RUTENG, BERITA FLORES–Ketua Asosiasi Pengusaha Hasil Bumi (APHB) Manggarai, Herybertus Nabit menggebrak meja saat menggelar pertemuan dengan Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Ruteng, Marihot Pahala Siahaan terkait kebijakan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10% kepada pengusaha hasil bumi Manggarai.
Perang urat saraf pun tak terhindarkan antara Hery Nabit dengan Marihot Pahala Siahaan terkait pemberlakuan PPN 10% serta denda sebesar 2% terhutang sejak tahun 2016 di kantor Kadin Manggarai pada Selasa, 7 Agustus 2019.
Pertemuan tersebut digelar untuk merespon aspirasi para demonstran yang tergabung dalam Aliansi Petani Manggarai Baru (APMB). Para demonstran melakukan aksi protes terhadap pentutupan sejumlah toko sebagai dampak pemungutan PPN 10% oleh KPP Pratama Ruteng. Ratusan massa mendatangi kantor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Manggarai untuk menagih solusi dari Kadin sebagai organisasi pengusaha. Bahkan para demonstran mendatangi Kantor KPP Pratama Ruteng membawa puluhan karung komoditi mereka seperti kopi, cengkeh dan kakao.
“Petugas pajak ini tidak benar. Ada tiga tugas lain yang tidak ia lakukan sama sekali antara lain, pembinaan, pendampingan dan pengawasan. Otoritas pajak tidak pernah lakukan itu. Terus, tiba-tiba di tahun sekarang bilang harus bayar ini, harus bayar itu. Jangan karena kelalaian kita semua kemudian dibebankan kepada kami semata-mata,” kata Hery.
Menurut dia, apabila para pengusaha telah mengetahui dan memahami pemberlakukan pemungutan PPN 10%, sejak tahun 2016 maka pasti mereka bayar. Akan tetapi, ia mengaku, para pengusaha hasil bumi Manggarai tidak mengetahui dan memahami ketentuan undang-undang yang berlaku. Oleh karena itu, pihak otoritas pajak harus melakukan pembinaan, pengawasan serta sosialisasi terkait PPN 10% itu.
“Supaya jangan ada yang merasa paling suci dalam ruangan ini,” tegas Hery sambil memukul meja.
“Kalau kita bikin kacau ini kota kita buat sudah. Kita buat kacau sekalian. Saya tidak ada masalah. Kalau kita mau ikut seperti yang Marihot omong itu, tinggal celana dalam semua orang. Itu persoalannya ini hari pa,” sindir dia lagi.
Baca Juga: KPP Pratama Ruteng: Omzet Rp4,8 Miliar Lebih Wajib Jadi Pengusaha Kena Pajak
Hery mengaku, pihaknya telah meminta kebijakan dari otoritas pajak. Ia bahkan acapkali mengajukan pertanyaan kepada pihak KPP Pratama Ruteng. Untuk meminta kebijaksanaan dalam rangka penerapan pemungutan pajak. Tidak harus bersih keras mengabaikan kepentingan pengusaha di Manggarai.
“Dari awal kami sudah omong. Ada kemungkinan kebijakan tidak? Jawaban otoritas pajak adalah hitung PPN berdasarkan omzet. Tapi tadi malam pa Marihot omong. Ada kemungkinan harga lain (hitung tidak berdasarkan omzet tetapi fee). Tetapi situasi sudah begini,” kesal Hery.
Ia menegaskan, pihak KPP Pratama Ruteng tidak pernah menjalankan dua fungsi mereka sebagai otoritas pajak yaitu fungsi pembinaan dan fungsi pengawasan. Sebab, pihaknya mengaku tidak pernah didatangi petugas pajak untuk memberitahu penerapan PPN 10%.
“Tidak pernah ada sosialisasi PPN 10%. Kalau tax amnesty sosialisasinya begitu luas. Terkait pengusaha beromzet Rp4,8 miliar kita tahu, itu kena pajak. Tetapi dampak dari Rp4,8 miliar ini itu yang harus diberitahu oleh otoritas pajak,” kata Hery pada kesempatan itu.
Ia mengungkapkan, pihak otoritas pajak bahkan tidak pernah melakukan penjelaskan secara detail seperti apa mekanisme pembayaran PPN sebesar 10% kepada negara. Oleh karena itu, para pengusaha hasil bumi di Manggarai tidak mengetahui adanya pemungutan PPN 10%.
“Otoritas pajak harus memberitahukan kepada semua para pengusaha bahwa kalau sudah mencapai omzet Rp4,8 miliar itu sudah kena PPN. PPN ini rinciannya begini, dipotong kepada siapa, pembayarannya bagaimana, ini membutuhkan penjelasan dari otoritas pajak,” lanjut dia.
Menurut mantan calon bupati Manggarai itu, untuk menghindari PPN 10% tidak mungkin lagi dilakukan oleh para pengusaha. Namun, kata dia, otoritas pajak pasti memiliki alternatif lain untuk meringankan beban para wajib pajak untuk menggunakan metode perhitungan berdasarkan fee bukan omzet.
“Menghindari PPN 10% jelas tidak mungkin karena itu sudah bunyi aturan,” urai dia.
