RUTENG, BERITA FLORES – Pernyataan Ketua KPU Provinsi NTT Thomas Dohu di balik polemik dugaan larangan liputan terhadap jurnalis dianggap bohong oleh Forum Jurnalis Manggarai. Dugaan penghalangan oleh KPU Manggarai terhadap jurnalis terjadi saat debat kandidat Pilkada Manggarai di Aula Manggarai Convention Center (MCC) pada Rabu, 14 November 2020 lalu.
Merespon pernyataan Ketua KPU NTT, Sekretaris Forum Jurnalis Manggarai Ronald Tarsan menegaskan, pernyataan bernada pembelaan dari Thomas Dohu di balik polemik jurnalis dan KPU Kabupaten Manggarai cenderung mengada-ada.
Misalnya, Thomas Dohu menyebutkan, wartawan mendesak KPU Manggarai agar bisa meliput debat peserta Pilkada. Padahal faktanya, KPU Kabupaten Manggarai gagal menjelaskan alasan melarang wartawan untuk meliput debat dan malah membiarkan tim sukses paslon masuk ruangan debat melebihi jumlah yang ditetapkan.
“Gagal menjelaskan itu, komisioner KPU malah meminta maaf dan mengizinkan wartawan masuk ruangan debat kandidat,” ujar Ronald di Ruteng, Kamis siang, 19 November 2020.
Forum Jurnalis Manggarai meminta Ketua KPU NTT tidak melakukan tuduhan liar dan segera mencabut pernyataannya itu. Di mana, dia telah menuduh media (jurnalis) mendesak KPU supaya bisa masuk dalam ruangan debat. Faktanya, wartawan tidak pernah mendesak agar bisa meliput kegiatan tersebut. Faktanya, wartawan hanya meminta penjelasan KPU terkait larangan meliput.
“Tidak menjawab pertanyaan wartawan, KPU malah minta maaf dan mempersilahkan wartawan untuk masuk tanpa menerapkan protokol kesehatan,” ungkap dia.
Jurnalis AFB TV Kupang itu mengaku, saat melarang jurnalis untuk masuk, KPU malah membiarkan pendukung paslon untuk masuk meskipun melebihi jumlah dari ketentuan PKPU tersebut.
Kemudian, saat mengizinkan wartawan masuk untuk liputan, KPU tidak melakukan pengukuran suhu tubuh dan tidak menyiapkan pembersih tangan.
“Mungkin penyelenggara kegiatan menyiapkan hand sanitizer di setiap meja yang ditempati oleh paslon dan timnya, tetapi tim paslon yang berdiri, jurnalis, dan petugas keamanan tidak disediakan hand sanitizer oleh penyelenggara kegiatan,” tegas Ronald.
Selanjutnya, dalam ruangan debat itu, hanya paslon yang duduknya berjarak. Sedangkan yang lain, termasuk KPU sendiri, duduknya berdekatan.
Bahkan usai debat, lanjut dia, Ketua KPU NTT, Ketua KPU Manggarai, dan Ketua Bawaslu Manggarai menyalami paslon dengan cara berpegangan tangan.
“Lantas, di manakah penerapan protokol kesehatan yang disebut-sebut KPU sebagai alasan untuk melarang wartawan masuk?” tanya dia.
Ronald pun mencurigai larangan terhadap wartawan oleh KPU Kabupaten Manggarai saat ini bertujuan untuk menyembunyikan sesuatu. Misalnya, terkait dugaan pelanggaran PKPU seputar protokol kesehatan yang mereka lakukan.
Ia menegaskan, KPU Manggarai juga harus paham mengenai hirarki Undang-undang karena pada prinsipnya Undang-undang pers lebih tinggi posisinya dari PKPU. Maka, tidak ada alasan apapun untuk membenarkan penghalangan tugas tugas jurnalistik.
