LABUAN BAJO, BERITA FLORES – Gres, seorang siswi kelas satu SDI Wae Jare, Kecamatan Mbeliling, Manggarai Barat, tak bisa duduk di bangku kelas dua bersama teman-temannya pada tahun ajaran baru ini.
Putri, Bonefasius Ferdinandus Sumber itu, tak bisa naik kelas karena tak ikut ujian pada Mei lalu.
Ferdinandus mengungkapkan saat ujian naik kelas berlangsung, anaknya jatuh sakit.
Setelah anaknya sembuh, ia pun mendatangi wali kelas untuk meminta agar anaknya bisa mengikuti ujian susulan. Namun permintaan itu tidak diindahkan sama sekali oleh wali kelas dan kepala sekolah.
Dalam rekaman pembicaraan antara Ferdinandus dengan pihak sekolah yang diperoleh Beritaflores kepala sekolah menyampaikan keputusan sekolah tidak bisa diganggu gugat.
“Apa yang telah disahkan oleh sekolah, tidak boleh diganggu gugat oleh pihak manapun. Anak anda tidak boleh ikut ujian susulan, itu hal yang telah disahkan dan anda tidak boleh melawan. Saya adalah kepala sekolah yang punya hak penuh di sekolah ini, anda tidak boleh menjadi pembangkang atas keputusan saya,” demikian pembicaraan dalam rekaman tersebut.
Menurut Ferdinandus suara dalam rekaman itu adalah suara kepala sekolah SDI Wae Jare yaitu Kristoforus H. Hardi.
“Saya merasa kesal dan sungguh kesal atas sikap kepala sekolah menolak permintaan ujian susulan anak saya,” ujar Ferdinandus kepada Beritaflores, Sabtu, 14 September 2019.
Menurut Ferdinandus, dalam kurikulum 2013 secara jelas mengatur bahwa siswa yang tidak mengikuti ujian diberi kebijakan ujian susulan oleh lembaga.
“Keputusan kepala sekolah tersebut sungguh tidak manusiawi dan miskin kebijaksanaan. Saya tidak tau dia kepala sekolah atau kepala batu. Kasihan anak saya tidak naik kelas,” ujarnya.
Tak hanya itu, karena tak naik kelas anaknya kini menanggung beban psikologis sehingga belum bisa melanjutkan proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di sekolah.
Tak lama setelah permintaan ujian susulannya ditolak pihak sekolah, Ferdinandus sudah mengadukan persoalan ini ke Dinas Pendidikan.
Dinas Pendidikan, menurutnya berjanji untuk menyelesaikan masalah ini dengan menghadirkan dua belah pihak yaitu orang tua dan pihak sekolah.
Namun, hingga kini janji pihak dinas itu tak juga menjadi kenyataan.
“Saya menduga ada konspirasi kuat antara dinas dengan pihak lembaga sekolah. Dinas cuci tangan, itu menunjukkan dinas tidak bisa diharapkan sebagai pahlawan dalam proses penyelesaian kasus ini. Dinas tidak memberi solusi tetapi justru menambah polusi,” ujarnya.
Setelah dinas sudah tidak bisa diandalkan lagi dalam menyelesaikan kasus ini, hanya ada satu usaha terakhir yang tersisa Ferdinandus, yakni mendatangi ketua DPRD Manggarai Barat.
Ia meminta kepada DPRD Kabupaten Manggarai Barat melalui ketua DPRD agar mendesak Bupati Mabar dan dinas terkait menyelesaikan kasus ini.
Ketua DPRD Manggarai Barat, Edi Endi saat ditemui di ruang kerjanya mengatakan akan berusaha untuk menyelesaikan masalah ini.
“Saya tidak janji, tapi yang pasti dalam waktu dekat saya siap menyelesaikan kasus ini,” ujarnya.
Fensi Valentinus/BF