Ia juga mengaku, para pengusaha hasil bumi di Manggarai hanya memiliki pendapatan dari omzet semua. Tidak ada makelar. Dari sekian transaksi dalam kegiatan para pengusaha semua omzet. Meskipun ada beberapa makelar beraktivitas di Manggarai seperti di Pasar.
“Kalau kita mau omong, katakan 100%. Artinya pengusaha tidak bisa membayar PPN 10% kepada negara. Jika kita bayar berarti bisa tutup toko. Itu persoalannya. Itu yang kita minta formula umumnya kepada otoritas pajak. Kalau tidak ya kita bisa begini terus,” ancam Hery.
Sementara itu, Kepala KPP Pratama Ruteng, Marihot Pahala Siahaan mengatakan, para pengusaha harus menyadari pendapatan atau omzet dari hasil usahanya. Menurut ketentuan undang-undang, apabila pengusaha merasa omzet mereka di atas Rp4,8 miliar lebih maka dengan demikian sudah terhutang PPN 10%.
“Yang mengetahui omzet mereka adalah mereka sendiri. Ketika dia sudah sadar omzetnya sudah di atas Rp4,8 miliar datang sendiri di kantor pajak. Kami juga sudah melakukan pembinaan dan berlaku seluruh Indonesia. Kalau saya mempunya omzet di atas Rp4,8 miliar ya saya datang di kantor pajak. Saya bertanya. Minta diajarin,” terang Marihot dengan nada tegas.
Ia mengaku, pihak KPP Pratama Ruteng tidak bisa menyelsaikan semua kasus pengusaha hasil bumi yang terhutang PPN 10% secara bersamaan dalam satu pertemuan. Sebab, hal itu melanggar ketentuan undang-undang perpajakan. Penyelsaian kasus para pengusaha, kata dia, harus berdasarkan ketentuan undang-undang perpajakan.
“Kami tidak bisa menyelsaikan secara bersamaan. Jadi saya mohon maaf, ini bukan kebijakan. Ini ketentuan. Kami harus melihat kasus per kasus dan bukan untuk dibandingkan. Jadi kalau saya bicara terkait kasus pengusaha A, saya hanya panggil pengusaha A. Tidak boleh memanggil pengusaha lain. Kalau saya panggil yang lain saya salah dengan pasal 41 KUP,” tutur dia.
Menurut Marihot, para pengusaha memiliki cara berdagang tidak sama persis. Ia mengaku, seperti apa pun penilaian para pengusaha terhadap otoritas pajak, itu terserah mereka saja. Akan tetapi ketentuan tersebut sudah berlaku di seluruh Indonesia. Pihak otoritas pajak wajib tunduk atas peraturan perundang-undangan perpajakan.
Koordinator Aliansi Petani Manggarai Baru, Karolus Rudianto mengatakan bahwa, kebijakan pemungutan PPN 10% kepada pengusaha hasil bumi sangat berdampak lansung terhadap petani di wilayah Manggarai. Para petani, kata dia, tidak dapat menjual hasil komoditi mereka karena aksi penutupan toko di Manggarai. Mereka menuding KPP Pratama Ruteng merupakan pihak yang harus bertanggung jawab atas masalah itu.
“Apabila kantor pajak tidak menerapakan PPN 10%, pengusaha hasil bumi juga tidak menutup toko mereka,” ujar Karolus.
Ia mendesak KPP Pratama Ruteng bersama Asosiasi Pengusaha Hasil Bumi Manggarai untuk segera mengambil langkah strategis agar persoalan tersebut tidak merugikan para petani di Manggarai.
“Kami meminta solusi terkait penutupan sejumlah toko hasil bumi di wilayah Manggarai. Tolong melihat masalah ini dengan bijaksana,” papar dia.
Sementara itu, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kabupaten Manggarai, Niko Mansur mengatakan para pihak diharapkan secara bersama-sama untuk dapat mencari jalan keluar dari problem tersebut. Ia menjelaskan, iklim usaha di wilayah Manggarai Raya bisa terganggu karena polemik tersebut. Bahkan, ekonomi Manggarai terancam lumpuh total akibat kebijakan penerapan PPN 10% itu.
Oleh karena itu, ia mengajak semua pihak untuk agar menggunakan forum dialog tersebut untuk mengambil langkah komunikasi positif antara pihak Asosiasi Pengusaha Hasil Bumi Manggarai dengan pihak KPP Pratama Ruteng.
Berdasarkan pantauan Beritaflores.com bahwa, Asosiasi Pengusaha Hasil Bumi Manggarai diwakili Heri Nabit bersama pihak KPP Pratama Ruteng bersepakat untuk menyelsaikan case by case (kasus per kasus) dalam melakukan perhitungan PPN 10% serta denda sebesar 2% per bulan terhutang sejak tahun 2016.
Asosiasi Pengusaha Hasil Bumi Manggarai bersedia untuk kembali membuka toko mereka pada hari ini Kamis, 8 Agustus 2019. Aktivitas pembelian hasil komoditi warga Manggarai kembali dilakukan sebagai respon atas aksi protes para petani Manggarai. (NAL/FDS/BERITAFLORES).