RUTENG, BERITA FLORES – Warga Sengari, Kelurahan Wangkung, Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai, Flores-Nusa Tenggara Timur (NTT) terpaksa memproduksi minyak kelapa sebagai pengganti minyak goreng (Migor) Rabu, 16 Maret 2022.
Hal ini dilakukan warga menyusul ketersediaan Migor di pasaran yang langka dan mahal. Produksi minyak kelapa ini juga bertujuan mengatasi kelangkaan minyak goreng selama beberapa pekan terakhir.
Minyak yang diolah secara tradisional dari bahan dasar kelapa murni ini menjadi harapan terakhir warga saat Migor di pasaran sulit lagi didapat.
Hasil dari produksi warga ini selain untuk dikonsumsi sendiri, juga sisanya dijual demi kebutuhan dan permintaan pasar.
Damasus Levin, pembuat Migor dari buah kelapa mengatakan, kelapa yang diolah ini merupakan kelapa yang diambil dari kebun sendiri dan hasil dari olahan itu ia utamakan untuk kebutuhan dapur. Sisanya akan dijual untuk memenuhi permintaan pasar.
“Kita utamakan untuk kebutuhan sendiri dulu. Kalau memang ada sisa yah bisa untuk dijual dengan harga yang terjangkau, yakni Rp10.000 per liternya,” tutur Levin kepada wartawan di Reo.
Ia mengaku, kelapa yang diproduksinya hari ini berjumlah 30 buah dan menghasilkan 5 liter atau 8 botol minyak kelapa.
“Ada 30 buah kelapa yang kami produksikan hari ini. Puji Tuhan hasil minyaknya juga lumayan banyak hingga mencapai 5 liter sehingga bisa pakai sampai 2 hingga 3 pekan kedepan,” ujar Levin.
Levin menambahkan pembuatan minyak kelapa ini memakan waktu cukup lama karena harus melalui beberapa tahap pembuatan, yakni kelapanya dikupas, dicuci, digiling, diperas, dimasak dan kemudian diperas lagi untuk jadi minyak siap pakai.
Ia berharap kondisi kelangkaan dan mahalnya Migor di pasaran ini menjadi perhatian serius pemerintah agar stok dan harganya kembali normal.
“Sekarang kami harus bisa menghasilkan minyak kelapa sendiri sebagai pengganti Migor, sebab kalau beli harganya sangat mahal” kata Levin.
Senada dengan Levin, salah seorang pemilik kebun kelapa, David Delan Mahos juga menyampaikan keinginannya untuk memproduksi kelapanya menjadi Migor. Hal itu terpaksa jadi alternatif setelah terjadi kelangkaan dan mahalnya Migor di kios-kios terdekat.
Produksi minyak kelapa sendiri, kata Mahos, lebih praktis ketimbang memaksa membeli Migor yang mahal.
“Lebih baik saya produksikan kelapa menjadi minyak goreng ketimbang saya harus paksa beli. Buatnya praktis, tinggal kita kupas kelapanya, lalu cuci dan parut, kemudian airnya diperas lalu dimasak. Nah jadilah minyak goreng yang siap dikonsumsi,” tutur Mahos.
Menurutnya, minyak kelapa yang diolah sendiri lebih terasa manis dan enak bila dibandingkan dengan minyak goreng dari kelapa sawit yang dijual di pasaran.
Untuk diketahui sebelumnya, stok Migor di Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) memang terlihat berkurang sejak akhir Februari 2022 lalu. Kondisi ini nyaris terjadi di seluruh toko maupun mini market atau swalayan.
Mini market Toko Pagi Reo misalnya yang terkenal dengan pasokan barang jualan terbanyak juga mengaku tak memiliki stok alias kosong saat ditelusuri wartawan, pada Rabu (16/3/2022).
Selain itu, Toko Benteng Mas Reo juga mengaku stok minyak goreng di gudangnya sudah mulai berkurang dan bahkan mulai habis karena belum ada pendistribusian dan permintaan yang tinggi.
“Sudah tinggal sedikit mau habis karena lagi kosong dari PT Wings Ruteng sebagai distributornya. Nanti kalau ada masuk dari PT Wings saya kabarkan lagi,” kata Koang, pemilik Toko Benteng Mas Reo.
Wartawan mencoba menelusuri lagi beberapa mini market di Kota Reo. Ternyata benar adanya. Salah satu mini market, yakni Toko Zahran juga mengaku kehabisan stok.
