Oleh Alfred Tuname
Sesolid-solidnya pasangannya calon, lebih solid kepentingan segelintir orang yang menjadi elite partai politik (parpol). Merekalah yang menentukan nasib pasangan calon (Paslon) pemimpin yang akan maju dalam kontestasi politik. Seperti memilih jodoh, “calon pemimpin boleh memilih, tetapi parpol yang menentukan”.
Demikianlah realitas politik lokal di Manggarai Timur (Matim). Sejak dikumandangkan Pilkada Serentak 2018, beberapa kandidat muncul dan mempromosikan diri ke publik Matim. Spanduk atau baliho menjadi alat peraga standar untuk mempromosikan diri. Ada yang sendiri, ada pula yang sudah dengan berpasangan. Semua itu sah-sah saja dalam politik.
Puzzle Paslon
Waktu itu suhu politik belum panas. Pernah ada Paket Rasul, yakni pasangan calon Paskalis Sirajudin-Lucius Modo. Bakal calon bupati Paskalis Sirajudin merupakan seorang birokrat dan bakal calon wakil bupati Lucius Modo adalah seorang politisi muda, Ketua DPRD Matim (2014-2019) dari Partai Demokrat.
Warna biru laut Partai Demokrat begitu tegas melatarbelakangi baliho Paket Rasul di beberapa persimpangan dan ruas-ruas jalan di wilayah Matim. Tetapi baliho Paket Rasul tidak bertahan lama. “Pecah kongsi” terjadi setelah Paskalis dipinang Marselis Sarimin untuk menjadi bakal calon wakil bupati. “Rasul” hilang, muncul “Merpati”, yakni paket pasangan Marselis Sarimin dan Paskalis Sirajudin sebagai bakal calon bupati dan wakil bupati Kabupaten Matim dalam Pilkada 2018. Partai berlambang “merci” juga ikut mengusung Paket Merpati dalam Pilkada 2018.
Agak mirip dengan itu, Ketua DPC PDIP Matim, Willibrodus Nurdin Bolong meminang Syahdan Odom Yohanes untuk maju sebagai bakal calon bupati dan wakil bupati dalam Pilkada Matim 2018. Paket Widang muncul. Baliho dengan latar merah mentereng dipancang di depan rumah bekas Wakil Ketua DPRD Matim (2009-2014).
Dengan Munculnya “Widang”, nostalgia dan “come back” Paket Wintas hilang dengan sendirinya. Pada Pilkada 2013 Matim, Paket Wintas adalah pasangan Willibrodus Nurdin Bolong dan Tarsisius Sjukur Lupur. Untuk Pilkada 2018, Tarsisius Sjukur Lupur berpasangan dengan Yoseph Biron Aur mengusung nama Paket TABIR.
Perjuang Willibrodus Nurdin Bolong untuk mendapat partai pengusung selain PDIP tidaklah mudah. Dengan 3 (tiga) kursi PDIP, Paket Widang harus mendapatkan parpol lain untuk menggenapi syarat minimal 6 kursi untuk maju sebagai kandidat dalam Pilkada 2018.
Disibukan oleh usaha mendapatkan partai mengusung, Paket Widang tampak jarang “turba” untuk bersosialisasi ke masyarakat. Hingga menjelang akhir tahun 2017, partai PDIP pun “dilego” untuk mengusung Paket Merpati. Keputusan DPP Partai PDIP tidak memilih kadernya di Matim menguntungkan pasangan kandidat Marselis Sarimin-Paskalis Sirajudin atau Paket Merpati.
Persis nasib Ketua DPC PDIP Matim Willibrodus Nurdin Borong, Yohanes Nahas juga “kehilangan” dukungan Partai Golkar. Paket Sarnas yang merupakan pasangan kandidat Fransiskus Sarong dan Yohanes Nahas harus kandas di injury time memasuki Tahapan Pencalonan Pilkada Matim 2018.
Paket Sarnas yang sebelumnya diusung oleh Partai Golkar (2 kursi) tidak berhasil mendapatkan partai politik pengusung lain. New political deal muncul manakala Paket Sarnas harus mendapatkan Partai Gerindra yang memperoleh 4 (empat) kursi di DPRD Matim. Dengan posisi dominan itu, Parti Gerindra berhak mengatur irama politik “Sarnas”. Bongkar-pasang Paket pun terjadi. Puzzle Paslon harus disusun ulang.
