RUTENG, BERITA FLORES- Tim PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang dikawal ketat pihak Polri dan TNI diadang warga saat mendatangi wilayah Poco Leok, di Desa Lungar dan Mocok, Kecamatan Satarmese, Kabupaten Manggarai, Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Jumat, (9/6), pagi.
Aksi pengadangan di tengah guyuran hujan itu dilakukan warga karena kedatangan tim PT PLN bertujuan mematok lahan milik warga yang akan digunakan untuk kepentingan proyek geothermal di wilayah Poco Leok tersebut.
Pada saat itu, tampak sejumlah polisi dan tentara bersenjata lengkap mengawal tim PT PLN. Meski begitu, warga dari empat kampung adat yang meliputi Gendang Lungar, Gendang Tere, Gendang Racang, dan Gendang Rebak tetap saja melakukan pengadangan.
Aksi pengadangan itu dilakukan warga dengan cara membuat barikade dan melarang kendaraan perusahaan untuk masuk ke wilayah Lingko Tanggong (tanah ulayat) yang ditetapkan sebagai salah satu titik pemboran geothermal, yakni well pad D.
Agustinus Sukarno, salah satu warga yang ikut dalam aksi pengadangan itu mengatakan proyek geothermal di Poco Leok merupakan proyek perluasan Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) Ulumbu yang beroperasi sejak tahun 2012 lalu.
“Perluasan protek geothermal ke Poco Leok berjarak sekitar 3 kilometer ke arah timur dari PLTP Ulumbu. Target dari perluasan ini bertujuan memenuhi target menaikan kapasitas PLTP Ulumbu dari 7,5 MW saat ini menjadi 40 MW,” ujar Agustinus.
Perluasan itu terjadi menyusul penetapan Flores sebagai Pulau Panas Bumi pada tahun 2017 oleh pemerintah, hingga kemudian memicu eksploitasi di beberapa tempat, seperti Wae Sano di Kabupaten Manggarai Barat, Mataloko di Kabupaten Ngada, dan Sokoria di Kabupaten Ende.
Sementara untuk wilayah Poco Leok di Kabupaten Manggarai, proyek perluasan geothermal mencakup 14 kampung adat yang tersebar di tiga desa, yakni Desa Lungar, Desa Mocok, dan Desa Golo Muntas. Proyek itu dikerjakan oleh PT PLN dan didanai Bank Jerman Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW).
Tuntutan Warga Poco Leok
Sejak awal, upaya paksa pemerintah dan perusahaan untuk memperluas wilayah pengeboran geothermal Ulumbu ke wilayah Poco Leok ditentang warga.
Dan pengadangan yang dilakukan warga pada Jumat, (9/6) pagi, merupakan aksi ke delapan setelah sebelumnya dilakukan pada 27 Februari lalu. Pada saat itu, warga menghadang Bupati Manggarai, Herry Nabit yang telah menerbitkan izin lokasi proyek pada Desember tahun lalu.
Warga pun telah berulang kali menyampaikan sikap penolakan kepada pemerintah dan perusahaan. Terbaru, dalam rangkaian Hari Anti-Tambang (HATAM) pada 29 Mei lalu, warga Poco Leok dan Wae Sano mendesak pemerintah untuk mencabut penetapan Flores sebagai Pulau Panas Bumi.
Bagi warga, Keputusan Menteri ESDM bernomor 2268 K/30/MEM/2017 tentang Penetapan Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi, adalah cacat, dilakukan secara ugal-ugalan, tanpa konsultasi dengan warga sebagai pemilik sah atas tanah. Keputusan itu memicu perampasan lahan, penghancuran wilayah pangan dan sumber air, serta kawasan hutan, hingga mengancam kesehatan warga akibat paparan hidrogen sulfida (H2S) dari operasi geothermal.
Lebih jauh, rencana pembongkaran sejumlah wilayah untuk perluasan operasi tambang geothermal itu, juga berpotensi memicu bencana gempa, mengingat Flores masuk dalam kawasan ring of fire. Bahkan di Wae Sano, rencana penambangan geothermal oleh PT Geo Dipa memaksa warga di kampung Nunang (Well pad B) untuk dipindahkan.
Warga Poco Leok sendiri mengaku khawatir, setelah mereka melihat langsung daya rusak tambang panas bumi di Mataloko dan di Sorik Marapi, Mandailing Natal yang telah menelan korban jiwa akibat terpapar H2S.
Di Mataloko, operasi tambang geothermal menyebabkan semburan lumpur panas keluar. Sawah-sawah warga terendam, sumber air tercemar, ladang jagung dan umbi-umbian tak lagi bisa dikelola. Atap seng rumah-rumah warga pun karatan.
Sementara di Mandailing Natal, operasi geothermal oleh PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) telah menyebabkan 5 orang tewas dan ratusan lainnya masuk Rumah Sakit akibat terpapar H2S.
Warga Poco Leok pun mendesak Bupati Manggarai Herry Nabit dan Pemerintah pusat, serta PT PLN untuk mencabut izin lokasi geothermal Poco Leok dan menghentikan seluruh proses perluasan wilayah pengeboran PLTP Ulumbu ke wilayah Poco Leok.
Penulis: Heri Mandela