RUTENG, BERITA FLORES- Pemerintah Desa Bangka La’o, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) berkomitmen untuk mengatasi masalah stunting. Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama, umumnya karena asupan makan yang tidak sesuai kebutuhan gizi.
Kepala Desa Bangka La’o, Gregorius Serian Keka, S.Pd mengatakan, anggaran Dana Desa (DD) pada tahun 2020 ini lebih difokuskan pemanfaatannya untuk menangani masalah stunting. Hal itu disebabkan selama beberapa tahun terakhir pemerintah desa belum secara maksimal mengatasi masalah stunting di desa itu.
“Sebelumnya dilihat sebelah mata saja karena banyaknya kebutuhan infrastruktur yang perlu dibangun di desa. Akan tetapi di tahun 2020 pemdes (Bangka La’o) sudah bertekad untuk fokus pada penanganan stunting,” ujarnya kepada Beritaflores.com saat ditemui di Kantor Desa Bagka La’o pada Senin, 18 Mei 2020.
Ryan begitu ia akrap disapa mengakui bahwa, dirinya merasa sangat kaget ketika pertama kali mendapatkan data jumlah penderita stunting dari Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai karena mencapai angka 77 bayi balita.
“Sehingga komitmen kami pada tahun 2020 ini untuk fokus dalam penanganan masalah stunting,” terang Ryan.
Meskipun pembangunan infrastruktur kata dia, masih dibutuhkan oleh warga Desa Bangka La’o untuk menunjang perekonomian, namun jaminan kesehatan jauh lebih penting bagi masyarakat. Apalagi terkait dengan kesehatan ibu dan anak yang merupakan salah satu elemen penting dalam membangun generasi emas. Selama ini, kesehatan ibu dan bayi selalu dikesampingkan.
Menurut dia, pemerintah desa telah mengambil alih dan fokus mengatasi persoalan gizi buruk yang terjadi di tengah masyarakat. Sehingga pada tahun anggaran 2020 Pemerintah Desa Bangka La’o telah mengalokasikan anggaran untuk pencegahan dan penanganan masalah gizi buruk sebesar Rp77.874.800. Anggaran itu jelas dia, termasuk membiayai kegiatan pelatihan peningkatan kapasitas kader dan PKK untuk menanggulangi angka stunting. Anggaran itu juga kata dia, untuk membiayai kegiatan pelatihan PMBA bagi bayi dan balita (6-59 bulan) untuk ibu-ibu sasaran posyandu.
“Pemerintah desa berharap dengan adanya alokasi anggaran ini bisa mengatasi masalah gizi yang sedang terjadi,” pungkas dia.
Kades Ryan menguraikan, tahun 2020 ini pemerintah desa memberikan bantuan penanganan masalah gizi berupa susu kedelai kepada anak stanting dan ibu hamil. Bahkan pihaknya telah mengambil langkah pencegahan masalah stunting. Pemerintah desa juga memberikan sejumlah bantuan PMT (Pemberian Makan Tambahan) berupa bahan makanan yang dikelola oleh para kader posyandu Desa Bangka La’o.
Di samping itu, kata Ryan, kondisi pangan Desa Bangka La’o sejauh ini dikategorikan masih stabil atau masih normal. Persediaan bahan pangan untuk sementara masih bisa terpenuhi. Namun pemenuhan gizi masyarakat lanjut dia, belum dikategorikan baik, karena keadaan ini dilatari oleh pemahaman masyarakat yang masih minim.
“Kami mengajak masyarakat tentang pentingnya peningkatan gizi dengan mengkonsumsi makan yang dapat mencapai kesetabilan gizi seimbang,” papar dia.
Putra kelahiran Wase Wengke, 11 Juli 1986 itu menuturkan bahwa, saat ini masyarakat lebih banyak mengonsumsi makanan tanpa memperhatikan terlebih dahulu faktor gizi dari makanan tersebut. Bahkan sering makan asal kenyang, walaupun makanan tersebut nilai gizinya sangat rendah.
Ryan menambahkan, imbas wabah Coronavirus diseases (COVID-19) untuk pangan di desa Bangka La’o belum dirasakan oleh masyarakat. Karena pada umumnya masyarakat sampai hari ini masih bisa memenuhi kebutuhan pangan mereka. Keadaan ini dikarenakan mata pencaharian yang masih bertumpu pada bidang pertanian. Bahkan masyarakat juga saat ini telah memasuki musim panen padi. Sehingga untuk pemenuhan pangan masih tetap terjaga.
“Pemerintah desa tidak mengalami hambatan. Kader posyandu dan PKK sangat berperan dalam persoalan ini,” ungkap dia.
