JAKARTA- Wakil Ketua DPRD Manggarai Timur, Bernadus Nuel telah mencoreng lembaga terhormat DPRD Manggarai Timur, karena ulahnya memaki-maki dan mengancam seorang mahasiswa Saverius Jena. Konflik tersebut dipicu lantaran perdebatan di media sosial Facebook terkait masalah kebijakan pemerintah.
Rekaman suara politikus partai Hanura Matim itu kini sedang viral di jagat maya, terutama di berbagai grup WhatsApp. Saat ini, Nadus sudah mengakui bahwa suara yang ada dalam rekaman itu adalah dirinya.
Dalam beberapa file rekaman yang diperoleh Beritaflores.com, Nadus terdengar berkali-kali mengucapkan kata-kata makian dalam Bahasa Manggarai terhadap ayah, ibu dan nenek moyang mahasiswa yang berkonflik dengannya, Saverius Jena. Tidak hanya memaki, Nadus bahkan mengancam akan membunuh Saverius Jena.
“Kau hati-hati, saya cari kau di Jakarta. Tunggu kau, saya biasa membunuh orang,” ancam Nadus terhadap Save yang kini sedang kuliah di Jakarta.
Dalam salah satu file rekaman, ia mengaku dua puluh dua tahun hidup di jalanan di kota Jakarta dan pernah mendampingi Wiranto.
“Saya mengawal mantan panglima, pak Wiranto. Saya satu-satunya orang gembel dari Manggrai Timur yang menjadi pengawal pak Wiranto. Saya cuma takut Tuhan Yesus,” kata Nadus mengancam.
Nadus juga sempat mengatakan, dirinya telah melacak dan mengirim semua data tentang Saverius Jena ke Mabes Polri.
“Biar kau sembunyi di mana pun, saya sudah kirim kau punya nomor ke Mabes. Kuliahmu tidak akan selesai. Kau akan mati di tengah jalan,” tambah Nadus.
Ia mengatakan, meski kini statusnya sebagai Wakil Ketua DPRD, namun naluri premannya kembali tumbuh jika melawan Saverius Jena.
Dipicu Status Facebook
Amarah Nadus bermula dari kritikan Save terhadap Pemda Matim yang ia unggah di group Facebook Demokrasi Manggarai Timur.
Dalam postingan itu, ia mengkritisi dana bantuan langsung tunai (BLT) bagi mahasiswa Manggarai Tumur sebagai bagian dari upaya merespons pandemi COVID-19.
Dalam unggahannya itu, Save menulis, penyaluran bantuan itu dinilainya penuh dengan sarat politik dan ada indikasi potensi dikorupsi.
Ia menyebut, berdasarkan informasi yang ia peroleh, Pemda Matim menyiapkan anggaran miliaran rupiah. Namun anehnya kata dia, hingga saat ini masih banyak mahasiwa asal Manggarai Timur yang belum mendapat bantuan sosial tersebut.
Di tengah perdebatan terkait postingan yang diunggah pada 26 Juni itu yang banyak memicu komentar netizen, Nadus kemudian mengirim beberapa pesan via Facebook kepada Save.
Dalam pesannya, ia meminta untuk bisa berbicara dengan Save melalui sambungan telepon. Namun, Save tidak lekas memberi nomornya dan bertanya kepada Nadus, apa tujuan dan manfaat ia memberi nomor itu dan isu apa yang akan dibicarakan.
Save pun bertanya, apakah yang dibicarakan adalah soal Manggarai Timur atau demi meelancarkan pelaksanaan rencana Nadus dan bupati dalam menghadirkan pabrik semen dan tambang di Lengko Lelok dan Luwuk.
Dalam polemik tambang dan pabrik semen ini yang kini menghangat, Nadus memang beberapa kali menyampaikan sikap dukungan dan pernah pernah menuding kelompok yang menolak tambang hanya uang untuk kepentingan sendiri.
Menjawab pertanyaan Save, sebagaimana tampak dalam bukti chat keduanya, Nadus mengatakan, ia mau membahas soal BLT bagi mahasiswa, bukan terkait tambang dan pabrik semen.
