RUTENG, BERITA FLORES — Pengadilan Negeri Ende (PN Ende) di Kabupaten Ende, diminta untuk menjelaskan posisi perkara perdata Lingko Bowo Hocu di Anam, Desa Bulan, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai,Flores-NTT.
Pasalnya, Pengadilan Negeri Ende telah menangani dan memutuskan perkara bernomor 30/1959/Perdata pada tahun 1959 silam. Kala itu, Kabupaten Manggarai belum memiliki lembaga Peradilan sehingga semua kasus perdata disidangkan di Pengadilan Negeri Ende.
Termasuk Perkara dalam memperebutkan tanah ulayat di Lingko Bowo Hocu di Anam antara pihak Gendang Anam melawan pihak Kraeng Teok. Kedua belah pihak pun dilaporkan saling mengklaim kepemilikan tanah ulayat di Lingko Bowo Hocu seluas 6,5 hektare tersebut.
Kuasa Hukum Gendang Anam, Plasidus Asis Deornay,SH mengatakan Pengadilan Negeri Ende merupakan pihak yang paling bertanggung jawab terkait beredarnya foto copy salinan amar putusan di Anam pada bulan Maret lalu.
Asis menyebut, kuat dugaan salinan amar putusan PN Ende tahun 1959 yang beredar di masyarakat Anam tersebut dipastikan palsu. Bahkan anehnya, kata dia, pihak Pengadilan Negeri Ende malah tidak mampu menunjukan bukti salinan asli perkara itu sebagai arsip di Pengadilan Negeri Ende.
Pihak Gendang Anam melalui Kuasa Hukum mereka, Plasidus Asis Deornay telah mendatangi PN Ende untuk membuktikan apakah benar PN Ende telah memutuskan perkara tersebut atau tidak.
Asis selaku Kuasa Hukum Gendang Anam mengungkapkan PN Ende tidak bisa memastikan kebenaran dari amar putusan perkara Lingko Bowo Hocu. Sebab, semua berkas bahkan nomor register perkara Lingko Bowo Hocu tidak ditemukan oleh petugas di bagian Kearsipan Pengadilan Negeri Ende.
“Saya telah mendatangi PN Ende dan menemui petugas untuk memastikan apakah ada salinan asli amar putusan perkara Lingko Bowo Hocu di sana,” ujarnya saat Konferensi Pers di Ruteng, Senin, 7 Mei 2018.
Baca Juga : Tanah Ulayat Diklaim, Warga Gendang Anam Lakukan Upaya Hukum
Asis mengaku, awalnya ia diminta petugas PN Ende bernama Yuda untuk melakukan pengecekan salinan putusan perkara itu di Pengadilan Negeri Ruteng (PN Ruteng) di Kabupaten Manggarai. Namun saat Asis mendatangi Pengadilan Negeri Ruteng ia kembali mendapat jawaban yang tidak memuaskan dari pihak PN Ruteng.
“PN Ruteng justru meminta saya kembali ke PN Ende untuk mempertanyakan amar putusan perkara Lingko Bowo Hocu karena mereka (PN Ende) yang memutuskan perkara itu,” tutur Asis sambil kesal.
Upaya Asis tak cukup sampai di situ, ia kemudian kembali berupaya untuk melayangkan surat secara resmi kepada PN Ende dengan tujuan meminta salinan asli amar putusan perkara Lingko Bowo Hocu. Akan tetapi semua upaya yang ia lakukan sia – sia.
Ia mengungkapkan petugas Pengadilan Negeri Ende justru menolak ketika dirinya ingin mengajukan surat secara resmi untuk mendapatkan kepastian hukum tentang kasus perdata yang sedang dihadapi kliennya (Warga Gendang Anam).
“Pengadilan Negeri Ende tidak bisa memperlihatkan salinan amar putusan itu,” ucap Asis.
Asis mengaku, dirinya menyaksikan para petugas PN Ende membongkar dan membolak balik gardus tempat disimpannya sejumlah berkas perkara perdata di PN Ende. Namun pihak petugas tidak menemukan jejak salinan asli amar putusan tersebut.
Lebih lanjut kata Asis, jika mencermati foto copy salinan amar putusan yang beredar itu, pihak Gendang Anam telah kalah. Akan tetapi kebenaran dari amar putusan tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh Pengadilan Negeri Ende.
“Di pihak kita tidak serta merta juga mengamini atau mengatakan salinan amar putusan ini sah atau valid. Mengapa? Seharusnya yang memberikan salinan itu adalah pihak Pengadilan. Bukan oknum Polisi karena itu merupakan hak prerogatif Pengadilan,” tegasnya.
Menurut Asis, jika Pengadilan memahami aturan yang ada, maka tidak ada satu pun oknum diluar Pengadilan yang berhak membagikan amar putusan selain pihak Pengadilan sendiri. Apalagi dalam kasus ini malah oknum kepolisian yang sengaja mengedarkan amar putusan Pengadilan yang justru tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Untuk diketahui hingga kini, lokasi Lingko Bowo Hocu dikuasai oleh pihak keluarga Kraeng Teok. (TIM/BEF/FDS).