KUPANG, BERITA FLORES – Pengadilan Negeri Kupang kembali menggelar perkara Praperdilan Frans Oan Semewa (FOS) melawan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTT.
Sidang tersebut digelar pada Senin,19 Maret 2018 kemarin dengan agenda pembacaan Kesimpulan dari pemohon dan termohon. Sidang dipimpin oleh Hakim tunggal A. A.Made A. Nawaksara,S.H,M.H yang didampingi Panitera pengganti Selsily Donny Rizal ,S.H itu berjalan lancar.
Baca Juga : TPDI Sebut FOS Korban Peradilan Sesat
Dalam dokumen kesimpulan pemohon mengungkapkan beberapa poin poin penting bahwa bukti penguasaan fisik dari pembeli Frans Oan Smewa sejak 1998 sampai dengan sekarang (20 tahun).
Bukti adanya upaya hukum pidana dan perdata dari penjual Chritian Natanael alias Werli pada tahun 2015 atas objek bidang tanah yang telah dijual semuanya ditolak karena tidak memiliki landasan hukum.
Baca Juga : Kuasa Hukum FOS Pertahankan Ketentuan Pasal 79 KUHP
Bukti laporan pemalsuaan dari penjual (Christian Natanael) pada tanggal 6 Desember 2017 dengan alasan baru mengetahui pada tahun 2015 dinilai tidak rasional.
Fakta hukum tersebut, pun dilandasi dengan ketentuan pasal 78 dan 79 KUHP yang mengatur tentang hilangnya hak menuntut oleh karena kadaluarsa.
Dari keterangan Ahli hukum pidana yang dihadirkan pemohon Dr. Yotham Th.Timbonga,B.Th, S.H,M.H, dalam persidangan memberikan pendapat keahliannya. Ahli Hukum itu menyatakan ketentuan pasal 78 dan 79 yang mengatur tentang kadaluarsa sudah sangat jelas dan tidak dapat lagi diberi penafsiran lain.
“Bahwa perbuatan yang diduga memalsukan tanda tangan terjadi pada tahun 1998. Hal tersebut baru sebatas dugaan karena belum ada keputusan hakim yang menyatakan benar tanda tangan tersebut dipalsukan,” cetusnya.
Baca Juga : Polda NTT Dinilai Ceroboh dalam Penetapan FOS Sebagai Tersangka
Jika dihitung sejak penggunaan AJB tersebut dengan waktu pelapor mengetahui dugaan pemalsuaan maka laporan polisi dari penjual Christian Natanael tidak dapat diproses lagi sebab sudah kadaluarsa (sudah melewati waktu 12 tahun).
Meskipun termohon berupaya menyatakan argumentasinya di depan PN Kupang. Namun cara menghitung kadaluarsa menurut termohon tidak dilandasi dengan ketentuan hukum formil. Hitungan termohon yaitu sejak dikatehaui adanya dugaan pemalsuaan sangat bertentangan dengan ketentuan pasal 78 KUHP.
Adapun putusan PT Bandung Nomor 261/pid/2014/PT.Bdg yang dijadikan rujukan argumentasi termohon bukanlah Yurisprudensi tetap Mahkama Agung RI.
Satu dari lain hal putusan tersebut tidak dapat diterapkan secara umum (Generalisir) karena setiap kasus memiliki karateristik masing-masing.
Sementara itu, tidak ada yurisprudensi yang mengatur tentang cara penghitungan kadaluarsa selain dari pasal 78 dan 79 KUHP.
Oleh karena itu, argumentasi termohon terkait cara penghitungan kadaluarsa sejak baru diketahui haruslah ditolak seluruhnya.
KUHP mengatur tentang segala hal terkait perbuatan pelanggaran dan kejahatan bukan korban.
Dengan demikian, melihat KUHP dengan prespektif korban adalah tidak tepat.
Selanjutnya apa yang dituduhkan kepada pemohon memalsukan tanda tangan pelapor hanya sebatas dugaan yang masih butuh proses pembuktian secara hukum. Oleh sebab itu, sangatlah keliru dan melanggar hukum jika termohon telah memposisikan pemohon sebagai pelaku kejahatan pemalsuan yang harus diproses hukum.
Berdasarkan argumentasi hukum sedemikian, maka penetapan tersangka atas diri pemohon terlepas dari terpenuhnya dua alat bukti sebagaimana dimaksud dalam pasal 184 KUHP harus dinyatakan tidak sah karena kadaluarsa.
Untuk diketahui dokumen pemohon tentang kesimpulan yang diterima Beritaflores.com Senin,19 Maret 2018 ditandangani oleh kuasa Hukum FOS,Toding Manggasa,SH,Erlan Yusran,SH,MH,CPL dan Ferdinandus Angka,SH.
Dalam sidang pembacaan kesimpulan itu, Ferdinandus Angka,SH selaku salah satu Kuasa Hukum FOS membacakan dokumen tersebut dihadapan Hakim tunggal.
Hadir dalam sidang tersebut Kuasa Hukum Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTT diwakili IPDA Fery Nur Alamsyah,S.H.
Dari data yang diperoleh Beritaflores.com bahwa tahun 1998, Christian Natanael alias Chris alias Werli menjual sebidang tanah kepada Frans Oan Semewa (FOS), yang terletak di Pulau Seraya Kecil, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai (sekarang dimekarkan menjadi Kabupaten Manggarai Barat). Tanah tersebut ber – Sertifikat Hak Milik (SHM) No 875.
Atas jual beli tanah dimaksud dibuatlah Akta Jual Beli (AJB) bernomor : 53/JB/KK/IV/1998 tgl 22 April 1998, yang dibuat oleh Camat Komodo (Alm. Drs. Yos Vins Ndahur) sebagai PPAT.
Pada tangal 9 Juni 1998, SHM No 875 dibalik nama dari pemegang hak lama, Christian Natanael kepada pemegang hak baru Frans Oan Semewa (FOS).
Sejak saat itu, Frans Oan Semewa membangun Hotel Gardena II di objek jual beli tanah tersebut. (NAL/FDS/BEF).