“Minyak goreng lagi kosong, kami juga kesulitan. Sales dari distributor Ruteng juga sudah pernah informasi ke kami bahwa minyak goreng memang tidak ada. Kelangkaan minyak goreng yang terjadi karena memang tidak adanya distribusi dari Ruteng,” kata Asri salah satu karyawan Toko Zahran Reo
Asri mengaku, ukuran minyak goreng 2 liter ia jual dengan harga Rp53.000 dan 1 liter dibandrol dengan harga sebesar Rp25.000. Hal itu dilakukannya karena pembeliannya juga mahal.
Ada pula kios pengecer dekat TPI Reo yang mengaku saking sulit mendapatkan minyak goreng. Ia terpaksa membeli langsung dari luar daerah seperti Bima, Nusa Tenggara Baray (NTB) karena memang stok dari agen dan distributornya kurang. Minyak goreng itu pun terpaksa ia jual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) supaya tetap mendapatkan keuntungan.
Satu liter minyak goreng dijual dengan harga Rp23.000 dan lima liter dijual dengan harga Rp125.000. Sungguh jauh dari HET yang diatur.
Kurangnya stok minyak goreng ini disinyalir sebagai penyebab harga minyak goreng naik melampaui HET. Padahal pemerintah pusat melalui Kementrian Perdagangan (Kemendag) resmi memberlakukan HET untuk minyak goreng mulai 1 Februari 2022 lalu. Hal tersebut pun tertuang dalam Permendag Nomor 6 Tahun 2022, pasal 2 dan 3 tentang Penetapan HET Minyak Goreng Sawit.
Dalam Permendag itu dijelaskan, minyak goreng yang dimaksud adalah minyak goreng curah, minyak goreng kemasan sederhana dan minyak goreng kemasan premium.
HET untuk minyak goreng curah yang telah ditetapkan sebesar Rp11.500 per liter, sementara minyak goreng kemasan sederhana sebesar Rp13.500 per liter dan minyak goreng kemasan premium sebesar Rp14.000 per liter.
HET yang ditetapkan dalam Permendag itu disesuaikan dengan berlakunya kebijakan Domestic Price Obligation (DPO) untuk pasokan minyak sawit mentah (CPO) dan olein dari pasar luar negeri ke pasar dalam negeri. Kemudian besaran HET yang ditetapkan juga sudah sesuai dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), seperti yang terkutip dalam pasal 3 ayat 3.
Dengan aturan ini, maka pengecer dan agen wajib menjual minyak goreng kepada masyarakat sesuai HET yang ditetapkan.
Menurut penelusuran wartawan, kenyataan di lapangan rupanya jauh berbeda dengan apa yang tertuang dalam Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan HET Minyak Goreng Sawit.
Hampir 50 persen harga yang ditetapkan oleh agen maupun pengecer jauh di atas HET yang sebenarnya, terutama minyak goreng kemasan sederhana dan minyak goreng kemasan premium.
Harga minyak goreng yang semula dapat dijangkau kini diatur seenaknya oleh para penjual bahkan nyaris tak terkontrol lagi.
Mulai dari yang terkecil, harga satu botol minyak goreng di kios pengecer mencapai Rp6.000 hingga Rp12.000. Padahal sebelumnya harga minyak goreng hanya berkisar Rp5.000 hingga Rp10.000.
Pemilik warung makan yang terletak di tengah Kota Reo juga mengaku kecewa dengan HET yang diatur seenaknya oleh agen dan pengecer. Ia mengaku merugi jika bandingkan HET minyak goreng dengan harga makanan di warungnya yang tak pernah berubah.
“Harga minyak goreng di toko sudah mencapai Rp 120.000, sementara makanan yang kami dagangkan tidak berubah, harganya tetap sama dan tidak mengikuti harga minyak goreng. Akibatnya kami tidak mendapat untung lebih,” kata Uni, pemilik warung makan.
Senada dengan pemilik warung, salah satu ibu rumah tangga di Kecamatan Reok, Nurlaila mengaku, sangat terpukul dan merasakan dampak dengan kelangkaan dan mahalnya minyak goreng ini.
“Sudah langka, mahal lagi. Akibatnya kami ibu rumah tangga yang tak punya penghasilan jadi susah mau beli. Apalagi sekarang dekat bulan suci ramadhan,” ungkapnya.
Nurlaila pun mengaku, kalau memang ada tidak bertahan lama, stok yang datang ke Alfamart juga sedikit. Jadinya banyak pembeli yang tidak mendapat migor.
Akibat dari kondisi itulah warga di Kecamatan Reok kembali memproduksi minyak kelapa. (RED).