JAKARTA, BEF — Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) meminta pihak kepolisian untuk menghentikan kasus dugaan penistaan agama – yang melibatkan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Grace Natalie.
Dikabarkan, Grace Natalie dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh Eggi Sudjana atas dugaan penistaan agama pada Jumat, 16 November 2018 lalu.
Menanggapi laporan tersebut, Koordinator TPDI, Petrus Selestinus pun angkat bicara. Ia menyetakan, bahwa publik wajib mendukung sikap Grace Natalie dalam menolak perda syariah dan injil. Sebab, menurut dia, sumber pembentukan peraturan perundang-undangan secara hirarki tentunya dimulai dari undang – undang hingga perda harus berasaskan Pancasila dan UUD 1945.
Advokat Peradi itu menegaskan, apabila perda syariah dan injil ditolerir diberlakukan setiap daerah, maka hal itu akan menimbulkan anomali dalam kehidupan masyarakat. Bahkan merendahkan derajat syariah dan injil dalam kehidupan keagaamaan setiap individu dalam masyarakat yang sangat heterogen.
“Karena nilai-nilai suci dalam kitab suci masing-masing agama akan direduksi dan dimanipulasi dalam perumusan perda untuk kepentingan politik praktis,” ujar Petrus melalui siaran pers Kamis, 22 November 2018.
Dorongan pemberlakuan perda syariah dan injil kata dia, justru berpotensi menegasikan keberadaan strategis hukum nasional. Tentunya setiap regulasi harus berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 sebagai satu kesatuan hukum dasar yang tidak dapat dipisahkan atau dibedakan.
“Konsep perda syariah atau injil jelas berorientasi pada ayat suci masing-masing kitab suci bagi setiap agama. Oleh karena itu, jika perda syariah dan injil dibiarkan berkembang, maka hal itu bukan saja bertentangan dengan sistem hukum nasional, akan tetapi berpotensi melahirkan anomali dan diskriminasi dalam kehidupan masyarakat yang sudah hidup berdampingan secara damai selama ratusan tahun lamanya,” jelas dia.
Konsep perda syariah dan injil sulit diimplementasikan atau diwujudkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Sebab, faktor pluralitas masyarakat Indonesia yang tersebar di setiap daerah. Juga telah hidup berdampingan secara damai serta harmonis selama berabad abad.
“Oleh karena dasar pemikiran tersebut, kita patut menduga bahwa perda syariah yang hendak dipertahankan oleh rekan sejawat Eggi Sudjana adalah berorientasi pada kehendak menjadikan hukum agama sebagai dasar dalam bernegara yang kelak akan dipaksakan berlaku sebagai hukum nasional. Juga berlaku bagi seluruh warga negara dan itu berarti kehancuran bagi pilar-pilar utama dalam bernegara,” tukasnya.
Berdasarkan pertimbangan tersebut lanjut Petrus, Polri diminta untuk segera menghentikan penyidikan terhadap Grace Natalie.
Advokat Peradi itu pun mengaku khawatir dengan Polri karena bisa terjebak dalam cara pandang Egie Sudjana yang hendak mempolitisasi kebebasan berpendapat yang dijamin dalam konstitusi.
Ketua Tim TASK FORCE FAPP itu menyebut, proses hukum terhadap Grace Natalie atas dugaan penistaan agama merupakan tindakan mengekang atau memasung hak warga negara untuk berbeda pendapat. Padahal cara pandang merupakan langkah yang tepat, heroik dan konstitusional demi mempertahankan Pancasila, NKRI, Bhineka Tunggal Ika dan UUD 1945 sebagai pilar utama bangsa.
“Dalam menjaga harmonisasi kehidupan masyarakat di tengah menguatnya gerakan Intoleransi dan Radikalisme,” urai Petrus.
Advokat senior itu pun menilai pandangan Egie Sudjana merupakan pemutarbalikan logika dan fakta. Sebab, Grace Natalie dan PSI justru sedang meletakan syariah dan injil pada tempat yang sesungguhnya.
“Yaitu pada hati nurani setiap individu berupa nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan dianut oleh setiap individu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sekaligus memperteguh sikap patriotisme warga masyarakat agar tetap taat dan patuh kepada hukum nasional asli Indonesia,” tutup dia. (NAL/FDS/BEF).