Ruteng, Beritaflores.com – Keputusan Bupati Manggarai, Herybertus G.L Nabit, soal merumahkan 249 Tenaga Kesehatan (Nakes) di Kabupaten Manggarai, menjadi pukulan besar bagi para Nakes terdampak.
Begaimana tidak, keputusan itu ternyata bermuara pada nasib para nakes itu sendiri. Tidak hanya soal putusnya penandatanganan Surat Perintah Kerja (SPK) saja.
Namun lebih parah dari itu, para Nakes terdampak terancam tidak bisa mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), sebagaimana telah dialokasikan sebanyak 1.496 orang Nakes oleh Kemenpan RB.
Tentu hal ini akan menjadi pengalaman buruk bagi para Nakes, bilamana Bupati Nabit kekeh atas keputusan yang telah diambilnya, yakni tetap tidak melanjutkan perpanjangan kontrak kerja dari seluruh Nakes pendemo.
Jika demikian, maka besar kemungkinan para Nakes tidak bakal bisa mengikuti seleksi PPPK, sebab yang menjadi acuan utama untuk bisa mengikuti seleksi adalah mereka yang masih dinyatakan aktif terdata dalam database Kemenpan RB.
Sementara, bagi Nakes yang tidak terdaftar aktif sangat dimungkinkan tidak bisa mengikuti seleksi itu. Tak heran jika kondisi ini membuat mereka panik.
“Kalau kami dipecat maka syarat untuk ikut seleksi PPPK jelas tak bisa lagi meskipun nama kami sudah masuk dalam database,” ujar seorang nakes kepada Floresmart, sebagaimana dikutip Beritaflores, Selasa 9 April 2024.
Dikatakannya, hampir semua Nakes yang dirumahkan panik dengan kondisi ini. Mereka bahkan tak lagi berpikir tentang rapelan Januari-Maret yang belum dibayar, namun yang mereka minta hanyalah diaktifkan kembali bertugas sebagai Nakes.
“Soal gaji yang belum dibayar kami sudah tidak pusing lagi. Yang penting Pak Bupati tandatangan SPK itu saja supaya kami bisa ikut seleksi PPPK dan kami pasti lulus karena kami tahu jumlah formasi nakes jauh diatas jumlah nakes yang ada,” tutur sumber itu.
Mengabdi 12 tahun
Salah seorang Nakes asal Kecamatan Rahong Utara mengaku sudah 12 tahun menjadi mengabdi sebagai Nakes.
“Awalnya status tenaga sukarela selama 2 tahun tanpa gaji. Kemudian tahun 2014 sebagai tenaga pendukung puskesmas dengan gaji Rp4000 ribu. Tahun 2017 kami mulai dapat tamsil Rp300 ribu per bulan sampai tahun 2020. Tahun 2021 tamsil kami dihapus sehingga turun jadi Rp600 ribu diterima 3 bulan sekali,” katanya seraya meminta identitasnya jangan ditulis.
“Nasib kami ditentukan melalui seleksi PPPK tapi kami paham aturannya harus berstatus nakes non ASN aktif. Jika kami dipecat oleh Bupati otomatis kami tidak bisa ikut seleksi,” imbuhnya.
Akui Keliru dan Minta Maaf
Para Nakes ini akhirnya mengaku keliru, lalu meminta maaf secara terbuka kepada Bupati Manggarai, Herybertus G.L Nabit.
Permintaan maaf itu disampaikan melalui surat tertulis yang disampaikan oleh Koordinator Forum Nakes Non ASN, Elias Ndala, saat jumpa pers di Ka, Ruteng, pada Senin 8 April 2024.
Elias mengatakan jika para Nakes yang dipecat menyampaikan permohonan maaf kepada Bupati Manggarai dengan harapan agar kembali menerbitkan SPK baru untuk mereka.
Berikut isi permohonan maaf yang disampaikan para Nakes dalam suratnya:
Kami para Tenaga NAKES NON ASN menyatakan bahwa, pada awalnya kami dengan semangat ingin memperjuangkan nasib kami menjadi lebih baik namun hasilnya tidak sesuai dengan yang kami harapakan. Karena itu dengan kesadaran dan tanpa ada paksuan dari pihak manapun karmı menyampaikan.
- Permohonan maaf yang sedalam-dalamnya kepada Bupati Manggarai sebagai pengambil kebijakan di kabupaten manggarai dan seluruh jajarannya.
- Kami menyampaikan permohonan maaf kepada bapak Bupati manggarai atas kekeliruan kami yang tidak mengikuti struktur birokrasi di kabupaten manggarai dan tidak loyal terhadap pimpinan.
- Kami mohon kebijakan dan kerendahan hati dan bapa Bupati agar kami semua dapat dipekerjakan dan mendapatkan spk untuk dipekerjakan kembali di wilayah kerja puskesmas kami masing-masing.
Kami mohon kiranya bapak bupati dapat menyediakan waktu untuk kami temui, sehingga kami bisa menyampaikan secara langsung permohonan maaf kami.
Demikian isi surat permohonan maaf para Nakes itu.
Diberitakan sebelumnya, Keputusan Bupati Nabit tidak menandatangani SPK para Nakes bermula karena aksi unjuk rasa para Nakes yang digelar di gedung DPRD Manggarai pada 6 Maret 2024 lalu.
Aksi mereka akhirnya memicu kemarahan Bupati Nabit yang menilai aksi protes yang dilakukan para Nakes merupakan ancaman dan bagian dari ketidakpercayaan atau trust terhadap upaya dan langkah Pemda setempat.
Jika demikian, maka para pendemo akan diberhentikan dengan tidak ditandatanganinya Surat Perpanjangan Kontrak (SPK).
“Yang demo itu berhentikan semua. Saya ini tidak takut kalau diancam. Dan, tidak usah ancam saya karena ini mau pilkada, kau tidak usah pilih saya, tidak masalah. Tidak usah pake ancam”, kata Bupati Nabit, Senin 18 Maret 2024 lalu.
Seyogianya, jelas Bupati Nabit, para nakes mesti bekerja dengan baik sesuai degan cara dan aturan-aturan agar menuai perhatian dan kepercayaan dari atasan, bukan semau kehendaknya saja.
“Ketika kamu sudah tidak percaya bahwa pak bupati sudah mengurus kami dengan baik, berarti di situ soal trust. Kepercayaan. Berarti kamu tidak percaya saya. Kalau begitu, waktunya juga saya tidak percaya kamu,” ujarnya. (*)
Penulis: Andy Paju