Ia mengakui bahwa, sejauh ini peran desa dalam mengatasi masalah stunting sangat efektif. Di mana, pemerintah desa juga ikut andil dalam menyediakan anggaran dan memfasilitasi PKK dan kader posyandu dalam penanganan dan pencegahan masalah stunting.
“Jumlah anak stunting berdasarkan data November 2019 sejumlah 77 anak,” pungkas dia.
Kades Ryan menerangkan, pelayanan posyandu sebelum merebaknya COVID-19 masih dilakukan di pos masing-masing. Akan tetapi saat merebaknya wabah COVID-19, maka petugas kesehatan harus mendatangi rumah warga satu per satu.
“Mereka datang dari rumah ke rumah sasaran posyandu untuk melakukan pelayanan,” ujarnya.
Kepala Puskesmas Anam, Maksimilianus Darma, Amd.Kep mengatakan, pada umumnya semua desa telah mengalokasikan anggaran untuk menangani masalah stunting. Berdasarkan data yang ia peroleh, rata-rata setiap desa mengalokasikan senilai Rp50 juta. Kebijakan tersebut berdasarkan rapat Musrenbangcam (Musyawarah Rencana Pembangunan Kecamatan) Ruteng sebelumnya.
Max begitu ia akrab disapa menjelaskan, bantuan yang bersumber dari Dana Desa (DD) itu diarahkan bukan sekedar memberi makan bagi anak stunting tetapi bagaimana merubah pola hidup sehat seperti STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat). Karena masalah stunting itu bukan lansung terjadi begitu saja. Akan tetapi dimulai dari 1000 hari pertama kehidupan. Mulai dari terjadinya konsepsi, kehamilan hingga umur 24 bulan atau dua tahun bayi balita.
“Jadi kalau misalnya penanganan ibu hamil yang bermasalah kesehatan, maka kemungkinan besar anaknya yang akan dilahirkan mengalami masalah stunting. Makanya mulai penanganan dari masa kehamilan,” ujarnya kepada Beritaflores.com saat ditemui di Puskesmas Anam pada Senin sore, 18 Mei 2020.
Program Puskesmas Anam
Maksimilianus mengakui, selama ini pihaknya melakukan pemeriksaan secara berkala terhadap para ibu hamil, paling kurang kunjungan ke Puskesmas diwajibkan selama empat kali saat masa kehamilan. Kunjungan trimester satu itu dilakukan saat usia kehamilan sampai 14 minggu (0-3 bulan). Para ibu hamil diwajibkan harus mendatangi Puskesmas untuk mengontrol kesehatan mereka. Ia menambahkan, kunjungan berikut harus dilanjutkan pada trimester dua bertujuan mengontrol potensi gangguan kesehatan ibu hamil.
“Sementara trimester tiga, harus melakukan kunjungan dua kali karena ibu hamil sering mengalami masalah kesehatan seperti darah tinggi (hipertensi) harus dikontrol terus. Misalnya bermasalah sejak awal dengan risiko tinggi karena jarak kehamilan sangat berdekatan. Itu dianggap risiko tinggi. Maka kunjungannya lebih sering lagi,” kata Max.
Pihak Puskesmas pun kata dia, memasangi bendera di rumah para ibu hamil sebagai penanda dan untuk tetap melakukan kontrol kesehatan secara terus menerus.
Pencegahan dan Implementasi
Ia mengungkapkan bahwa, apabila mengalami masalah stunting pada bayi balita, maka bisa dinilai dari sejak kelahiran. Jika panjang badan di bawah standar WHO (World Health Organization) misalnya, untuk laki laki di bawah 49 cm sedangkan perempuan panjang badan di berada di bawah 48 cm.
“Kita menganjurkan berikan ASI (Air Susu Ibu) ekseklusif dari ibunya tanpa susu tambahan dari luar. Kalau misalnya lewat dari usia 6 bulan, baru bisa dikasih MP ASI (Makanan Pendamping) ASI seperti biskuit MP ASI,” terang dia.
Apabila usia bayi melewati 6 bulan, tetapi masih mengalami stunting maka harus diberikan MP ASI seperti biskuit. Dalam melaksanakan langkah pencegahan juga, pihak Puskesmas lansung mengirimkan semua data stunting ke desa-desa agar bisa diperhatikan secara serius masalah gizi mereka. Sehingga bisa diberikan asupan gizi seimbang melalui intervensi anggaran yang bersumber dari dana desa.
“Puskesmas Anam telah bekerjasama dalam mengatasi masalah stuntiing dengan empat desa seperti Desa Bangka La’o, Pong Leko, Pong La’o dan Desa Bulan,” terang di.
