan di sela-sela kegiatan RAT di Aula Asumta Paroki Katedral Kamis, 17 Maret 2022.
Romo Ardus berjanji akan mempromosikan Noldi sebagai role model atau teladan untuk anggota yang lain. Romo Ardus juga berencana untuk melibatkan Noldi dalam kegiatan pendidikan anggota, supaya ilmunya tertular ke para anggota yang lain.
“Kami juga berikan support dengan siapkan fasilitas pinjaman khusus untuk dia. Kami juga dorong anggota untuk membeli produk yang dia tawarkan itu, sehingga dia punya pasar bertambah. Anggota perlu saling support, bila perlu mewajibkan diri untuk mendukung usaha sesama anggota. Sehingga pasar untuk usahanya sudah lebih pasti yakni anggota Kopkardios itu sendiri,” cetus Romo Ardus.
Romo Ardus berharap pasar produk tempe milik Noldi dikembangkan lagi dengan mencari tempat baru. Dan bisa manfaatkan jaringannya KSP Kopkardios untuk menjajal pengembangan pasar baru atau wilayah baru. Bila pasarnya bertambah maka produksi harus bertambah dan berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja juga, otomatis akan bertambah.
“Ketika datang ke tempat usahanya saya minta dia produksi sendiri tomat, lombok dengan melibatkan orang-orang di sekitar dia sehingga tidak perlu harus beli di Ruteng. Juga harus tetap menjaga mutu termasuk mutu pelayanan supaya pelanggannya tidak lari. Sebab yang berat itu menciptakan pasar,” saran Romo Ardus.
Penulis: Ronald Tarsan