JAKARTA, BERITA FLORES– Sandiaga Uno telah membenarkan informasi yang dihembuskan Andi Arief dari Partai Demokrat terkait pencapresan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam koalisi Partai Gerindra, Demokrat, PAN dan PKS. Pengakuan Sandi telah mengubah posisi mahar yang sebelumnya hanya isu kini menjadi fakta.
“Maka yang perlu diselidiki adalah dana 1 trilun yang diberikan kepada partai harus dibuktikan,” ujar Petrus Selestinus.
Dilaporkan dana tersebut dugunakan untuk membiayai kampanye Pilpres tahun 2019 mendatang. Petrus menduga dana itu dipakai membeli syarat dukungan 20% kursi parpol di DPR sebagai syarat untuk lolos pencapresan pasangan PAS.
Selain itu, kata Petrus, harus dibuktikan juga apakah dana Rp. 1 triliun yang digelontorkan kepada PAN dan PKS bersumber dari dana pribadi Sandiaga Uno atau bersumber dari pemberian sumbangan pihak ketiga kepada Sandiaga ketika menjabat sebagai wagub DKI Jakarta.
“Jika dana 1 triliun itu bersumber dari dana pribadi Sandiaga Uno, maka yang harus ditelusuri oleh KPK adalah apakah dana Rp. 1 triliun itu termasuk kekayaan Sandiaga Uno yang sudah dilaporkan dalam LHKPN kepada KPK atau di luar LHKPN,”
Jika dana sebesar1 triliun tidak masuk dalam LHKPN maka Sandiaga Uno patut diduga telah tidak terbuka dalam melaporkan besarnya kekayaan yang dilaporkan kepada KPK melalui LHKPN.
Oleh karena itu, lanjut dia, jika dana 1 triliun itu diperoleh dari sumbangan pihak ketiga, maka penerimaan dana itu seharusnya masuk dalam kategori gratifikasi yang tidak dilaporkan Sandiaga Uno ke KPK dalam 30 hari sejak diterima Sandiaga Uno dari pihak ketiga.
“Rencana Sandiaga Uno untuk berkonsultasi dengan pimpinan KPK harus diterima sebagai orang yang perlu didengar keterangannya terkait dugaan gratifikasi atau suap atau sebagai Penyelenggara Negara yang tidak jujur dalam melaporkan kekayaannya di dalam LHKPN,” seloroh dia.
Petrus menyebut, Sandiaga Uno ibarat berada dalam posisi memakan buah simalakama. Sebab di satu pihak terbukti memiliki dana Rp. 1 triliun tetapi tidak dilaporkan dalam LHKPN. Bahkan memperoleh dana dari pihak ketiga hingga mencapai angka Rp. 1 triliun.
“Tetapi tidak melaporkan dana itu ke KPK sebagai gratifikasi, malah dana itu langsung ke PAN dan PKS atau pihak lainnya untuk dana kampanye Pilpres 2019, tanpa mempertimbangkan syarat-syarat pemberian dana kampanye Pilpres 2019 menurut uu pemilu, baik mengenai besaran maksumum sumbangan maupun kepada siapa sumbangan itu diberikan,” ucapnya.
Advokat senior itu mengungkapkan bahwa dana kampanye Pilpres 2019 menurut pasal 325 dan 328 uu Pemilu No. 7 Tahun 2017, memang antara lain bersumber dari pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dan harus dicatat dalam pembukuan khusus dana kampanye.
Meski demikian, problemnya hingga saat ini Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno belum ditetapkan oleh KPU sebagai Capres dan Cawapres 2019. Maka dengan demikian dana Rp. 1 triliun yang diberikan masing-masing Rp. 500 miliar kepada PAN dan PKS sulit diterima akal sehat sebagai dana kampanye. Sebab parpol pengusung seperti Demokrat, Gerindra, PKS, dan PAN belum menetapkan Tim Kampanye, Rekening Tim Kampanye sebagai tempat pencatatan khusus dana kampanye yang besarnya dibatasi undang – undang.
Ia menjelaskan pada saat Sandiaga Uno menemui KPK untuk melakukan konsultasi dan klarifikasi, KPK sebut Petrus, berwenang melakukan OTT.
TPDI menduga Sandiaga Uno menampung dana pemberian pihak ketiga untuk sumbangan dana kampanye Pilpres yang belum waktunya diberikan. Bahkan tidak memenuhi syarat pemberian sumbangan dana kampanye Pilpres yang masih prematur dan melanggar UU Pemilu 2019.
“KPK bisa saja langsung menangkap Sandiaga Uno saat datang dengan agenda konsultasi dana sumbangan kampanye Pilpres, apalagi pimpinan KPK sudah berada dalam posisi larangan untuk bertemu dengan orang yang sedang bermasalah dengan dana kampanye Pilpres yang diduga berasal dari Gratifikasi, menyalahi aturan, karenanya tidak ada ruang untuk konsultasi, kecuali OTT dan langsung proses hukum untuk suatu pertanggungjawaban pidana,” tegas dia. (NAL/FDS/BEF).