Tanggal 7 Januari 2018, DPP Partai Gerindra menyerahkan SK (Kompas.com, 7/1/2018). Syaratnya, kader Partai Gerindra harus mendampingi Fransiskus Sarong dalam Pilkada Matim 2018. Anggota DPRD Matim dari Partai Gerindra, Kasmir Don, dipilih menjadi calon wakil bupati mendampingi Fransiskus Sarong. Mucullah paket politik baru di Matim, “Sardon”.
Paket Sardon menjadi “perahu lama cet baru” dalam politik Pilkada Matim. Sekali mendayung, dua-tiga pulau terlampaui. Paket Sarnas dan Paket Anton-Kasmir (Anton Dergong- Kasmir Don) tertinggal jauh dan tenggelam dalam politik Pilkada Matim 2018. Yohanes Nahas (bekas calon wakil Fransiskus Sarong dalam Paket Sarnas) dan Anton Dergong (Mantan bakal calon bupati yang berpasangan dengan Kasmir Don dalam Paket Anton-Kasmir) harus legowo melihat layar Paket Sardon mulai berkembang di Pilkada Matim 2018.
Pilkada Matim 2018
Atas fenomena bongkar-pasang paslon dalam Pilkada, sejatinya itu menunjukan bargaining position Parpol sangat kuat. Dengan posisi itu, Parpol cenderung mempertimbangkan kepentingan politik para elitenya. Sebab itu, entah kader atau pun non kader, asal memenuhi syarat dan kepentingan politik elite, siapa saja bisa mendapatkan SK Parpol untuk maju dalam Pilkada.
Maka dalam konteks kepemimpinan, Paslon tidak lagi muncul atas aspirasi arus bawah (:masyarakat) melainkan atas ketentuan Parpol. Uniknya, Paslon seakan kehilangan prinsip (beginsel politiek) ketika berhadap dengan Parpol. Jika aspirasi rakyat menjadi titik pijak, bukan hamba kekuasaan, maka pendirian pasti kuat untuk tidak oleng di hadapan angin kepentingan politik para elite Parpol.
Selain itu, kemarahan dan kekecewaan calon dan pendukung pasti mencuat ketika terjadi bongkar-pasang Paket. Ada pengorbanan pikiran, tenaga, mental dan dana yang terlanjur diberikan. Tetapi semua poin itu seakan tidak diperhitungkan.
Jika ada calon yang berjiwa besar atas keterceraiannya dalam paket politik, maka bagaimana dengan reaksi keluarga besar dan para pendukung? Keretakan emosional pasti terjadi. Seperti gelas, gelora eforia panas paket yang pernah didukung, ketika disirami dengan air dingin bongkar-pasang paket, maka pecahlah keutuhan “gelas” politik itu.
Tak bisa dipungkiri, semua itu adalah bagian dari drama politik. Tragedi dan komedi selalu muncul manakala politik hanya berurusan dengan kepentingan elite dan kekuasaan. Lalu, tragicomedy politik itu hanya bisa diobati dengan kedaulatan masyarakat pemilih (voters) di hari pemilihan.
Ketika pemilih berdaulat, politik akan lebih beradab. Tentu kekuasaan rakyat harus lebih kuat dari pada parpol, sebab parpol hanyalah “alat” perjuangan politik. Meskipun Parpol berkuasa menguatik-atik pasangan calon bupati dan wakil bupati, rakyat lebih berdaulat untuk memilih pemimpin yang lebih berprinsip, berintegritas, berbudaya dan berasal dari aspirasi arus bawah.
Di Matim, proses politik itu sedang dimulai. Pilkada Matim memasuki Tahapan Pencalonan (8-10 Januari 2018). Ada lima paket yang siap mendaftar, yakni ASET (Agas Andreas-Jaghur Stefanus), TABIR (Tarsisius Sjukur Lupur-Yoseph Biron Aur), Sardon (Fransiskus Sarong-Kasmir Don), Merpati (Marselis Sarimin-Paskalis Sirajudin), dan NERA (Bonefasius Uha-Fransiskus Anggal). Kelima Paket paslon tersebut harus berjuang menggenapi segenap persyaratan administratif pencalonan di KPUD Manggarai Timur, sebelum berjuang memenangi hati rakyat.
Akhirnya, mari kita mengikuti proses politik Pilkada Matim dengan damai dan tertib aturan. Serva ordinem et ordo serva bit te!
Alfred Tuname
Penulis dan Esai