RUTENG, BERITA FLORES – Nanga Banda saban hari memang biasa lengang. Lahan gersang seluas 25 hektare itu sejak lama dikenal sebagai lokasi penghasil garam. Sejak tahun 2018 lokasi tersebut kian populer setelah dijadikan lokasi pacuan kuda.
Pada tahun 2021 ini Nanga Banda juga merupakan salah satu tempat yang dicalonkan untuk dibangun rumah sakit pratama. Namun bersamaan dengan itu lokasi rata yang berada di Kecamatan Reok Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur ini bergolak.
Ketenangan di Nanga Banda terusik oleh orang yang mengklaim lokasi tersebut merupakan lahan milik pribadi, kontras dengan riwayatnya, pemerintah ikut memiliki lebih dari separuh lokasi tersebut.
Sosok Herdin Badrudin tiba-tiba bikin geger. Media menulis, warga Kecamatan Reok ini secara sepihak memasang pilar-pilar di atas tanah Nanga Banda. Dia sesumbar bahwa lokasi yang salah satu bagiannya telah dijadikan lokasi pacuan kuda oleh Pemkab Manggarai itu adalah milik kakeknya, Andi Supandri Daeng Malara.
Pria berusia 45 tahun itu bahkan lantang menyebut tidak mengakui adanya sejarah penyerahan tanah Nanga Banda kepada pemerintahan Raja Ngambut yang terjadi sekitar tahun 1940-an silam.
Tidak hanya mengusik lahan milik pemerintah, Herdin juga memasang pilar di sepanjang lingkar barat pacuan kuda. Herdin pun membangun pilar beton di atas tambak garam milik beberapa warga seperti H.Arifin Manasa, Hamid Usman, Kader Usman serta Mansur Anwar (tanah bersetifikat).
Selain sesumbar tidak mengakui fakta penyerahan tanah ke Pemkab Manggarai, Herdin juga mempersoalkan kenapa Pemkab Manggarai tidak mencegat ketika H Arifin Manasa memasang pilar dan kawat duri di lokasi tersebut.
“Berangkat dari situ saya melakukan pemagaran di seluruh tempat saya di Nanga Banda,” tutur Herdin kepada wartawan.
Salah satu warga pemilik lahan di Nanga Banda, H.Arifin Manasa ketika diwawancara media mengaku sejak lama memilliki lahan seluas hampir tiga hektare di Nanga Banda, letaknya di pinggir bagian timur atau mepet dengan lokasi pacuan kuda memanjang hingga ke bagian barat tambak garam.
Dia mengaku memasang pilar beton dan kawat duri pada bulan Juli 2021 mengganti pagar kayu yang selalu dirusaki ternak sapi yang dilepas di lokasi tersebut. Menurutnya, tanah seluas tiga hektar lebih di Nanga Banda adalah warisan dari kakeknya Abdurrahman yang pada masa kolonial Belanda dipercayakan sebagai Rato atau kepala kampung.
“Kalau dia (Herdin) pakai alasan saya bangun kawat duri di situ sangat keliru dan mengada-ada. Itu tanah milik saya sendiri warisan dari kakek. Lokasi tersebut saya garap sejak tahun 1960an. Dulunya itu sawah dan kemudian dijadikan tambak garam,” ujarnya saat diwawancarai media, Selasa 24 Agustus 2021.
Selain di Nanga Banda, H.Arifin juga tercatat sebagai penghibah lahan kepada Pemkab Manggarai yakni lokasi SDK Reo III di samping lapangan sepak bola Reo.
Terkait tanah miliknya di Nanga Banda, tokoh 65 tahun ini mengaku rutin membayar pajak sejak tahun 1983.
“Bukti pajak ada. Yang di kelurahan Baru tersimpan dari tahun 1991 sementara aslinya kita bayar dari tahun 1983 sejak dari kelurahan lama sebelum ada Kelurahan Baru Reo,”imbuhnya.
Pengakuan Tokoh Darah Biru
Sementara salah satu tokoh, Rudi Mantara, anak dari Abdul Madjid Daeng Mantara Jengkala yang dikenal dengan Sultan Ibrahim mengaku prihatin dengan ulah pihak-pihak yang mengklaim tanah di Nanga Banda.
Menurut pria 65 tahun itu dirinya tidak pernah mendengar baik orang tua Herdin apalagi Herdin memiliki lahan di Nanga Banda.
Namun, kata dia, Herdin sempat menemuinya dan menceritakan bahwa keluarga pihak Herdin pernah mendapat hibah tanah dari mendiang Muhamad Yusuf Daeng Marola kepada Abdul Hamid keturunan Subandri pada tahun 1998.
“Sejak dari kakeknya Herdin memang tidak ada jejak memiliki tanah di Nanga Banda. Hanya Herdin pernah bilang begitu kepada saya, kalau dia bilang pernah dapat tanah dari Almarhum Muhamad Yusuf Daeng Marola,”ujarnya.
Terpisah,seorang petani garam, Abdul Hamid Usman (56) di lokasi tambak garam Nanga Banda mengatakan, sejak tahun 1997 silam sebagai petani garam tidak pernah melihat Herdin ataupn keluarganya beraktifitas di Nanga Banda.
“Kalau tidak pernah ke sana artinya memang tidak ada lahan di sana to. Begitu saja. Baru sekarang dia klaim ada apa itu,” ungkap Hamid.
Terpisah, Lurah Baru, Yosep Sudarso menolak diwawancarai mengenai sejarah penyerahan tanah di Nanga Banda kepada pemerintah sebab hal itu telah diputuskan dalam rapat baru-baru ini bahwa informasi terkait lahan Nanga Banda hanya bisa disampaikan oleh Pemerintah Kabupaten.
Sejumlah wartawan berupaya mewawancarai Herdin namun yang bersangkutan tidak berada di kediamannya. Menurut keluarga, Herdin sedang bekerja mengelas alat berat milik seorang kontraktor di Reo. (RED).