RUTENG, BERITA FLORES — Meskipun Menteri Perindustrian RI Agus Gumiwang Kartasasmita meminta setop pembangunan industri pabrik semen baru selain di Maluku dan Papua. Hal itu mengingat, kapasitas industri semen di tanah air masih mengalami over supply atau kelebihan pasokan. Namun, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tetap menerbitkan izin pembangunan pabrik semen baru di Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur.
Menurut Menteri Agus, sejak tahun 2020 lalu pemerintah telah menyampaikan bahwa akan melakukan pembatasan pembangunan pabrik semen baru. Untuk pabrik semen baru, posisinya tidak berubah, ini juga sudah disampaikan secara tertulis kepada Presiden, dua Menteri Koordinator, dan diteruskan pada Kepala BKPM.
“Kami secara tegas hanya mengarahkan jika ada pembangunan pabrik semen baru maka harus ditempatkan di Papua dan Maluku,” ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI di Jakarta, Rabu (10/02/2021) lalu, sebagaimana dilansir Lensanews.co.
Menteri Agus mengatakan, tahun 2020 lalu kinerja pabrik semen mendapat rapor buruk, hanya Maluku dan Papua yang mengalami pertumbuhan positif penjualan semen yakni sebesar 9,6 persen. Sementara kontraksi terdalam terjadi di Bali-Nusa Tenggara dan Jawa yang masing masing sebesar -13,7 persen dan -13,1 persen. Kemudian diikuti oleh Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatera yang masing masing terkontraksi sebesar -11,8 persen, -10,8 persen, dan -3,9 persen.
Secara kumulatif, penjualan semen domestik sepanjang 2020 terkontraksi sebesar -10,4 persen jika dibandingkan periode tahun sebelumnya yakni 2019 sebesar 0,7 persen. Hasil itu menjadi pertumbuhan terendah dalam 10 tahun terakhir. Adapun untuk ekspor semen juga terkontraksi. Secara kumulatif, pertumbuhan ekspor semen pada 2020 tumbuh 48,2 persen secara tahunan dibanding 10,0 persen pada 2019 menjadi 9,3 juta ton. Walau demikian, pasar ekspor hanya sebesar 12,9 persen dibandingkan total produksi domestik. Artinya, belum signifikan mengangkat permintaan terhadap industri semen nasional.
Secara nasional, kondisi industri semen saat ini masih dalam kapasitas yang berlebih. Di mana kapasitas produksi industri semen terintegrasi di dalam negeri mencapai 100 jutaan ton per tahun, sementara konsumsi hanya sekitar 70 juta ton.
Polemik Bangun Pabrik Semen di Manggarai Timur
Meski Menteri Agus menyatakan demikian, namun di Provinsi Nusa Tenggara Timur masih dalam upaya membuka pabrik semen. Pabrik yang bakal dikelola oleh PT Singa Merah NTT itu berlokasi di kampung Luwuk, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur.
Perusahaan ini berencana bakal bekerja sama dengan PT Istindo Mitra Manggarai untuk menyuplai bahan baku batu gamping. Lokasinya berada pada sebagian besar lahan milik masyarakat kampung Lengko Lolok, Desa Satar Punda. Pemerintah Provinsi NTT sendiri sudah memberikan izin usaha produksi (IUP) tambang batu gamping di Lengko Lolok kepada PT Istindo Mitra Manggarai. Penandatangan IUP itu dilakukan di Aston Hotel Kupang pada 26 November 2020 lalu.
IUP ini diterbitkan di tengah penolakan masif dari kelompok masyarakat, seperti Kelompok Diaspora Manggarai Raya, aktivis lingkungan dan mahasiswa, termasuk Gereja Keuskupan Ruteng. Kelompok Diaspora Manggarai Raya juga sudah mengirimkan surat penolakan pabrik semen dan tambang batu gamping di Desa Satar Punda kepada Kementerian Perindustrian.
Koordinator Kelompok Diaspora Manggarai Raya Flory Santosa Nggangur mengatakan, kehadiran pabrik semen dan tambang batu gamping di Desa Satar Punda bakal menyebabkan polusi udara dan kerusakan lingkungan. Menurut Flory, batu gamping sebagai bahan baku semen bakal ditambang secara terbuka (open mining). Hal ini tentu saja bisa menimbulkan kerusakan secara masif dalam coverage area yang luas, yaitu lebih dari 500 hektare.
“Hal ini berpotensi terus bertambah seiring dengan pertumbuhan produksi dan life style perusahaan,” kata Flory dalam surat yang salinannya diterima wartawan, Selasa (16/02/2021).
Ia menegaskan, kerusakan lingkungan ini akan berdampak pada hajat hidup masyarakat sekitar tambang. Ketersediaan air bersih maupun untuk mengairi persawahan bakal berkurang. Apalagi masyarakat dua kampung tersebut menggantungkan hidupnya pada sektor tambang. Flory menegaskan, keberadaan tambang dan pabrik selain menimbulkan citra buruk dalam konteks konservasi lingkungan. Tambang dan pabrik semen juga akan berdampak pada keengganan wisatawan untuk mengunjungi destinasi wisata di sekitar area tambang dan pabrik semen.
Janji Bohong Reklamasi
Apalagi, kata dia, komitmen perusahaan terkait reklamasi pasca-tambang atau komitmen penambangan berwawasan lingkungan tidak bisa dipercaya. Hal itu karena banyak bukti lahan bekas tambang yang terbengkelai dan menyebabkan kerusakan lingkungan yang masif. Termasuk 736 hektare bekas tambang mangan di sekitar lokasi rencana tambang batu gamping dan pabrik semen yang dilakukan oleh PT Istindo Mitra Perdana.
“Perusahaan yang diberikan izin penambangan batu gamping yaitu PT Istindo Mitra Manggarai dimiliki oleh orang yang sama dengan PT Istindo Mitra Perdana, sehingga tidak dapat dipercaya dalam konteks reklamasi bekas tambang,” kata Flory.
Menurut dia, kerusakan lingkungan sebagai akibat dari pertambangan akan sangat berpengaruh dan merugikan dalam jangka panjang bagi Pulau Flores yang relatif kecil. Pertambangan juga akan memperburuk kondisi yang saat ini sudah mulai tandus dan mengalami musim kering berkepanjangan.
Tidak hanya itu, menurut Flory, kehadiran pertambangan juga bisa merugikan masyarakat terdampak secara ekonomi. Pembangunan pabrik semen mengorbankan tanah produktif warga baik ladang, sawah maupun kebun yang selama ini dan di masa yang akan datang menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat lokal.
Di sisi lain, lanjut Flory, para petani dan anak cucunya tidak otomatis dapat menjadi karyawan perusahaan tambang maupun pabrik semen. Kondisi ini berpotensi menimbulkan terjadinya gejolak sosial di kemudian hari, terutama oleh anak cucu yang tidak memiliki warisan lahan pertanian dan juga uang hasil penjualan lahan sudah habis terpakai oleh orang tua mereka.
“Penggusuran areal pertanian produktif
milik masyarakat untuk kepentingan pertambangan dan pembangunan pabrik juga tidak sejalan dengan UU Pertanian No. 41 tahun 2009 yang memberikan perlindungan terhadap areal pertanian demi tercapainya ketahanan pangan secara nasional,” tegas Flory. (TIM).