RUTENG, BERITA FLORES- Yayasan Plan International Indonesia atau Plan Indonesia mendorong isu ketahanan iklim jadi prioritas dalam pelaksanaan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang Berkesetaraan Gender dan Inklusi Sosial (STBM-GESI).
Pelaksanaan program STBM-GESI ini akan dilakukan oleh kelompok kerja air minum dan penyehatan lingkungan (Pokja AMPL), sanitarian, dan promosi kesehatan (Promkes) puskesmas di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Provincial Coordinator Project Water for Woman Yayasan Plan International Indonesia, Juliani F. Talan menjelaskan hal itu dalam kegiatan yang bertajuk “Pelatihan Ketahanan Iklim untuk Pokja AMPL Kabupaten Manggarai” di Aula Hotel Dahlia Ruteng pada Rabu, 12 April 2023.
Dari pantauan wartawan, hadir sebagai peserta dalam kegiatan tersebut antara lain, perwakilan masing-masing 1 orang dari OPD (Organisasi Perangkat Daerah) Kabupaten Manggarai, perwakilan promkes sebanyak 36 orang dari 18 puskesmas, dan perwakilan dari kelompok anak muda.
Dalam sambutannya, Juliani menjelaskan, dalam rangka mendukung program STBM GESI yang berketahanan iklim, anggota Pokja AMPL, sanitarian, dan promkes puskesmas perlu memiliki satu konsep pemahaman yang sama tentang ketahanan iklim. Menurut Juliani, hal itu bertujuan agar dalam penyusunan program kerja nanti, isu ketahanan iklim dalam STBM GESI menjadi salah satu isu penting yang harus dilaksanakan.
“Hal ini menjadi dasar diadakannya pelatihan peningkatan kapasitas bagi Pokja AMPL, sanitarian, dan promkes Puskesmas terkait isu ketahanan iklim dalam STBM GESI,” ujarnya.
Selain itu, beber dia, ada 3 tujuan dari kegiatan pelatihan ketahanan iklim bagi Pokja AMPL, sanitarian, dan Promkes Puskesmas. Pertama, agar mengetahui apa itu perubahan iklim, dampak perubahan iklim bagi isu sanitasi, dan bagaimana beradaptasi terkait perubahan iklim dalam isu air, sanitasi, dan kebersihan (WASH).
Kedua, peserta dapat menggunakan modul Climate Change Response for Inclusive WASH (CCRIW) dan melakukan pemicuan Climate Change Response for Inclusive WASH (CCRIW) di tingkat masyarakat. Ketiga, menyepakati rencana tindak lanjut terkait implementasi kegiatan STBM GESI berketahanan iklim yang terintegrasi dalam program kerja Pokja AMPL serta menyepakati jadwal pemicuan di tingkat kecamatan, kelurahan, dan desa.
Salah satu narasumber dalam kegiatan ini, Norman Riwu Kaho, mengatakan dampak perubahan iklim sebagian besar sangat berpengaruh terhadap air seperti banjir, kekeringan, meningginya permukaan air laut, curah hujan tinggi, longsor, dan terbentuknya siklon-siklon tropis.
“Ini merupakan tanda-tanda perubahan iklim yang mesti kita waspadai,” ujarnya.
Ia berharap Pokja AMPL, sanitarian, dan Promkes Puskesmas yang hadir dalam pelatihan dapat memahami bahwa pekerjaan mereka di bidang kesehatan sangat berkaitan erat dengan perubahan iklim. Sehingga segala aktivitas yang mereka lakukan tidak menjadi bagian dari emisi gas rumah kaca yang berpengaruh terhadap perubahan iklim dan pemanasan global.
Dosen Undana Kupang itu menambahkan, materi-materi yang ia presentasikan merupakan pengantar untuk menyoroti isu ketahanan iklim dalam pelaksanaan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang Berkesetaraan Gender dan Inklusi Sosial (STBM GESI).
“Sekarang kita mau lihat bagaimana isu mengenai air, sanitasi, dan kebersihan dikaitkan dengan isu inklusi sosial dan gender dalam aspek ketahanan iklim,” tutupnya.
Penulis: Heri Mandela