Hingga kini, rata-rata semua desa di Kecamatan Ruteng telah mengalokasikan anggaran penanganan masalah stunting.
Ia mengungkapkan, total angka stunting dari empat desa tersebut sebanyak 313 bayi balita. Rinciannya antara lain, Desa Bulan menyumbang sebanyak 91 bayi balita, Desa Pong Lao sebanyak 55 bayi balita, Desa Pong Leko sebanyak 78 bayi balita dan Desa Bangka La’o menyumbang sebanyak 89 bayi balita. Angka tersebut terhitung berdasarkan kategori lain seperti masalah gizi buruk lainnya karena kurus atau berat badan di bawah standar WHO. Data ini bersumber dari EPPGBM sebuah aplikasi untuk mengukur validasi data status gizi bayi balita.
“Data ini diperbaharui oleh Puskesmas Anam pada Februari 2020. Total seluruhnya sebanyak 313 bayi balita. Data ini didapat pada penimbangan dan pengukuran panjang badan pada bulan Februari 2020 lalu oleh Puskesmas Anam,” terang dia.
Efektivitas Program Puskesmas
Maksimilianus mengakui bahwa, dirinya sesungguhnya sangat membutuhkan dukungan dari pihak lain terutama dari luar Puskesmas. Untuk membantu melakukan pencegahan masalah gizi buruk yang acapkali terjadi pada bayi balita.
“Kalau kami sendiri yang menangani itu tidak efektif. Sebenarnya kami ini dianalogikan sebagai penjaga gawang seperti pihak terakhir sudah yang wajib menangani masalah ini,” papar dia.
Menurut dia, pencegahan masalah stunting harus melibatkan Dinas Peternakan, Pertanian dan Dinas Perikanan. Dinas Peternakan bisa memberikan bantuan ternak ayam kepada keluarga yang memiliki penderita stunting untuk bisa menambah asupan gizi mereka. Bahkan warga tidak perlu lagi mengeluarkan uang untuk membeli makanan bergizi. Setidaknya bisa dicegah oleh keluarga itu sendiri. Dinas Pertanian memberikan bantuan pertanian seperti bibit sayur-sayuran. Begitu pun Dinas Perikanan mengajak masyarakat beternak ikan lele.
“Kami juga berharap dari pemerintah desa untuk terlibat secara lansung mengatasi masalah stunting. Begitu juga dari LSM Ayo Indonesia,” urai dia.
Maksimilanus pun berharap kepada pihak LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) untuk lebih banyak menggenjot program pencegahan karena apabila LSM lebih ke masalah penanganan masalah stunting maka tidak efektif. Pencegahan kata dia, harus diutamakan. Pada prinsipnya, lebih baik mencegah dari pada menangangi yang ada. Sehingga bisa menekan angka stunting sedini mungkin.
Salah satu Kader Posyandu Desa Bangka La’o, Bernadeta Bibut mengatakan, saat ini kegiatan posyandu Puskesmas Anam mengalami hambatan. Hal itu disebabkan oleh merebaknya wabah virus corona sehingga harus mengikuti instruksi dari gubernur. Maka sejak April lalu, kegiatan posyiandu di Puskesmas Anam tidak pernah dilakukan.
Baca: Ayo Indonesia Gandeng Yayasan Schmitz Atasi Masalah Stunting
Bernadeta menjelaskan, kegiatan posyandu persis sejak April tidak dibuat karena pemerintah telah menerbitkan aturan larangan berkumpul. Meski begitu, untuk bulan Mei kegiatan penimbangan dilakukan kembali dan penimbangan dibuat dari rumah ke rumah. Kini, pihaknya lebih fokus melakukan pemantauan pertumbuhan bayi balita stunting tetapi tidak menutup kemungkinan juga memantau pertumbuhan bayi balita normal.
“Kalau seandainya bayi normal ada di rumah maka kami lakukan pemantauan. Tapi kalau bayi stunting wajb kami pantau perkembangannya,” imbuh dia.
Ia mengatakan, sebelum merebaknya pandemi COVID-19, kegiatan posyandu dilakukan secara rutin selama satu kali dalam sebulan.
“Kami kerja sama dengan Ayo Indonesia membuat susu kedelai untuk dibagikan kepada sasaran balita stuntung atau penderita stunting. Penimbangan pengukuran panjang badan dilakukan oleh kader. Karena setiap kader desa sudah melakukan pelatihan,” jelas dia.
Ia mengaku, para kader posyandu juga secara rutin melakukan penyuluhan di pos posyandu masing-masing tentang pencegahan dan penanganan masalah stunting. (RONALD).