Ia juga menuding Save menuduh pemerintah melakukan korupsi, yang kemudian dibantah Save.
“Itu tidak ada tuduhan, saya bilang berpotensi dikorupsi dan rawan ada syarat politik kepentingan,” demikian menurut Save dalam chat yang buktinya ia kirimkan kepada wartawan.
Nadus tidak menerima penjelasan Save dan memperingatkannya agar tidak melanggar UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Perdebatan terus berlangsung, di mana Save mengggap pernyataan Nadus itu sebagai ancaman, hingga kemudian Nadus mengirim pesan suara makian dan ancaman.
Keduanya juga sempat berbicara langsung lewat telepon, di mana substansi pembicaraannya hampir sama dengan isi chat dan rekaman.
Pengakuan Bernadus Nuel
Nadus membenarkan bahwa dirinya telah memaki Saverius Jena, seorang mahasiswa asal Manggarai Timur yang kini sedang kuliah di Jakarta.
“Benar. Saya maki dia (Saverius Jena), saya tidak bohong,” ujarnya kepada wartawan pada Selasa, 30 Juni 2020.
Nadus menuding komentar Save yang membuat dirinya naik pitam, terutama saat menyinggung masalah tambang dan pabrik semen, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda.
Ia mengaku, saat meminta untuk berbicara soal BLT bagi mahasiswa, dirinya hendak menjelaskan bahwa ada sejumlah persyaratan yang mesti dipenuhi agar seorang mahasiswa mendapat bantuan sosial itu.
Beberapa persyaratan kata dia, antara lain, mahasiswa aktif di kampus dan mempunyai nomor rekening pribadi.
“Ini belum selesai, dia ngomong Luwuk. Dia memaksa saya untuk tolak tambang,” kata Nadus.
Nadus juga menuding Save yang mulai memaki-makinya.
“Saya bilang (ke dia), supaya kau tahu, siapa yang tidak kenal saya. Cari saya nama saya di Jakarta, seantero jakarta sudah tahu,” kata Nadus.
Ia juga mengaku mendengar ada banyak orang di sekitar Save saat telepon berlangsung, hal yang juga membuatnya tambah emosi.
“Namanya macan lagi tidur, kalau diganggu, pasti bangun,” katanya.
Kata-kata Nadus dalam rekaman itu telah melahirkan protes keras dari mahasiswa dan pemuda di Jakarta. Bahkan saat menggelar aksi unjuk rasa terkait tambang dan pabrik semen pada Senin, 29 Juni, dalam salah satu poster, para demonstran menulis Nadus adalah “antek kapitalis.”
Sejauh ini, pihak Save berencana mengadukan hal ini, termasuk ke Dewan Kehormatan DPRD Matim dan penegak hukum, terutama terkait ancaman yang mengancam keselamatan nyawanya. Nadus mengaku siap menghadapi proses hukum dan menyatakan berencana melapor balik, termasuk soal poster yang dibawah mahasiswa saat demo.
DPRD Tercoreng
Sementara itu, Pegiat Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI), Lucius Karus mendukung jika hal ini diadukan ke Badan Kehormatan DPRD. Ia mengatakan, apa yang dilakukan Nadus telah merusak citra dan martabat DPRD Manggarai Timur.
“DPRD terlihat seperti geng preman kalau dipimpin orang seperti ini. Saya kira perlu dilapor ke Badan Kehormatan,” ujarnya kepada wartawan.
Ia mengatakan, setiap DPRD Kabupaten atau Kota memiliki kode etik tersendiri dan karena itu perlu dicek lebih lanjut ke Kode Etik DPRD Matim untuk memastikan jenis pelanggaran yang dilakukan Bernadus Nuel.
Namun, jelasnya, kalau merujuk pada UU MD3, sudah digariskan sejumlah hal yang menjadi rambu-rambu bagi anggota DPRD Kabupaten atau Kota dalam mengemban tugas. (TIM).