LABUAN BAJO, BERITA FLORES – Bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi, sudah menyampaikan kepada BPN Mabar bahwa Lingko Nerot adalah tanah adat orang Terlaing.
“Sudah tegas dan jelas, Lingko Nerot adalah tanah leluhur kami,” ujar Yosep Yakop, Tua Pasa/Tua Teno Terlaing. “Tua Pasa / Tua Teno merujuk pada salah satu struktur pimpinan dalam adat Manggarai yang bertugas membagikan dan / atau mengalihkan tanah adat ke warga yang berhak”.
Penegasan Bupati Edy Endi tersebut kembali disampaikan oleh Yosep Yakob bukan tanpa alasan.
Sebab, pada Oktober 2021, Bupati Edy Endi mengeluarkan surat penegasan perihal penegasan kepemilikan lokasi Lingko Nerot milik adat Terlaing.
“Ada suratnya,” ujarnya sembari mengirimkan selebaran kopiannya yang diterima Berita Flores, Selasa 9 Desember 2025.
Surat yang berisi tanggapan atas surat permohonan petunjuk terkait permasalahan administrasi desa, wilayah administrasi adat dan kelembagaan adat dari BPN Manggarai Barat itu menegaskan, bahwa “jika lahan atau tanah adat yang diajukan pensertifikatan tanah adat maka perlu diperhatikan alas hak adat Tua Golo (Kepala Adat), batas wilayah adat yang telah dikukuhkan tokoh-tokoh adat tapal batas”.
“Untuk diketahui, Kami dari administrasi adat Terlaing telah mengajukan permohonan sertifikat di atas Lingko Nerot dengan 142 pemohon. Ada 4 SHM (sertifikat hak milik) yang sudah jadi. Dan semua surat alas hak adat ditandatangani oleh Tua Golo Terlaing: Bone Bola dan tokoh tapal batas seperti, Rareng dan Mejerite,” tandasnya.
Seperti tulisan saudara Alex Hatta di sebuah media tentang asal-usul orang Terlaing, menurut Yakop, adalah cerita dongeng anak kecil.
“Ya, cerita sampahlah. Saya geli, jika dongeng sampah ini dijadikan dokumen tapal batas. Saya tidak habis pikir, sudah ada orang dipenjara karena buat peta palsu, tidak jera juga,” tambahnya.
Sementara Mersi Mance, tokoh muda Rareng menguatkan pernyataan itu. Ia berkata, batas tanah adat orang Terlaing bagian timur adalah Rareng. Sedangkan bagian barat adalah wilayah Lancang.
“Semakin hari, Bona Abunawan dan kelompoknya selalu berhalusinasi klaim sembarang wilayah orang. Saya menyarankan Bona dan Alex Hata, jadilah bijak dan tau diri, jangan pemecah-belah,” katanya.
Sementara Tua Golo Lancang, Mikhael Antung membantah sebagaimana diberitakan media lokal MetroNTT.com dan Labuan Bajo Terkini yang diklaim Alex Hata, Bona Abunawan dan kelompoknya bahwa Mbehal – Nggorang saja yang punya hak dan menetapkan tapal batas antara Mbehal dengan Nggorang di Mejerite.
“Saya heran, mengapa orang luar mengobok-obok wilayah kami,” ujar Mikhael Antung.
Berita di media belakangan ini tentang wilayah tapal batas, menurut tokoh adat yang diundang Presiden Jokowi saat peresmian Pelabuhan Pelindo di yang letaknya di Nerot ini adalah mengada-ada.
“Mereka bicara wilayah kedaluan zaman dulu. Mereka tidak paham bahwa dalam kedaluan ada banyak kampung adat,” katanya.
“Saya berharap urusan tapal batas tanah adat dilakukan oleh masyarakat adat tapal batas sendiri, tambah Mikhael. Tidak masuk akal kalau Tebedo, Mbehal dan Nggorang melompat pagar utak-atik tanah adat orang lain. Itu tabu bagi orang Manggarai,” jelas Mikhael.***
Laporan: Adrianus Paju dan FS







