Oleh: Lino Darmawan
Kondisi desa dalam kategori tertinggal atau memprihatinkan masih banyak terdapat di Indonesia terutama di wilayah Papua, Maluku, dan Kalimantan. Hal ini berdasarkan data Potensi Desa (Podes) 2018 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS). Melalui Podes 2018, terdapat 14.461 desa tertinggal di Indonesia (Kompas.com, Senin 10 Desember 2018). Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk memajukan desa menuju taraf yang lebih baik.
Pada dasarnya pembangunan adalah peroses perubahan menuju pada kondisi yang lebih baik. Kondisi hidup yang lebih baik itu secara konkrit sering disebut sebagai kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, peningkatan taraf hidup yang lebih baik itu dapat dianggap sebagai tujuan yang hendak dicapai dari pembangunan itu.
Undang-Undang No 06 Tahun 2014 tentang Desa memberi terobosan baru kepada Desa untuk dapat mengatur dirinya sendiri dan melakukan pembangunan serta pemberdayaan kepada masyarakat. Pembangunan didadasari dengan melihat dan mengembangkan desa sesuai dengan potensi yang ada. Dalam pembangunan desa, perlu pula partisipasi dari seluruh elemen masyarakat untuk berperan aktif agar sesuai dengan yang diinginkan masyarakat.
Untuk mencapai desa yang maju, mandiri dan kuat dapat dililihat dari kesejahtraan masyarakat yaitu dalam aspek sosial maupun ekonomi. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, maka pemerintah pusat berrencana mengalokasikan dana desa sebesar 400 riliun rupiah pada tahun 2019 – 2024. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo mengatakan, peningkatan alokasi dana desa sebesar 400 triliun selama 5 tahun kedepan itu dimungkinkan karena anggaran dana desa untuk setiap tahunya mengalami peningkatan. Apalagi pembanguna desa butuh anggaran yang cukup besar (KOMPAS.com, Selasa, 26 Febuari 2019).
Pentingnya Partisipasi Masyarakat
Dana Desa yang rencananya akan dikucurkan sebesar 400 Triliun Rupah ini diharapkan dapat dikelola dengan baik dan dialokasikan sesuai dengan kebutuhan dari masyarakat desa. Untuk meastikan dana desa ini dikelola dengan baik atau tidak, maka perlu adanya pengawasan terhadap dana yang ada. Dalam mengawasi Dana Desa ini, masyarakat juga perlu berpartsipasi untuk mengawasi aparatur desa dalam mengelola dana tersebut. Sebab salah satu prinsip dalam good governance yaitu partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam tata kelola pemerintahan mencakup voice, access dan control.
Voice artinya masyarakat berhak menyampaikan pendapat terkait perjalanan roda pemerintahan desa. Misalnya, dalam perencanaan pembangunan desa, masyarakat berhak untuk menyampaikan pandangannya terkait kebutuhan dan persoalan yang terjadi di desa. Agar seluruh pendapat masyarakat dapat diakomodir, maka pemerintah desa perlu mewadahinya dengan mengadakan Musyawah Rencana Pembangunan Desa (Musrenbangdes). Sebab forum tertinggi pengambilan keputusan desa adalah melalui musyawarah.
Access artinya masyarakat berhak untuk mengetahui segala informasi yang ada di desa. misalnya informasi terkait keuangan desa dan juga program pemerintah desa. Maka dari, pemerintah desa diharapkan dapat melaksanakan roda pemerintahan secara transparan dan akuntabel. Sedangkan control artinya masyarakat berhak untuk mengawasi roda pemerintahan dengan menggali informasi yang ada di desa. Sebab roda pemerintahan desa dapat berjalan dengan baik kalau adanya pengawasan dari masyarakat.
Selain itu, dalam rangka membentuk desa yang maju, mandiri dan kuat, pemerintah desa juga harus membuka ruang kepada pihak civil socety atau karang taruna serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Pihak-pihak ini mesti diberikan ruang untuk bergerak secara leluasa dalam memajukan dan mengarap potensi-potensi yang ada di desa terutama dalam sektor-sektor yang menjadi kekuatan desa. Kolaborasi yang baik antara elemen-elemen desa tersebut dapat menciptakan desa yang maju, mandiri dan kuat.
*Penulis adalah Anggota Kelompok Studi Tentang Desa, berdomisili di Yogyakarta*