“Alasan KPU Manggarai yang berlindung di balik PKPU itu, sangat bertentangan dengan prinsip negara demokrasi,” pungkas dia.
Di sisi lain, kata dia, KPU Manggarai ingin menerapkan prokes, tetapi pada saat bersamaan pihak KPU Manggarai malah tidak mematuhi protokol kesehatan, seperti tidak menyediakan sarana thermo gun, tempat cuci tangan bahkan para Komisioner saling bersalaman dengan para Paslon.
“Ini kan sangat memalukan,” tegas dia.
Koordinator Forum Jurnalis Manggarai, Adrian Pantur mengatakan, argumentasi ketua KPUD NTT menunjukan yang bersangkutan telah melakukan pembohongan publik. Menurut Ryan, Ketua KPU NTT telah gagal paham tentang PKPU yang menjadi landasan dalilnya.
“Apa yang diuraikan Ketua KPUD NTT, semata-mata dimaksudkan, untuk menutupi kekurangan dan gagal paham dalam menerjemahkan PKPU sebagai landasan kerja KPU,” beber Ryan.
Selain itu, lanjut dia, penjelasan Dohu bisa dipahami sebagai taktik dan trik mengelabui publik dengan berselimut pada PKPU Nomor 6 tahun 2020 sebagai perubahan PKPU Nomor 13 tahun 2020. Sebagai pekerja profesional, yang memberi informasi kepada publik dengan berlandaskan pada UU Pers serta kode etik jurnalistik, salah satunya berimbang, FJM mencoba memahami dasar pernyataan Thomas Dohu.
Dalam penjelasannya kepada VoxNTT.com, Ketua KPUD NTT, Thomas Dohu dengan tegas mengatakan, KPUD Manggarai sudah menjalankan PKPU dalam konteks debat kandidat bupati dan wakil bupati, pada 14 November lalu. Ryan menguraikan, Jika benar pihak KPU Manggarai telah menjalankan PKPU dalam konteks pelaksanaan debat kandidat, lantas adakah dalam pengamatan Thomas Dohu, bahwa PKPU sebagai dasar argumentasinya, sungguh-sungguh sudah diterapkan oleh koleganya (KPU) Manggarai, tatkala debat kandidat di Manggarai Convention Center (MCC) Ruteng, 14 November lalu?
“Bukankah para komisioner KPUD malah bersalaman dengan para kandidat pasca debat. Ataukah Ketua KPUD NTT, lupa dan/atau pura-pura lupa, jika para komisioner KPU dan para kandidat bupati dan wakil bupati, bersalaman sesaat setelah pagelaran debat? ,” kritik Ryan.
“Lantas, apakah dalam hemat Thomas Dohu, bersalaman usai debat kandidat di masa Covid-19 dibenarkan oleh PKPU seperti yang dia argumentasikan,” imbuh Ryan.
Forum Jurnalis Manggarai menilai bahwa, jangankan bersalaman, duduk atau berdiri berdekatan saja, sama sekali tidak dibenarkan oleh PKPU dalam kaitannya dengan pelaksanaan tahapan pemilihan umum di masa pandemi Covid-19. Forum Jurnalis Manggarai juga menilai Thomas Dohu telah melakukan pembohongan publik dan gagal paham tentang PKPU yang menjadi dasar argumentasinya.
“Karenanya, kami mendesak Kapolres Manggarai dan jajarannya, untuk segera bertindak tegas dengan melakukan penyelidikan dan penyidikan atas pengaduan Forum Jurnalis Manggarai tertanggal 18 November 2020,” pungkas jurnalis senior itu.
Ia menegaskan, penyelidikan dan penyidikan, menjadi penting untuk segera dilakukan pihak kepolisian, guna mengungkap fakta di balik persoalan yang sedang terjadi. Proses hukum yang profesional tanpa memandang buluh, juga memberi edukasi bagi semua pihak akan pentingnya taat hukum dan etika.
Penulis: Efren Polce/Beritaflores